Politikus PDIP ini Mengaku Minta Duit Untuk Biaya Kader ke Kongres PDIP

BLOKBERITA -- Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kembali menggelar sidang perkara suap Manajer Marketing PT Mitra Maju Sukses, Andrew Hidayat kepada bekas Bupati Tanah Laut yang kini anggota Fraksi PDIP DPR Adriansyah, kemarin.

Dalam sidang tersebut, Adriansyah dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sebagai saksi untuk terdakwa Andrew. Dalam kesaksiannya, politikus PDIP itu mengaku kerap meminta uang kepada Andrew.

Ayah Bupati Tanah Laut Bambang Alamsyah ini, mengaku pernah meminta uang kepada Andrew sebesar 44 ribu dolar Singapura dan Rp 57,36 juta kepada Andrew untuk menambah biaya kongres partai banteng moncong putih di Bali, April lalu.

Adriansyah melanjutkan, per­mintaan uang itu diajukan sebu­lan sebelum kongres dimulai. Menurutnya, banyak kader PDIP yang meminta difasilitasi keda­tangannya ke kongres Bali.

" Waktu kongres, banyak kader saya yang ikut, sekitar 100 orang. Dari Kabupaten dan Kota. Banyak yang minta bantuan ke sa­ya. Itu dasarnya saya minta bantuan kepada Andrew," ujar Adriansyah di hadapan majelis hakim.

Namun, kata Adriansyah, uang itu belum sempat dibagikan ke­pada para kader, karena dia lebih dulu ditangkap petugas KPK.

Selain meminta uang un­tuk kongres, Adriansyah juga mengaku pernah meminta uang kepada Andrew untuk biaya pengobatannya. "Saya juga minta bantuan Andrew untuk biaya berobat di Singapura, mulai dari biaya pengobatan penyakit jantung, sirosis, pembekakan hati dan hepatitis C," aku Adriansyah.

Kendati mengaku kerap me­minta uang kepada Andrew, namun Adriansyah mengklaim uang tersebut merupakan pinja­man yang sewaktu-waktu akan dikembalikannya.

Sementara itu, anggota Polsek Menteng Briptu Agung Krisdiyanto yang juga dihadirkan sebagai saksi mengaku pernah diperintahkan Andrew melakukan penyerahan uang sebanyak delapan kali kepada Adriansyah.

" Saya diperintahkan Saudara Andrew Hidayat menyerahkan uang ke Saudara Adriansyah. Saya kasih uang 50 ribu dolar Singapur ke Adriansyah saat tiba di Swiss-Bell Hotel, Sanur, Bali," cerita Agung.

Agung juga membeberkan tujuh penyerahan duit lainnya yang berlangsung selama tiga tahun belakangan. Menurutnya, seluruh uang tersebut diserahkan kepada Adriansyah dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang beragam, rupiah, dolar Amerika, dan dolar Singapura.

Penyetoran duit dilakukan berkelanjutan pada 2014. Uang sebanyak Rp 250 juta disetorkan langsung di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, pada Rabu (16/4/2014). Sebulan kemudian, Agung kem­bali memberikan duit sebanyak 75 ribu dolar Singapura di Hotel Pullman, Thamrin, Jakarta.

Pada November 2014, Agung juga mengaku menyerahkan duit sebanyak dua kali, yakni pada 13 November dan 21 November, masing-masing 50 ribu dolar Singapur dan Rp 500 juta di Jakarta.

Selanjutnya, pada 28 Januari 2015, Agung mengaku menjadi perantara penyetoran uang di restoran Sushi Tei, Mall Taman Anggrek, Jakarta, senilai Rp 500 juta. Dia juga ikut menyerahkan duit di Hotel Paragon, Menteng pada tanggal 9 Oktober 2014.

" Tapi saya tidak tahu nilai uangnya," kata Agung.

