Waspadalah ! Indonesia Darurat Lesbian, Gay, Biseks dan Transgender
https://kabar22.blogspot.com/2016/02/waspadalah-indonesia-darurat-lesbian.html
BLOKBERITA -- Lesbian, gay, biseks dan transgender atau biasa disingkat LGBT mungkin masih terdengar asing bagi masyarakat umum. Agar eksistensi kelompok ini bisa diterima publik, mereka menggunakan istilah yang umum sebagai identitas, yaitu pelangi.
“ Di Barat, kata pelangi atau rainbow menjadi identik dengan gerakan LGBT ini, sementara di Indonesia kita bisa jumpai Arus Pelangi yang mengusung LGBT,” papar Rita Soebagio M.Si, Sekjen dari Aliansi Cinta Keluarga (AILA) dalam acara training for trainers “Feminisme dan Kesetaraan Gender dalam Perspektif Islam” di AQL Islamic Center, Tebet Jakarta (27/01/2014)
Masih menurut Rita, umat Islam di Indonesia perlu waspada terhadap perkembangan LGBT. Bahkan menurutnya Indonesia berstatus darurat LGBT. Perkembangan pelaku LGBT di Indonesia begitu pesat, bahkan dari data yang diperoleh, di Cirebon terdapat sekitar 500 orang remaja homoseksual. Bisa dibayangkan kota kecil seperti Cirebon saja sudah sebanyak itu.
“ Selain meningkatnya pelaku, beberapa survey juga menunjukkan bahwa perlahan-lahan masyarakat kita semakin toleran terhadap pelaku LGBT ini,” jelasnya.
Fakta menarik lainnya adalah bahwa pengguna jejaring sosial yang khusus dipakai untuk kaum homoseks kebanyakan berasal dari Indonesia.
“ 81 ribu orang dari Indonesia tercatat dalam situs jejaring sosial khusus homoseks, dan itu adalah jumlah terbesar jika dibandingkan dengan negara-negara lain,” ungkap Rita.
Walau arus gerakan LGBT ini begitu massif, Magister Kajian Islam dan Psikologi UI itu juga memaparkan data bahwa masyarakat Indonesia sendiri masih memberi resistensi yang cukup kuat terhadap gerakan ini.
“ Menurut PEW research, 93% penduduk Indonesia tidak setuju dengan LGBT, sementara 40 negara dengan mayoritas muslim juga menolak LGBT,” pungkasnya.
KPI: Jangan Beri Ruang Gerak untuk LGBT
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melihat fenomena Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) secara serius. Pihaknya pun mengimbau kepada media untuk tidak memberi ruang kepada praktek dan promosi LGBT.
" KPI mengimbau media untuk tidak memberi ruang terhadap praktek, gaya hidup, serta promosi LGBT," ujar Komisioner KPI, Agatha Lily ketika berbincang melalui sambungan telefon kepada Okezone, Rabu (10/2/2016).
Lily pun mengungkapkan bahwa KPI ada di garda terdepan dalam menyelamatkan generasi bangsa dari promosi LGBT, melihat media sekarang, baik elektronik, cetak dan online berpotensi untuk mendorong praktek LGBT menjadi hal yang lumrah ketika sering ditampilkan.
" Kita punya Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Pasal 37 Ayat 4a yang menegaskan untuk tidak menayangkan perilaku yang menyimpang dari aspek sosial sehingga membuatnya menjadi sesuatu yang lumrah untuk dilakukan," tutur Lily.
Dalam pemberitaan, sambung Lily, peran media pun bisa jadi sangat vital. Baik sengaja mau pun tidak, media diharapkan untuk tidak mempublikasikan kasus yang berkaitan dengan seksualitas atau pun norma yang menyimpang secara vulgar dan terkesan memojokan.
