Pengamat: Penghapusan Status Persero BUMN Supaya Pemerintah Bisa Jual Saham Tanpa Izin DPR

BLOKBERITA, JAKARTA -- Rencana pembentukan induk usaha (holding) pertambangan memasuki babak baru. Ini ditandai rencana penghapusan status persero pada tiga BUMN pertambangan.

Ketiga BUMN tersebut adalah PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Timah (Persero) Tbk. Rencana tersebut akan dibahas pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Rabu, 29 November 2017 mendatang.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyebutkan, perubahan status tiga BUMN itu menjadi non persero merupakan upaya swastanisasi pemerintah terhadap perusahaan milik negara. Agus mendesak pemerintah mengevaluasi ulang wacana penghapusan status persero pada 3 BUMN itu.

" Ini upaya oknum negara bisa bebas jual saham tanpa izin DPR. Saya sudah berupaya mencegahnya dengan mengajukan judicial review ke MA bersama Pak Mahfud MD, tapi kalah," kata Agus dalam pernyataannya, Selasa (14/11/2017).

Sebagai informasi, pemerintah menjadikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 tahun 2016 sebagai landasan dalam menghapus status Persero pada Antam, Bukit Asam dan Timah. Padahal, menurut Agus, implementasi rencana holding BUMN sendiri bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Terlebih ketika PT Indonesia Asahan Aluminium/Inalum (Persero) akan ditunjuk sebagai induk usaha 3 BUMN tersebut.

Agus pun mengingatkan agar DPR segera bereaksi terhadap rencana yang dianggapnya akan berujung pada hilangnya campur tangan DPR ketika ada aset negara yang dijual.
"Penjualan atau holding atau privatisasi BUMN ujung-ujungnya supaya penjualan aset tidak perlu atas pesetujuan DPR. Ketua Komisi VI harus tegas," sebut Agus.

Alasan Menteri BUMN Lakukan Holding BUMN Tambang

Menteri BUMN Rini Soemarno menargetkan pembentukan holding tambang dan migas dapat terwujud tahun 2017 ini.
Adapun PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) alias Inalum akan menjadi induk dan membawahi PT Tambang Batu Bara Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk, dan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk.
"Kita itu pada dasarnya mengambil kekayaan dari tanah atau bumi. Tentunya yang harus coba kita lakukan adalah bagaimana kita meningkatkan nilai seoptimal mungkin," kata Rini, dalam acara "Satu Meja Eksklusif" yang ditayangkan di Kompas TV, Senin (23/10/2017) malam.
Selama ini, peningkatan nilai dari perusahaan BUMN sektor tambang masih lemah. Selain itu, proses hilirisasi juga tidak terjadi.
Dengan demikian, BUMN tambang ini melakukan penambangan sendiri-sendiri. Rini mengungkapkan, holding akan membuat efisiensi dalam penambangan.
"Kemudian yang utama bahwa holding company harus melakukan hilirisasi. Seperti bauksit itu bahan baku dari aluminium, nah kalau aluminium diproses dan kemudian jadi, umpamanya jadi frame pintu atau komponen mobil, nilai tambah bisa 32 kali," kata Rini.
Rini menyebut, instansinya mesti terus melakukan sosialisasi pembentukan holding company kepada masyarakat.
Khususnya kepada karyawan dan manajemen perusahaan BUMN tersebut. Rini menegaskan tidak akan ada perbedaan yang terjadi setelah perusahaan tergabung dengan lainnya.
Justru holding company membuat biaya semakin efisien. Selain itu, Rini berharap, holding company dapat semakin meningkatkan keuntungan.
"Inilah yang kami lakukan, sosialisasi dan ini sudah terselesaikan, semua sudah sangat mendukung. Dari sisi regulator, masyarakat, maupun dari dalam (internal)," kata Rini.

Rini sebelumnya menginginkan adanya 6 holding BUMN. Yakni holding energi, tambang, perbankan, perumahan, pangan, dam konstruksi.
Rini menginginkan holding energi dan tambang yang terbentuk terlebih dahulu dibanding yang lainnya. Sebab, holding tambang juga ditugaskan mengambil alih 51 persen saham PT Freeport Indonesia. 

Kendali Pemerintah Double Cover

Sementara itu Direktur Utama PT Bukit Asam (Persero) Tbk Arviyan Arifin menegaskan, pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertambangan tidak akan menghilangkan kendali negara terhadap perusahaan pelat merah. Pasalnya, masih ada saham dwiwarna atau seri A milik pemerintah di perusahaan BUMN tersebut.

Adapun komposisi saham dari perusahaan BUMN yang masuk dalam holding BUMN pertambangan antara lain, PT Inalum (Persero) 100% milik negara, PT Bukit Asam (Persero) Tbk 65% milik negara, PT Timah (Persero) Tbk 65% milik negara, dan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk 65% milik negara. Dengan holding BUMN tambang, maka saham negara yang ada di Timah, Bukit Asam, dan Antam akan di inbrengkan ke Inalum.

"Setelah ada rencana untuk membikin holding, dan bila kita laksanakan di 29 November, maka Antam, Bukit Asam dan Timah itu masing-masing 65% dimiliki Inalum. Siapa pemilik Inalum? Masih 100% pemerintah Indonesia. Jadi dalam hal ini, kita lihat, dari sisi kepemilikan, hanya ada inbreng saham milik pemerintah yang tadinya langsung di Bukit Asam, Antam dan Timah, lalu di-inbreng-kan ke Inalum," katanya di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (24/11/2017).

Untuk proses inbreng saham ini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2017 tentang Tata Cara Pembentukan Penyertaan Saham Pemerintah dalam Perusahaan Negara, yang melengkapi PP 72 tahun 2016.

Menurutnya, pembentukan holding ini justru akan membuat kendali pemerintah terhadap BUMN menjadi double. Sebab, selain saham seri A yang ada di Inalum, pemerintah juga memiliki saham seri A di tiga BUMN tambang lainnya yang akan jadi anak usaha Inalum.

"Jadi, walau 65% dialihkan, tetap ada saham pemerintah serie A satu lembar, yang kita sebut saham dwiwarna. Jadi kendali pemerintah terhadap Antam, Bukit Asam, Timah dan Freeport itu double cover. Pertama melalui Inalum yang 100% milik negara, kemudian ditambah lagi melalui satu lembar saham dwiwarna. Jadi sudah double kepemilikan pemerintah ini," terang Arviyan.

[ bazz / kmps /tribun /dtc / sindonews ]
View

Related

HEADLINES 2374439292624923362

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item