Siapa yang Jadi "Sekoci Penyelamat" Jokowi-JK ?



BLOKBERITA -- Menyimak hasil laporan survei Litbang Kompas dan liputan tematis satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla di harian Kompas dalam dua hari terakhir, tampak jelas bahwa ada banyak penurunan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Survei Litbang Kompas terhadap 1.200 responden periode Januari 2015-Oktober 2015 dengan sampling error plus minus 2,8 menunjukkan kepuasan umum terhadap kinerja pemerintahan cenderung menurun, meskipun secara angka mereka yang puas lebih dominan, 54,2 persen berbanding 43,8 persen.

Bidang politik dan kesejahteraan sosial menjadi bidang yang paling memuaskan meski kinerjanya mengalami penurunan apresiasi. (Kompas, 20/10/2015). Sementara bidang hukum dan ekonomi adalah yang paling mengalami penurunan signifikan.

Namun, secara umum tampaknya selalu ada "sekoci penyelamat" yang bisa digunakan Jokowi-Kalla untuk mengarungi gelombang.

Ternyata, ada kelas masyarakat tertentu yang secara konsisten memberi nilai bagus di semua bidang untuk pemerintahan Jokowi-Kalla.

Dalam tulisan di harian Kompas, "Pemberantasan Korupsi Jadi Ganjalan" di http://bit.ly/surveikps4 dan "Masa Sulit Belum Terlewati" di http://bit.ly/1thjokowijk tampak jelas bahwa masyarakat kelas bawah-bawah menjadi modal dasar pemerintahan Jokowi-Kalla.

Tak berlebihan jika mereka inilah tambang reputasi baik untuk Jokowi-Kalla. Mereka inilah yang bisa berperan sebagai "sekoci penyelamat" bagi reputasi baik Jokowi-Kalla.

Kelas bawah-bawah berarti rumah tangga dengan pengeluaran rumah tangganya kurang dari Rp 1 juta per bulan, dan kelas atas adalah rumah tangga dengan pengeluaran di atas Rp 4 juta per bulan.

Di tengah-tengah kelompok tersebut ada kelas bawah (pengeluaran Rp 1 juta - Rp 2 juta) dan kelas menengah (pengeluaran Rp 2 juta - Rp 4 juta).

Kinerja dalam memberantas korupsi adalah bidang yang memilukan, hanya 49,6 persen masyarakat kelas bawah-bawah yang mengaku tidak puas dan 48,8 persen mengaku puas.

Untuk masyarakat bawah, 55,5 persen tidak puas dan 43,8 persen puas.

Di kelas menengah, 56,4 persen tidak puas dan 43,2 persen puas. Bandingkan dengan kelas atas, sebanyak 64,8 persen mengaku tidak puas, dan hanya 35,2 persen puas.

Makin tinggi penghasilannya, makin tidak puas merasakan kinerja pemerintahan dalam bidang pemberantasan korupsi. Di bidang lain, polanya mirip. Masyarakat atas adalah kelompok yang biasanya kritis, karena itu angka tersebut tak bisa dianggap remeh. Jokowi-Kalla ternyata masih punya "sekoci" lain selain kelompok masyarakat bawah.

Pada tulisan "Konsolidasi Politik Menjadi Tumpuan", di harian Kompas edisi Selasa (20/10/2015) atau bisa disimak di http://bit.ly/surveikps2, tingkat kepuasan publik pada kinerja bidang politik termasuk tinggi, mencapai 67,9 persen, walaupun jika dibandingkan dengan sembilan bulan lalu turun dari angka 71 persen.

Jokowi-Kalla juga memiliki kemampuan menangani dinamika elite politik. Modal pengelolaan konflik di tingkat elite itulah yang mengantarkan apresiasi positif.

Indikatornya yaitu semakin cairnya hubungan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), yang menjadi pendukung pemerintah, dengan Koalisi Merah Putih (KMP), yang memilih berada di luar pemerintahan. (Kompas, 20/10/2015)

Walaupun banyak mengalami penurunan tingkat kepuasan, penolong Jokowi-Kalla di masa depan adalah lebih dari separuh responden (62,7 persen) yang meyakini kondisi politik pada empat tahun sisa masa pemerintahan Jokowi-Kalla cenderung akan lebih baik.

Alarm Telah Berbunyi

Tulisan di harian Kompas harus dimaknai pasangan Jokowi-JK sebagai alarm yang menunjukkan ada sektor penting yang tak terkelola dengan baik. Tulisan di http://bit.ly/surveikps4 itu memberi petunjuk jelas bahwa Jokowi-Kalla masih mengabaikan sektor pemberantasan korupsi. Sektor yang selama ini sensitif di mata kelas atas.

Dalam laporan Litbang Kompas, disebutkan apresiasi terhadap kinerja pemerintah hanya mencapai 46,5 persen. Lebih dari separuh responden masih tidak puas terhadap kinerja penegakan hukum pemerintahan Jokowi-Kalla.

Alarm lain juga disampaikan dalam tulisan di harian Kompas "Mencermati Arah Penurunan Apresiasi" di http://bit.ly/surveikps3. Disebutkan, bagian terbesar publik (54,2 persen) menganggap kinerja pemerintahan Jokowi positif.

Namun, jika dibandingkan dengan apresiasi publik pada bulan-bulan awal ia memerintah (61,7 persen), penurunan yang terjadi cukup signifikan. Karena itu, angka ini tak bisa dibaca sebagai angka yang melegakan Jokowi-Kalla.

Penjelasannya, setelah ditelisik lebih dalam, proporsi apresiasi publik yang saat ini diraih tak banyak berbeda dengan dukungan yang dimiliki Jokowi saat memenangi Pemilu Presiden 2014 (53,2 persen).

Menurut Litbang Kompas, angka ini membuka kemungkinan fakta bahwa apresiasi terhadap kinerja Presiden pada saat ini hampir mencapai proporsi dukungan para pemilih yang memiliki kedekatan emosional terhadapnya.

Besok, Rabu (21/10/2015), harian Kompas masih melanjutkan laporan dalam rangka satu tahun pemerintahan Jokowi-Kalla. Litbang Kompas akan menampilkan dua tulisan yaitu terkait apresiasi publik terkait kinerja pemerintah di bidang kesejahteraan sosial dan penilaian publik atas kinerja bidang ekonomi.

Redaksi Kompas juga akan menampilkan CEO-CEO perusahaan di Indonesia untuk mengetahui kondisi ekonomi saat ini. Di antaranya ada dari CEO PT XL Axiata Tbk Dian Siswarini, CEO Bukalapak.com Achmad Zaky, CEO General Electric Indonesia Handry Satriago, Presiden Direktur CIMB Niaga Tigor M Siahaan, CEO Bubu Shinta Dhanuwardoyo, dan Presiden Direktur PT Astra International Tbk Prijono Sugiarto.

Apakah di sektor ekonomi dan kesejahteraan sosial Jokowi-Kalla akan mendapatkan sekoci-sekoci tambahan? Ataukah justru akan mendapat banyak pemberat? Kita monitor bersama. (bin/kmps)
View

Related

NASIONAL 4882244200271369750

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item