Fahri Hamzah: Menterinya Jokowi-JK Harusnya Mundur Semua !


BLOKBERITA, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah berpendapat bahwa menteri-menteri Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla seharusnya mundur dari jabatannya masing-masing.

Pendapat tersebut disampaikan Fahri menyikapi jatuhnya korban jiwa pemudik Lebaran 2016 saat kemacetan parah.

" Pemerintahan Jokowi-JK harusnya tahun ini menterinya mundur semuanya. Saya katakan secara keras karena ini masalah nyawa warga negara," ujar Fahri melalui siaran pers, Kamis (7/7/2016).

Ada beberapa hal dari kinerja pemerintah soal mudik yang menjadi sorotan Fahri, misalnya, mengatasi kemacetan.

Menurut dia, kemacetan saat arus mudik selalu berulang setiap tahun. Padahal, ia yakin ada langkah antisipasinya.

" Kalau kita melakukan hal yang sama setiap tahunnya, tapi mengharapkan hasil yang beda, ini kegilaan pemerintah. Seperti tidak tahu jalan keluar," ujar politisi yang dipecat PKS itu.

Menurut Fahri, teknologi seharusnya dimanfaatkan. Ia yakin kemajuan teknologi bisa menjadi solusi mengatasi kemacetan yang terus berulang setiap tahun.

" Ada (aplikasi) Waze yang setiap saat bisa melihat kemacetan. Pemerintah bisa melacak dengan teknologi dan menghitung semuanya yang ada sehingga tidak berkumpul di satu titik pada saat yang sama," ujar dia.

Selain itu, pemerintah seharusnya mempunyai teknologi untuk melacak kendaraan selama lima tahun ke depan agar dapat memprediksi jumlah pemudik yang menggunakan mobil atau sepeda motor pribadi.

Dengan begitu, pemerintah dapat menerapkan kebijakan lalu lintas yang tepat demi menghindari kemacetan.

" Jadi berapa mobil yang akan pulang setahun sampai lima tahun ke depan bisa dilacak. Pemerintah jadi bisa mengalkulasi jumlah kendaraan dan jumlah ruang jalan sehingga ada solusi," ujar Fahri.

Sebanyak 18 pemudik meninggal dunia selama arus mudik Lebaran, sejak 29 Juni hingga 5 Juli 2016 di wilayah Kabubaten Brebes, Jawa Tengah.

Sebagian dari korban tersebut meninggal saat kemacetan parah.

Kepala Pusat Krisis Kemenkes RI Achmad Yurianto melalui keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan para korban meninggal dunia.

" Kelelahan dan kekurangan cairan dapat berdampak fatal, terutama untuk kelompok rentan seperti anak-anak, orangtua, dan mereka yang memiliki penyakit kronis (hipertensi, diabetes, atau jantung)," ujar Yurianto.

" Ditambah kondisi kabin kendaraan yang kecil, tertutup, dan pemakaian AC yang terus-menerus. Hal ini akan menurunkan kadar oksigen dan meningkatkan CO2," jelasnya.

Absurd, 7 Jam Tak Bergerak

Rekayasa lalu lintas yang diterapkan Kepolisian Resor (Polres) Brebes yang mengarahkan kendaraan pemudik selepas pintu keluar Tol Brebes Timur ke kiri dan berputar di pasar induk, dinilai salah kaprah dan merugikan pemudik.

Pasalnya, karena rekayasa lalu lintas itulah, kendaraan menumpuk di Jalan Tol Pejagan-Pemalang ruas Pejagan Brebes Timur.

Sutrisno, pemudik yang berdomisili di Cibubur Residence, Cibubur, mengungkapkan kekesalannya kepada Tim Merapah Trans Jawa kompas.com.

Menurut dia, rekayasa lalu lintas yang ditempuh Polres Brebes tidak beralasan dan mengada-ngada.

Sudah tujuh jam dia beserta istri, Rina Febriani dan dua putrinya, harus menghabiskan waktunya di ruas jalan tol sepanjang 20 kilometer tersebut.

Mereka berangkat dari rumah pukul 11.30 WIB. Tiba di Pejagan pukul 17.00 WIB, namun sampai jarum jam menunjuk angka 00.20 WIB, mereka masih berada di Km 266 ruas Pejagan-Brebes Timur.

" Ini absurd, tujuh jam tak bergerak di Tol Brebes Timur," ujar Tris, panggilan akrabnya.

Itu artinya, Tris dan keluarga terpaksa harus bersabar lebih lama, dan butuh melewati 6 kilometer lagi untuk keluar dari Tol Brebes Timur.

" Sepertinya ada yang salah dengan rekayasa lalu lintas ini. Saya sampai ditelpon pihak hotel dua kali. Mereka menanyakan kapan kami sampai di hotelnya untuk transit," kisah Tris.

Antrean Mobil Sepanjang 23 Km

Padatnya volume arus lalu lintas yang melintasi jalan lintas utara Jawa dari arah barat menuju timur, mendorong Kepolisian Resor Kota Brebes melakukan rekayasa lalu lintas sebanyak dua kali pagi dan sore pada Sabtu (2/7/2016).

Tak pelak, rekayasa lalu lintas tersebut berdampak pada tersendatnya arus kendaraan di Jalan Tol Pejagan-Pemalang ruas Pejagan-Brebes Timur.

Dari pantauan Tim Merapah Trans Jawa, antrean kendaraan terjadi sepanjang 23 kilometer, mulai dari pintu keluar Tol Brebes Timur atau KM 272 hingga KM 249.

Sementara dari arah sebaliknya, Brebes Timur menuju Jakarta justru sangat lengang. Hanya satu dua kendaraan yang melintasi jalur ini.

KBO Satlantas Polres Brebes Iptu Suharti mengatakan rekayasa lalu lintas berupa contra flow dan sistem satu arah (SSA) di beberapa ruas jalan, diberlakukan untuk mengatasi kemacetan pada H-4 Lebaran meningkat 200 persen dibanding Jumat (1/7/2016).

" Kami lakukan rekayasa sebanyak dua kali pagi sejak pukul 09.00 WIB dan siang pukul 12.00 WIB hingga menjelang sore," ujar Suharti.

Dia menjelaskan, pemudik dari arah Jakarta diarahkan ke kiri untuk memasuki kota Brebes dan kemudian memutar balik menuju arah timur.

Hal ini dilakukan, kata Suharti, supaya lalu lintas di pintu keluar Tol Brebes Timur yang berbatasan dengan jalur lintas utara Jawa, cair.

" Karena itu, kami mengarahkan pemudik supaya 'menikmati' dahulu panorama Kota Brebes untuk kemudian selama sekitar 10-15 menit kembali melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan masing-masing," tambah Suharti.

Hingga berita ini diturunkan tersumbatnya arus lalu lintas di ruas tol dengan tarif  Rp 20.000 ini belum bisa diatasi.

[ mrhill / kmpscom ]

View

Related

NASIONAL 5823118646934703443

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item