Tahun 2016, Orang Miskin dan Pengangguran Semakin Banyak

BLOKBERITA -- Turunnya nilai ekspor, pulang kandangnya hot money dan semakin tidak bersahabatnya Pemerintah dengan investor berkualitas, membuat cadangan devisa terus mengalami penurunan.

Hanya tinggal hitungan jam tahun 2015 akan berakhir. Seperti biasa, banyak orang atau lembaga memperkirakan ekonomi Indonesia tahun depan. Pemerintah dalam APBN-2016 menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,3%. Melihat gagalnya Pemerintah menrealisasikan target APBNP-2015 - target 5,7% realisasinya sampai kuartal III 2015 hanya mencapai 4,7% - apakah, kembali Pemerintah gagal memenuhi target pertumbuhan ekonomi?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita coba mencari jawaban penyebab penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Semenjak tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami penurunan. Bila di tahun 2011 ekonomi masih dapat tumbuh 6,5%, tahun 2015 diperkirakan pertumbuhan ekonomi di bawah 4,9%.

Penyebab utama dari anjloknya pertumbuhan ekonomi akibat dari penurunan nilai ekspor. Tahun 2011 nilai ekspor mencapai US$ 203,5 miliar, tahun 2014 nilai ekspor longsor menjadi US$ 176,3 miliar. Dapat dipastikan bahwa ekspor tahun 2015 kembali akan mengalami penurunan. Bagaimana tidak, nilai ekspor Januari-Oktober 2015 hanya mencapai US$ 127,2 miliar atau tergerus 14% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

Akibat turunnya nilai ekspor, neraca perdagangan kita menjadi meriang. Bahkan neraca perdagangan, tahun 2012-2014 menjadi defisit. Tahun 2015, neraca perdagangan diperkirakan akan kembali menjadi surplus. Tapi, surplusnya neraca perdagangan 2015 karena penurunan nilai impor lebih besar dibandingkan penurunan nilai ekspor.

Nilai ekspor menurun karena struktur ekonomi Indonesia semenjak jaman VOC sampai sekarang tidak berubah, selalu bergantung kepada ekspor barang-barang komoditas. Bila di jaman VOC, ekspor mengandalkan kepada rempah-rempah, sekarang ekspor mengandalkan kepada kelapa sawit dan batu bara. Dampaknya, ketika booming harga kelapa sawit dan batu bara selesai di tahun 2012, nilai ekspor terus turun.

Turunnya nilai ekspor membuat pasokan valas menjadi berkurang. Akibatnya, mata uang garuda semakin tak berharga dibandingkan dengan dolar AS. Akhir tahun 2011, dolar AS masih di level Rp 9.113, sekarang dolar AS berada level Rp 13.795.

Dolar AS juga semakin bertenaga karena The Fed sudah menaikan tingkat suku bunga. Tahun depan diperkirakan The Fed akan kembali menaikan suku bunganya 50 bps-75 bps. Melihat itu, hot money pulang kandang. Sepanjang 2015, modal asing di Bursa Efek Indonesia keluar sebesar Rp 22,5 triliun.

Tidak hanya hot money yang sudah tidak betah di Indonesia. Investasi asing langsung juga semakin tidak kerasan. Bagaimana tidak, Pemerintah dan DPR tampak tidak suka dengan investor asing berkualitas seperti Jepang. Pemerintah sekarang malah tampak semakin mesra dengan investor dari Cina. Padahal, realisasi investor Cina tidak pernah mencapai lebih dari 10% dari komitmennya.

Investor dari Jepang sangat kecewa karena dikelabui oleh Pemerintah dalam proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung. Kontan saja, investor dari Jepang langsung bepikir ulang untuk kembali berinvestasi di Indonesia. Perlu diingat, bahwa realisasi investor Jepang selalu di atas 60% dari komitmennya. Tahun 2014 realisasi investor Jepang mencapai US$ 2,7 miliar. Sedangkan Cina hanya US$ 800 juta.

Turunnya nilai ekspor, pulang kandangnya hot money dan semakin tidak bersahabatnya Pemerintah dengan investor berkualitas, membuat cadangan devisa terus mengalami penurunan. Bulan Oktober 2015 cadangan devisa US$ 100,2 miliar atau turun 10,7% dibandingkan Oktober tahun sebelumnya.

