Waspadai Gerakan Teroris Lewat Dunia Maya
https://kabar22.blogspot.com/2016/08/waspadai-gerakan-teroris-lewat-dunia.html
BLOKBERITA -- Awal Agustus 2016, polisi menangkap enam terduga teroris anggota Katibah Gonggong Rebus di Batam. Mereka merencanakan aksi teror ke Singapura. Kelompok ini menggunakan jalur siber untuk direkrut dan merekrut, mengakses materi-materi pelatihan, hingga merencanakan aksi.
Kepala Divisi Humas Polri
Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, saat merencanakan aksi
teror di Singapura, kelompok Katibah Gonggong Rebus (KGR) berkomunikasi
melalui Facebook dengan Bahrun Naim, salah seorang pemimpin sayap
militer Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) asal Indonesia.
Kasus itu menunjukkan bahwa dunia siber telah
menjadi domain baru gerakan teroris. Pemetaan jaringan teroris tidak
lagi selalu harus berkaitan dengan kelompok besar, seperti Al Qaeda atau
NIIS. Ada kelompok-kelompok bahkan individual yang sama radikal dan
berbahayanya yang tercipta hanya lewat interaksi di media sosial.
Tindakan IAH (17) meledakkan sesuatu yang
diduga bom dan melakukan percobaan pembunuhan di Gereja Katolik Stasi
Santo Yosep, Medan, Sumatera Utara, hari Minggu lalu, ditengarai dipicu
oleh video NIIS yang dia tonton, terutama mengenai serangan teror NIIS
di Paris, November 2015.
Seiring dengan waktu dan perkembangan
teknologi, modus kegiatan teroris di dunia siber menjadi kian kompleks.
NIIS dengan efektif menggunakan media sosial untuk merekrut anak-anak
muda. Untuk meningkatkan kemampuan teknis hasil rekrutmen itu juga
dilakukan pelatihan lewat media sosial. Mereka yang berangkat ke Suriah
dan Irak untuk perang kemudian pulang untuk melakukan gerakan yang sama.
Modus yang lain, kelompok-kelompok dan individu
di sejumlah tempat menyatakan kesetiaannya kepada NIIS. Setelah itu
mereka lalu mengadakan aksi/serangan. Meski sebagian dari serangan
kelompok ini umumnya terlihat masih dengan kemampuan rendah,
perkembangannya di masa depan harus diwaspadai.
Pembiayaan
Dalam pertemuan Regional Risk Assessment on
Terrorism Financing 2016 South East Asia and Australia di Bali,
pertengahan Agustus lalu, disebutkan bahwa Indonesia masuk dalam
kategori sangat terancam. Saat ini ada 568 orang Indonesia yang pergi ke
Suriah dan Irak untuk bergabung dengan NIIS. Sebanyak 183 orang di
antaranya telah kembali. Angka ini adalah yang tertinggi dibandingkan
dengan Malaysia dengan 73 orang dan Australia 110 orang yang telah
berangkat ke Suriah dan Irak. Pihak yang berwajib telah mendeteksi ada
11 kelompok teroris yang aktif di Indonesia saat ini.
Topik utama dalam pertemuan tersebut adalah tentang pembiayaan terorisme. Untuk Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
telah mencatat ada transaksi mencurigakan yang diduga terkait kegiatan
terorisme. Transaksi yang nilainya mencapai miliaran rupiah itu termasuk
pengumpulan dan distribusi uang. Banyak dari jalur uang ini dilakukan
via internet.
Ketua Desk Ketahanan dan Keamanan Informasi
Cyber Nasional Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan
Marsekal Muda Agus Barnas mengatakan, salah satu modus pembiayaan
terorisme yang pernah ditemukan adalah malware yang mencuri
uang dari rekening bank nasabah dalam jumlah sangat kecil. Hal ini
dilakukan, misalnya, dengan mengambil uang seorang nasabah sebesar
puluhan rupiah. Oleh karena jumlahnya kecil, nasabah itu tidak menyadari
uangnya diambil. Namun, karena yang diambil adalah uang dari banyak
orang, jumlahnya menjadi tidak lagi kecil. ”Hal ini sudah terjadi di
Indonesia, tapi pelakunya ada di Eropa Timur,” katanya.
Selain rekrutmen, komunikasi dan transaksi
keuangan, dunia maya juga berpotensi jadi medan pertempuran. Januari
2016, Bahrun Naim memasang di blognya komentar yang menyindir Polri. Ia mengomentari berita tentang tim siber Polri yang membombardir situs Bahrun Naim dengan spam—sebanyak mungkin e-mail atau komentar di forum atau kotak masuk e-mail.
Cara ini relatif sederhana untuk mengganggu situs web. Tidak heran,
dikomentari Bahrun dengan kalimat ”Cuman Bisa Nge-spam!”, Bahrun juga
memasang foto yang memberi kesan hasil retasannya ke situs keuangan
Paypal dan kartu kredit. Lepas bahwa akun Paypal itu bernominal 0 dan
atau hasil retasan orang lain, dunia siber sebagai ruang konflik juga
harus diantisipasi.
Gugus tugas
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
Komisaris Jenderal Suhardi Alius menyatakan, pemerintah akan membentuk
gugus tugas untuk menangani terorisme di dunia maya. Gugus tugas ini
beranggotakan kementerian terkait, dengan keanggotaan tetap, dan
memiliki akses langsung kepada menteri.
Gugus tugas ini merupakan langkah maju. Namun,
ada catatan, gugus tugas ini idealnya tidak memandang terorisme siber
sebagai kejahatan yang berdiri sendiri. Konflik di ruang siber selalu
mencakup banyak konteks, termasuk politik, ekonomi, informasi,
teknologi, media, dan ideologi. Batas antara bidang satu dan yang lain
telah kabur. Dunia siber telah mengubah batas tradisional antara perang
dan damai, meniadakan geografi dan jarak, bahkan menipiskan batas antara
aktor negara dan non-negara.
Konflik yang terjadi juga memiliki irisan satu
sama lain. Propaganda di dunia maya, misalnya, bisa terhubung dengan
kejahatan finansial, seperti penyalahgunaan informasi bank hingga
penipuan yang terlihat sepele, seperti ”mama minta pulsa”. Di sisi lain,
infrastruktur vital juga bisa terancam oleh aksi teroris baik via dunia
maya maupun nyata.
Terkait hal itu, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan. Pertama, media sosial yang menjadi tempat berseliwerannya
informasi harus lebih diperhatikan. Pihak otoritas dapat menciptakan
sistem yang menggunakan media sosial sebagai alat kontra propaganda dari
informasi yang tidak diinginkan sekaligus memantau dinamika yang
terjadi.
Kedua, pengamanan informasi terkait kepentingan publik yang dilaksanakan negara harus lebih diperketat.
Ketiga, mengoptimalkan regulasi yang telah ada,
seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Keempat, menyinergikan
instansi swasta yang rentan, seperti perbankan, industri migas, dan
bursa saham dengan sistem keamanan siber yang cepat tanggap. Kelima,
merancang sistem dan pembagian tugas sekiranya terjadi konflik di dunia
siber antara sipil dan militer. Terakhir, yang paling utama adalah
memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang penggunaan internet dan
informasi yang aman dan benar.
Akhirnya, dunia siber adalah dunia yang
terinterkoneksi seperti laut. Semua pihak harus bahu-membahu untuk
menciptakan konsep yang inovatif, strategi dan struktur yang mumpuni,
serta mengadakan teknologi yang mandiri dan adaptif untuk menjaga ruang
siber. (kompas/Edna Pattisina)