" Selama itu tidak ada putusan hukum, harap kasus seperti itu jangan terlalu dieksploitasi bahkan sampai disebutkan prakteknya disertai dengan kata-kata vulgar. Gunakan asas praduga tak bersalah, misalkan wajah diblur, nama diinisialkan dan tidak menjelaskan praktek yang dilakukan oleh pelaku secara gamblang," jelas Lily. [bass/okezon/Islampos]
“ Di Barat, kata pelangi atau rainbow menjadi identik dengan gerakan LGBT ini, sementara di Indonesia kita bisa jumpai Arus Pelangi yang mengusung LGBT,” papar Rita Soebagio M.Si, Sekjen dari Aliansi Cinta Keluarga (AILA) dalam acara training for trainers “Feminisme dan Kesetaraan Gender dalam Perspektif Islam” di AQL Islamic Center, Tebet Jakarta (27/01/2014)
Masih menurut Rita, umat Islam di Indonesia perlu waspada terhadap perkembangan LGBT. Bahkan menurutnya Indonesia berstatus darurat LGBT. Perkembangan pelaku LGBT di Indonesia begitu pesat, bahkan dari data yang diperoleh, di Cirebon terdapat sekitar 500 orang remaja homoseksual. Bisa dibayangkan kota kecil seperti Cirebon saja sudah sebanyak itu.
“ Selain meningkatnya pelaku, beberapa survey juga menunjukkan bahwa perlahan-lahan masyarakat kita semakin toleran terhadap pelaku LGBT ini,” jelasnya.
Fakta menarik lainnya adalah bahwa pengguna jejaring sosial yang khusus dipakai untuk kaum homoseks kebanyakan berasal dari Indonesia.
“ 81 ribu orang dari Indonesia tercatat dalam situs jejaring sosial khusus homoseks, dan itu adalah jumlah terbesar jika dibandingkan dengan negara-negara lain,” ungkap Rita.
Walau arus gerakan LGBT ini begitu massif, Magister Kajian Islam dan Psikologi UI itu juga memaparkan data bahwa masyarakat Indonesia sendiri masih memberi resistensi yang cukup kuat terhadap gerakan ini.
“ Menurut PEW research, 93% penduduk Indonesia tidak setuju dengan LGBT, sementara 40 negara dengan mayoritas muslim juga menolak LGBT,” pungkasnya.
KPI: Jangan Beri Ruang Gerak untuk LGBT
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melihat fenomena Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) secara serius. Pihaknya pun mengimbau kepada media untuk tidak memberi ruang kepada praktek dan promosi LGBT.
" KPI mengimbau media untuk tidak memberi ruang terhadap praktek, gaya hidup, serta promosi LGBT," ujar Komisioner KPI, Agatha Lily ketika berbincang melalui sambungan telefon kepada Okezone, Rabu (10/2/2016).
Lily pun mengungkapkan bahwa KPI ada di garda terdepan dalam menyelamatkan generasi bangsa dari promosi LGBT, melihat media sekarang, baik elektronik, cetak dan online berpotensi untuk mendorong praktek LGBT menjadi hal yang lumrah ketika sering ditampilkan.
" Kita punya Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Pasal 37 Ayat 4a yang menegaskan untuk tidak menayangkan perilaku yang menyimpang dari aspek sosial sehingga membuatnya menjadi sesuatu yang lumrah untuk dilakukan," tutur Lily.
Dalam pemberitaan, sambung Lily, peran media pun bisa jadi sangat vital. Baik sengaja mau pun tidak, media diharapkan untuk tidak mempublikasikan kasus yang berkaitan dengan seksualitas atau pun norma yang menyimpang secara vulgar dan terkesan memojokan.
" Selama itu tidak ada putusan hukum, harap kasus seperti itu jangan terlalu dieksploitasi bahkan sampai disebutkan prakteknya disertai dengan kata-kata vulgar. Gunakan asas praduga tak bersalah, misalkan wajah diblur, nama diinisialkan dan tidak menjelaskan praktek yang dilakukan oleh pelaku secara gamblang," jelas Lily. [bass/okezon/Islampos]