'The Bangkalan Gate', Fuad Amin Hobi Beli Tanah Hektaran

Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan 27 saksi terkait kasus suap jual-beli gas alam di Bangkalan yang membelit Fuad.
Dari 27 orang saksi tersebut, tidak semuanya fasih berbahasa Indonesia, sehingga JPU menghadirkan Agus Ramdani sebagai penerjemah Bahasa Madura.
Salah satu saksi bernama Yana Gehendra menuturkan, Fuad Amin kerap membeli tanah saat aktif menjabat Bupati Bangkalan. Namun, dalam akta jual beli (AJB), harga yang dicantumkan jauh lebih murah.
Yana Gehendra mengakui, dirinya pernah menjual tanah seluas 8.480 meter persegi di Desa Mlajah, Jalan R.E. Martadinata, Bangkalan kepada Fuad Amin.
"Rp 1,144 miliar. Ditransfer melalui bank," kata Yana saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.
Dia menuturkan, walau harga jualnya mencapai Rp 1,144 miliar, dalam AJB hanya dicatat Rp 120 juta. Kepemilikan tanah dalam pencatatan notaris, menurutnya, diatasnamakan Siti Masnuri. "Atas nama istri bapak Fuad," jelasnya.
Hal yang sama juga dialami saksi lainnya bernama Romailah. Dalam kesaksiannya, dia mengaku pernah menjual tanah tahun 2008 seluas 234 meter persegi di Desa Mertajasah, Kecamatan Bangkalan, seharga Rp 175 juta kepada Fuad Amin.
Namun, lagi-lagi, dalam AJB harga tanah tersebut dibuat lebih murah. Yakni, seharga Rp 15 juta. "Karena rumah saya yang baru sudah jadi, saya kasih pelang (dijual). Orangnya Pak Fuad ke rumah melihat," ucap dia.
Tak hanya mereka berdua, Sandrawati Iwakusuma juga mengaku menjual tanah 1 hektar di Kelurahan Mlajah seharga Rp 1,3 miliar kepada Fuad. Lagi-lagi, kepemilikannya diatasnamakan Siti Masnuri.
"Hari Sabtu saya terima uang, hari Senin ke notaris dan saya tanda tangan akta jual beli," kata Sandrawati.
Namun, Sandrawati mengaku tidak ingat soal harga tanah yang tercatat di AJB hanya Rp 110 juta. "Lupa sudah," ujar dia.
Selain itu, ada juga penjualan tanah seluas 856 meter persegi milik MThoib di Desa Mertajasah, Bangkalan. Tanah dijual seharga Rp 856 juta.
"Harganya Rp 1 juta per meter," sebut Thoib.
Diketahui pula bahwa ajudan Fuad Amin, Abdul Aziz mempunyai rekening di Bank Mandiri Surabaya Damo Pakuon yang berisi Rp 5.106.346.577 (Rp 5,1 miliar).
Hal itu diutarakan bekas Kepala Cabang Bank Mandiri Damo Pakuon, Surabaya, Lusi Agustina. "Ada satu rekening. Tapi saya kurang hapal nomor rekeningnya," kata Lusi.
Lusi menuturkan, Abdul Aziz sempat membuka rekening sebelum ia bekerja di Bank Mandiri Damo Pakuon, yakni tahun 2012. "Saya baca data itu, hasil dari print transaksi ada setoran tunai, tapi bukan di cabang kami, di cabang lain," katanya.
Seperti diketahui, dalam dakwaan ketiga, Fuad Amin melakukan tindak pidana pencucian uang pada periode 2003-2010. Dugaan TPPU itu dilakukan dengan cara menempatkan harta kekayaan di penyedia jasa keuangan dengan saldo akhir Rp 904,391 juta, serta membayar asuransi jiwa senilai Rp 6,979 miliar.
Kemudian membayar pembelian kendaraan bermotor Rp 2,214 miliar, membayar pembelian tanah dan bangunan Rp 42,425 miliar, yang diduga hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan tugas dan jabatannya selaku Bupati Bangkalan.
Meski punya aset kekayaaan dengan nilai puluhan miliar, pendapatan resmi Fuad Amin selaku Bupati Bangkalan, menurut penuntut, pada Maret 2003-September 2010 seluruhnya hanya Rp 3,690 miliar.