Celakanya, Pemerintah semakin tidak disiplin dengan kebijakan fiskalnya. Bayangkan saja, defisit anggaran membengkak mendekati ambang batas sebesar 3%. Kebijakan fiskal kacau karena target pendapatan pajak 2015 sangat tidak realistis. Diperkirakan realisasi pendapatan pajak 2015 hanya mencapai 85%.

Berdasarkan uraian di atas, penyebab turunnya pertumbuhan Indonesia dapat dibagi dua. Pertama karena faktor ekstenal, yaitu turunnya harga komoditas dan kenaikan suku bunga AS. Kedua faktor internal, yaitu semakin tidak bersahabatnya Pemerintah dengan investor berkualitas dan tidak disiplin dalam kebijakan fiskal.

Kalau faktor ekstenal Pemerintah memang tidak bisa berbuat banyak. Tapi, faktor internal Pemerintah harus memperbaikannya, sebab kalau Pemerintah tidak berubah, pertumbuhan ekonomi bukannya naik, malah akan kembali turun. Bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi 2016 dibawah 4%. Artinya, orang miskin bertambah banyak dan parade pengangguran semakin panjang. (Inrev.)
View

Related

Waspadai Gerakan Teroris Lewat Dunia Maya

BLOKBERITA -- Awal Agustus 2016, polisi menangkap enam terduga teroris anggota Katibah Gonggong Rebus di Batam. Mereka merencanakan aksi teror ke Singapura. Kelompok ini menggunakan jalur sib...

Kekuatan Asing Kuasai Migas Indonesia ?

BLOKBERITA -- Pernah melihat gambar di atas? Betul, gambar peta Indonesia dengan tebaran beragam bendera asing. Dalam keterangan gambar yang beberapa waktu lalu viral di beragam media sosial te...

Benarkah Arab Saudi Menghancurkan Islam ?

BLOKBERITA -- "Saudi Arabia menghancurkan Islam," keluh Zuhdi Hajzeri. Ia seorang Imam, pemimpin Muslim di Kosovo, negara kecil dengan penduduk sekitar 2.3 juta saja. Populasi Muslim di negara itu...

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Ketum PPP, Romahurmuziy Terjaring OTT KPK di Jatim

BLOKBERITA, JAKARTA -- Ketua Umum PPP Romahurmuziy terkena operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Seperti dikutip Antara, penangkapan dilakukan di Kantor Wilayah Kemente...

Ruang Kerja Menag dan Sekjen Kemenag di Segel KPK

BLOKBERITA, JAKARTA  -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyegel dua ruangan di Kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Jumat (15/3/2019). Salah satu ruangan yang disegel adalah ruang Mente...

Teroris di Masjid Selandia Baru sudah Rencanakan 3 Bulan Sebelumnya

BLOKBERITA, CHRISTCHURCH -- Pelaku teror di masjid Selandia baru, Brenton Tarrant ternyata sudah merencanakan jauh hari 3 bulan sebelumnya untuk melakukan aksinya di Masjid Al Noor, Christchurch, Se...

Terjerat Narkoba, Andi Arief akan Mundur dari Partai Demokrat

BLOKBERITA, JAKARTA --  Andi Arief terjerat kasus narkoba dan hingga kini masih menjalani proses hukum. Atas kasusnya itu, Andi mengajukan pengunduran diri dari jabatan Wase...

Sebaris Prosa Apologi Sri Mulyani: Kala kamu menuduh aku Menteri Pencetak Utang

BLOKBERITA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menjawab tudingan terhadap dirinya dan pemerintah umumnya terutama soal utang. Isu ini mencuat menjelang Pilpres yang digelar April mendatang. Kubu pena...

IHSG Menguat, Ditutup pada level 0,09%

BLOKBERITA, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mantap menguat pada awal perdagangan hari pertama di bulan Februari, Jumat (1/2/2019). Berdasarkan data Bloomberg, IHSG menguat 0,54% ata...

Facebook

Quotes



















.

.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item