Benarkah Arab Saudi Menghancurkan Islam ?

BLOKBERITA -- "Saudi Arabia menghancurkan Islam," keluh Zuhdi Hajzeri. Ia seorang Imam, pemimpin Muslim di Kosovo, negara kecil dengan penduduk sekitar 2.3 juta saja. Populasi Muslim di negara itu sekitar 95 persen.
Sebagai negara baru di tahun 2008, Kosovo negara yang damai, dan sangat toleran. Di negara ini ada patung Bill Clinton. Ada pula toko pakaian wanita dengan nama Hillary. Banyak bayi yang baru lahir di tahun 2000-an bernama Tony Blair. Tiga tokoh ini sangat populer berhubung dengan peran mereka membela Kosovo atas pembunuhan massal Serbia di tahun 1999.
Kini apa yang terjadi? Saudi Arabia datang dengan uang dan paham wahabismenya mengubah mood masyarakat. Begitu banyak uang yang dikirim ke sini. Di balik uang itu ada paham yang mengajarkan intoleransi. Aneka ajaran itu disebarkan melalui begitu banyak publikasi, termasuk video, yang beredar di masyarakat.
Kini 300 orang Kosovo pergi ke Syria berperang untuk ISIS. Muslim di Kosovo menjadi salah satu sumber rekruitmen Islam ektrem global yang semakin sering melakukan kekerasan di aneka wilayah.
Demikianlah info dari kolom provokatif yang ditulis oleh Nicholas Kristof, di New York Times 2 Juli 2016. Kristof lebih jauh menyatakan tak hanya Kosovo, negara mayoritas muslim lain yang sebelumnya sangat damai, seperti Mali, Burkina Faso, dan Nigeria, kini berubah menjadi keras karena ekspor Wahabisme.
Benarkah Wahabisme yang diekspor Saudi Arabia ke manca negara justru telah merusak Islam karena potensi kekerasan di dalam paham itu?

Dr. Yousaf Buff bukan ahli agama. Ia seorang penasehat bagi lembaga keamaan Inggris- Amerika (British American Security InformationCouncil). Ia melihat apa yang ada di lapangan. Kekerasan terorisme global dua puluh tahun terakhir umumnya datang dari tiga organisasi: ISIS, Al-Qaedah dan Taliban.
Ini tiga organisasi yang merupakan pendukung fanatik paham Wahabisme. Ia juga menjadi saksi betapa begitu banyak dana pemerintah Saudi Arabia mengalir kepada tiga organisasi ini. Tak hanya dana tapi juga supply aneka senjata dan alat kekerasan lain.
Sebagai sebuah paham dan interpretasi atas Islam, sebenarnya Wahabisme tidaklah otomatis pro kekerasan dan tidaklah pro terorisme. Paham ini didirikan oleh Mohammed Ibn Abd al Wahhab (1703-92). Awalnya ini ajaran yang sangat puritan mengutamakan tauhid, keesaan Tuhan. Semua kegiatan agama ataupun non-agama yang bisa membuat umat menyembah hal lain di luar Tuhan dengan keras harus dihancurkan.
Memang ada elemen absolutisme dalam paham ini. Namun awalnya absolutisme itu dalam bentuk iman pribadi, bukan absolutisme dalam sistem kemasyarakatan.
Wahabisme sangat dalam dipengaruhi oleh pemikiran Ibn Taymyyah (1263-1328) yang melihat negara bagian dari agama. Ibn Taymyyah juga menolak berkembangnya aneka spekulasi teologi serta filsafat dalam agama.

Sebagaimana paham besar lain, dalam wahabismepun kemudian berkembang spektrum pemahaman. Ajaran yang menolak kekerasan dan terrorisme dalam Wahabisme justru adalah mainstream, yang diwakili, antara lain, oleh grand mufti Imam masjid Mekkah.
Ia secara jelas menyatakan: Semua kekerasan dan terorisme itu bukan bagian dari Islam! Ini pernyataan yang jujur dan tegas atas pemahamannya terhadap Islam melalui paham Wahabisme.
Namun di ujung lainnya, Wahabisme juga melahirkan ekstrimis yang diwakili Taliban, Al-Qaedah, ISiS. Ini tiga organisasi yang tumbuh juga dipenuhi oleh jargon keislaman. Setiap kali aksi kekerasan, termasuk bom bunuh diri, tak jarang didahului oleh teriakan Allahu Akbar.
Lebih problem lagi, baik Al-Qaedah ataupun ISIS juga digunakan oleh negara barat dalam pertarungan geopolitiknya. Video Hillary Clinton beredar luas ketika ia mengatakan kita (Amerika) ikut menciptakan Al Qaedah dan ISIS. Kita ikut melatih mereka, mengirimkan dana untuk mereka, dan mensupply aneka senjata.