Selain menyerahkan uang kepada Adriansyah, Agung juga mengaku pernah mendapatkan perintah untuk mengantarkan uang yang ditujukan kepada Bupati Tanah Laut Bambang Alamsyah, anak Adriansyah. Menurutnya, uang tersebut diser­ahkan melalui ajudan Bambang, Adi Wibowo.

" Saya menyerahkan uang tiga kali ke Adi. Adi ajudan Pak Bupati Bambang Alamsyah," katanya.

Agung merinci tiga kali dirinya menyerahkan uang ke Adi Wibowo. Pertama pada 24 September 2013 di Hotel Millenium, Tanah Abang, lalu pada 10 September 2014 di Grand Indonesia sebesar Rp 1,4 miliar. Ketiga, terjadi pada 3 April 2015 di Hotel Shangrila sebesar Rp 300 juta.

Saat ditegaskan oleh Hakim Ketua John Butar Butar kepada Agung, apakah penyerahan uang dari Andrew ke Bambang mela­lui Adi itu benar-benar diterima oleh Bupati Tanah Laut. Agung tak menampiknya. "Kata Pak Andrew begitu," tutur Agung.

Sementara ajudan Bambang, Adi yang dihadirkan sebagai sak­si membantahnya. Adi mengakui pernah bertemu dengan Agung, namun tidak pernah diberi titipan uang yang akan diserahkan ke Bambang. "Tidak pernah. Satu kalipun tidak," tegas Adi.

Merujuk berkas dakwaan, se­jumlah pemberian dinilai jaksa KPK sebagai duit 'terima kasih' yang diberikan Andrew lantaran Adriansyah yang sebelumnya menjabat sebagai Bupati Tanah Laut, memuluskan sejumlah perizinan di wilayah Tanah Laut.

Kilas Balik
Satu Jam Setelah Tangkap Adriansyah, Penyelidik KPK Bekuk Andrew Hidayat
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis malam (9/4) di dua lokasi, yaitu di Bali dan Jakarta. Tiga orang diringkus dan dibawa ke KPK karena diduga terlibat korupsi penerbitan Surat Izin Usaha Pertambangan (SIUP) Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

Pimpinan Sementara KPK, Johan Budi menuturkan bahwa penyelidik lebih dulu melakukan penangkapan di Bali. Di salah satu hotel di kawasan Sanur, pe­nyelidik kemudian menangkap anggota DPR dari Fraksi PDIP, Adriansyah dan seseorang bernama Agung Krisdianto yang diduga sebagai kurir. Penangkapan terjadi sekitar pukul 18.45 waktu setempat.

" Di sana ditangkap atas nama A, bekas bupati yang sekarang berstatus anggota DPR," ujar Johan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/4).

Saat Adriansyah dan Agung di­tangkap, penyelidik KPK menda­pati uang yang dirinci sebagai berikut: ditaruh di tas kertas dan dimasukkan ke amplop cokelat masing-masing pecahan 1000 dollar Singapura 40 lembar, peca­han Rp 100 ribu 485 lembar dan pecahan Rp 50 ribu berjumlah 147 lembar, sekira Rp 500 juta.

Satu jam setelah penangkapan di Bali, KPK menciduk seorang pengusaha bernama Andrew Hidayat selaku Direktur PT Mitra Maju Sukses (MMS) di sebuah hotel di kawasan Senayan, Jakarta. Pada pukul 18.49 WIB, KPK menangkap Andrew di lobi hotel tersebut. Tidak ada yang disita KPK dari tangan Andrew.

Dalam kasus tersebut, Adriansyah diduga masih meng­gunakan pengaruhnya sebagai bekas bupati untuk bernegosiasi dengan PT MMS yang memohon perpanjangan izin tambang batu­bara di Tanah Laut. Adriansyah masih berpengaruh kuat lantaran Bupati Tanah Laut Bambang Alamsyah, adalah anaknya.

