Butuh Rp 5.000 Triliun, Jokowi Ingin RUU "Tax Amnesty" Terealisasi
https://kabar22.blogspot.com/2016/03/butuh-rp-5000-triliun-jokowi-ingin-ruu.html
JAKARTA, BLOKBERITA -- Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (tax amnesty) sangat diperlukan pemerintah sebagai instrumen pendukung pembangunan infrastruktur.
Jokowi ingin RUU Pengampunan Pajak segera disahkan agar aliran dana warga negara Indonesia yang disimpan di luar negeri kembali ke Indonesia.
" Kita ingin ada aliran uang kembali ke negara kita. Kita butuh dana besar untuk pembangunan, utamanya infrastruktur," kata Jokowi, di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (4/3/2016).
Jokowi menuturkan, pemerintah ingin mempercepat pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan, jalan tol, pembangkit listrik dan jalur kereta api. Jika hanya berharap pada APBN, maka realisasinya tidak akan cepat.
Menurut dia, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya mampu menyokong Rp 1.500 triliun untuk pembangunan infrastruktur selama lima tahun.
Padahal, kebutuhan yang diperlukan pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur mencapai Rp 5.000 triliun dalam lima tahun.
" Ini lagi dicari. Kemudian memperkuat income negara dari pajak, goalnya ke sana," ujarnya.
Saat ditanya mengenai tertundanya pembahasan RUU Pengampunan Pajak oleh DPR, Jokowi menolak menanggapinya.
" Yang jelas kan sudah kita sampaikan ke dewan. Bertanya-nya ke DPR, jangan ke saya," ucap Jokowi.
Dipertanyakan DPR
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai pemerintah terlalu terburu-buru dalam mendorong penyelesaian Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).
Menurut Fadli Zon, Dewan Perwakilan Rakyat sendiri sendiri belum satu kata mengenai urgensi dari UU tersebut. Salah satunya, masih ada perdebatan terkait efektivitas regulasi tersebut.
"Apakah dengan UU Tax Amnesty ini ada dana dari luar negeri masuk disebut puluhan, ratusan triliun, ribuan triliun. Dan dikaitkan dengan pembicaraan RAPBN-P, saya kira jadi masalah," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/3/2016).
Fadli melihat tak ada garansi jika UU tersebut disahkan dan diterapkan maka akan berkontribusi terhadap pemasukan kas negara.
UU tersebut juga dinilai tidak adil bagi pihak-pihak yang patuh membayar pajak.
"Yang di luar itu mereka mendaparkan pengampunan, tapi yang patuh apakah dapat apresiasi?" tutur politisi Partai Gerindra itu.
"Seharusnya ada strategi pemerintah bisa mengembangkan subjek pajak yang lebih besar sampai pada pendapatan pajak yang lebih besar dan tax amnesty memungkinkan sampai pada keadaan yang darurat," ucapnya.
[ mrbin / kmps ]
Jokowi ingin RUU Pengampunan Pajak segera disahkan agar aliran dana warga negara Indonesia yang disimpan di luar negeri kembali ke Indonesia.
" Kita ingin ada aliran uang kembali ke negara kita. Kita butuh dana besar untuk pembangunan, utamanya infrastruktur," kata Jokowi, di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (4/3/2016).
Jokowi menuturkan, pemerintah ingin mempercepat pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan, jalan tol, pembangkit listrik dan jalur kereta api. Jika hanya berharap pada APBN, maka realisasinya tidak akan cepat.
Menurut dia, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya mampu menyokong Rp 1.500 triliun untuk pembangunan infrastruktur selama lima tahun.
Padahal, kebutuhan yang diperlukan pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur mencapai Rp 5.000 triliun dalam lima tahun.
" Ini lagi dicari. Kemudian memperkuat income negara dari pajak, goalnya ke sana," ujarnya.
Saat ditanya mengenai tertundanya pembahasan RUU Pengampunan Pajak oleh DPR, Jokowi menolak menanggapinya.
" Yang jelas kan sudah kita sampaikan ke dewan. Bertanya-nya ke DPR, jangan ke saya," ucap Jokowi.
Dipertanyakan DPR
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai pemerintah terlalu terburu-buru dalam mendorong penyelesaian Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).
Menurut Fadli Zon, Dewan Perwakilan Rakyat sendiri sendiri belum satu kata mengenai urgensi dari UU tersebut. Salah satunya, masih ada perdebatan terkait efektivitas regulasi tersebut.
"Apakah dengan UU Tax Amnesty ini ada dana dari luar negeri masuk disebut puluhan, ratusan triliun, ribuan triliun. Dan dikaitkan dengan pembicaraan RAPBN-P, saya kira jadi masalah," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/3/2016).
Fadli melihat tak ada garansi jika UU tersebut disahkan dan diterapkan maka akan berkontribusi terhadap pemasukan kas negara.
UU tersebut juga dinilai tidak adil bagi pihak-pihak yang patuh membayar pajak.
"Yang di luar itu mereka mendaparkan pengampunan, tapi yang patuh apakah dapat apresiasi?" tutur politisi Partai Gerindra itu.
"Seharusnya ada strategi pemerintah bisa mengembangkan subjek pajak yang lebih besar sampai pada pendapatan pajak yang lebih besar dan tax amnesty memungkinkan sampai pada keadaan yang darurat," ucapnya.
[ mrbin / kmps ]