Dengan data di atas, tidak sepenuhnya benar klaim Arab Saudi merusak Islam. Dalam mayoritas tindakannya, Arab Saudi justru menjaga dan memelihara perkembangan Islam. Mekkah dan Madinah tetap bertahan sebagai pusat ritual Islam dunia karena peran besar Arab Saudi.
Namun benar pula terjadi ekstrimisasi dalam ajaran Wahabisme. Pandangan absolutisme dalam Wahabisme sangat mudah "digelincirkan" oleh mereka yang pro "kekerasan" untuk menafikkan keberagaman yang merupakan inti dari peradaban modern. Pemerintah Arab Saudi harus pula menyadari bahwa mereka tak bisa lepas tangan atas ekstrimisasi itu.
Oleh kepentingan geopolitik, bahkan oleh negara barat sekalipun, ajaran ini mudah diterjemahkan ke dalam aneka kegiatan militer. Awalnya hanya untuk pertarungan geopolitik. Namun tak lagi bisa dikontrol, kini ISIS, Al-Qaedah berjalan secara otodidak, independen dan memiliki agendanya sendiri.
Kini sudah lebih dari 10 tahun sang anak (Al-Qaedah dan ISIS) melukai para ibu yang ikut melahirkan mereka. Amerika terkena bom teror 11 september oleh Al-Qaeda. Bom meledak pula di Madina oleh ISIS. Para ibu mulai menghardik anak yang ikut dilahirkannya.
Arab Saudi tak bisa pula mencuci tangan soal kontribusinya bagi pertumbuhan Al-Qaedah dan ISIS. Ia tercatat ikut membantu pertarungan geopolitik yang melahirkan Al-Qaedah dan ISIS.

Saatnya pemerintah Arab Saudi merubah haluan. Hanya menggelontorkan dana dalam jumlah besar dalam rangka ekspor wahabisme ke manca negara, ternyata membawa ekses lahirnya ekstrimisme Islam. Walau tak harus berujung pada terorisme, ekstrimisme juga melahirkan kekerasan kultural yang tak toleran kepada perbedaan pandangan.
Arab Saudi harus membuka mata bahwa aneka negara yang mayoritas penduduknya muslim sangat beragam. Hanya mensuplai wahabisme bagi keberagaman itu tak lagi produktif.
Indonesia contoh yang baik. Di negara ini sudah ada NU dan Muhammadiyah. Dua organisasi ini tumbuh mewarnai dan diwarnai oleh keberagaman Indonesia selama 105 tahun (muhammadiyah) dan 100 tahun (NU). Islam yang dikembangkan NU dan Muhammadiyah lebih pas dan sudah menyatu dengan kultur Indonesia.
Daripada Pemerintah Saudi Arabia mengekspor uang dalam jumlah besar untuk menyebarkan Wahabisme, jauh lebih produktif jika dana itu dikerja samakan dengan NU dan Muhammadiyah. Dua lembaga ini diberikan otoritas untuk mengembangkan Islam sesuai dengan tradisi seratus tahun lebih, yang sudah teruji.
Hal yang sama bisa diterapkan oleh Saudi Arabia kepada negara muslim yang lain.
Kebijakan baru ini niscaya akan merubah wajah Islam dunia. Ini niscaya sebuah revolusi kebijakan yang akan berdampak sangat besar?
Pertanyaannya: apakah pemerintah Saudi Arabia punya reformer, punya raksasa untuk mengubah haluan kebijakan Wahabismenya? Ataukah Saudi Arabia hanya bisa melakukan "politics as usual," yang pada gilirannya revolusi akan dipaksakan dari luar kepada pemerintah Arab Saudi sendiri?
Semoga kita tak menyaksikan lebih banyak bom lagi yang meledak di Madina atau Mekkah yang bisa memaksa Arab Saudi melakukan revolusi kebijakan. (Denny JA/inspirasi.co)
View

Related

OPINI 347705653789423421

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item