Hal itulah yang memunculkan kecurigaan bahwa Fuad Amin melakukan TPPU. Sebab, selain pendapatan sebagai Bupati Bangkalan, menurut penuntut, Fuad Amin tidak memiliki penghasilan lain.
Rampas Hartanya Supaya Pejabat Lain Berpikir
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPRPolitisi Partai Hanura, Syarifuddin Sudding berharap KPK menuntaskan kasus suap jual beli gas alam serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Fuad Amin Imron.
Menurutnya, jika Fuad terbukti melakukan kesalahan selama menjabat Bupati dan Ketua DPRD Bangkalan, maka hukumannya harus maksimal.
Terutama, sambungnya, merampas semua harta milik Fuad yang terbukti berasal dari tindak pidana korupsi. Hal itu, menurutnya, harus dilakukan KPK agar menjadi contoh bagi yang lain.
"Supaya pejabat lain berpikir, nanti jerih payahnya yang berasal dari korupsi akan dirampas," tuturnya.
Dia pun mendesak KPK agar menelisik siapa lagi yang terlibat dalam kasus tersebut. Lantaran, kasus ini hanya berkutat pada Fuad Amin dan pejabat PT Media Karya Sentosa (MKS).
Dengan kata lain, beber dia, jaksa hendaknya tidak melulu fokus pada modus bagaimana suap diberikan. Sebab, menurutnya, sifat penuntasan perkaranya hanya sementara. "Karena hanya mengusut keterlibatan penyuap dan orang yang disuap," tandasnya.
Padahal, menurutnya, yang dibutuhkan dalam pengungkapan perkara adalah bagaimana menjawab persoalan secara global. "Sehingga, masalahnya bisa selesai secara menyeluruh, tidak sepenggal-sepenggal," ucapnya.
Sudding menambahkan, kasus tersebut jangan berhenti pada tersangka yang sudah ada saat ini. Sebab, katanya, selain petinggi PT MKS Antonius Bambang Djatmiko, Fuad Amin dan Abdul Rauf (ajudan Fuad), diduga masih ada pelaku lain yang bebas berkeliaran.
"Jadi, jangan berhenti pada tersangka yang ada saat ini saja. Kalau mengarah adanya tersangka lain, ya harus dikembangkan," tutupnya.
Sarankan KPK Jerat yang Ikut Bantu TPPU
Boyamin Saiman, Koordinator MAKIKoordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, KPK harus menjerat semua pihak yang membantu Fuad Amin Imron dalam praktik suap jual-beli gas alam.
Menurutnya, fakta persidangan yang menyebutkan adanya akta jual beli (AJB) dengan harga yang diduga direkayasa, adalah salah satu bentuk indikasi konspirasi dalam menyembunyikan harta kekayaan Fuad. Harta kekayaan yang menurut KPK berasal dari korupsi.
"Perlu ditelusuri supaya jelas, apakah ada yang membantu terdakwa membuat AJB itu. AJB itu palsu atau tidak," katanya.
Boyamin berharap, setiap orang yang berusaha membantu Fuad Amin dalam menyembunyikan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana korupsi, tidak terlepas dari pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Karena peran mereka dalam kasus ini cukup penting, jadi sudah seharusnya ikut dijerat pasal TPPU jika cukup alat bukti," tegasnya.
Selain itu, menurutnya, KPK perlu mengembangkan kasus suap jual beli gas alam itu ke berbagai arah. Menurutnya, selain fokus terhadap tersangka yang sudah ada, penyidik perlu mencari dugaan keterlibatan pihak lain.
Boyamin pun mengingatkan, jangan sampai ada yang cuci tangan dalam kasus tersebut. Sebab, menurutnya, Antonius Bambang Djatmiko selaku Human Resource Development PT MKS, diduga tidak mengambil keputusan sendirian.
Dia mempertanyakan, apakah mungkin Antonius menyuap Bupati Bangkalan berdasarkan kemauannya sendiri. "Siapa pun yang terlibat harus ikut bertanggung jawab," pngkasnya.
[ baz/rmol ]