Negosiasi itu tak cuma berupa dialog, melainkan dengan uang pelicin. Bahkan diduga, Adriansyah sudah menerima uang pelicin dari PT MMS sejak masih menjadi bupati. Adriansyah dan Andrew akhirnya ditetapkan sebagai tersangka penerima dan pemberi suap. Kini, Adriansyah ditahan di Rutan Guntur, Jakarta.

Adriansyah menjabat sebagai Bupati Tanah Laut selama dua pe­riode, yakni 2003-2008 dan 2008-2013. Dia juga merupakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Kalimantan Selatan.

Guna menindaklanjuti dugaan tersebut, KPK akan menyasar sejumlah pihak yang diduga berkaitan dalam kasus tersebut. Termasuk mendalami apakah ada peran Bambang Alamsyah.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, pihaknya akan mengungkap apakah Bambang turut menerima aliran dana dari PT Mitra Maju Sukses atau tidak.
 " Anaknya akan dite­lusuri juga, apakah ikut menerima dari perusahaan tersebut," kata Priharsa.

Dalam kasus ini, ada tiga orang yang diamankan Satgas KPK. Selain Adriansyah dan Andrew Hidayat, ada pula anggota Polsek Menteng, Briptu Agung Krisdianto. Namun, setelah KPK melakukan pemeriksaan intensif selama 1x24 jam terhadap tiga orang yang ditangkap, hanya Adriansyah dan Andrew yang dinyatakan sebagai tersangka dan langsung ditahan, sedang­kan Agung dilepaskan.

KPK beralasan, Agung dilepaskan karena tidak memenuhi dua alat bukti permulaan tindak pidana korupsi. Sebab, Agung diduga hanya sebagai kurir yang membawa uang dari Andrew untuk disampaikan kepada Adriansyah.

Telisik Semua Kontrak Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral
Tjatur Sapto Edy, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Tjatur Sapto Edy meminta KPK untuk menelisik kontrak-kontrak bidang energi dan sumber daya mineral.

Menurutnya, KPK perlu menelusuri kontrak-kontrak tambang dan migas untuk mengetahui potensi korupsi dan kehilangan keuangan neg­ara yang timbul karena kontrak tersebut.

Politisi PAN ini secara spesifik meminta KPK menelisik kontrak-kontrak tambang dan migas antara pemerintah dengan perusahaan swasta.

Lantaran kontrak tersebut cenderung bersifat tertutup dan tak diketahui publik, Tjatur menilai ada kemungkinan isi kontraknya memperkaya kelompok tertentu dengan cara melawan hukum. Atau, sambungnya, ada kemungkinan perjanjian yang malah merugi­kan negara.

" Cobalah pelajari kontrak tentang pertambangan dan mi­gas, kemudian cek penerimaan negaranya," ujarnya.

Tjatur memahami bahwa membongkar praktik korupsi di sektor pertambangan bukan perkara gampang. Dia melihat perusahaan tambang sudah menancapkan pengaruh termasuk dalam proses pem­buatan undang-undang.

Oleh sebab itu, dia meminta anggota DPR dan Pemerintah berhati-hati menyusun perun­dang-undangan pertambangan dan migas. "Jangan hanya main yang di hilir saja, lebih baik yang di hulu walaupun sulit, tapi bisa menyelamatkan banyak keuan­gan negara," katanya.

Dia menambahkan, KPK perlu mengambil sikap tegas terhadap perusahaan-perusa­haan tambang yang mengeruk kekayaan Indonesia tapi tidak memberikan kotribusi bagi masyarakat.

" Saya berharap KPK tidak takut dengan perusahaan tam­bang," tuturnya.

Sektor Tambang Lahan Subur Untuk Korupsi
Fariz Fachryan, Peneliti Pukat UGM
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Fariz Fachryan mengatakan, sektor pertambangan dan kehutanan merupakan lahan subur yang memicu terjadinya praktik korupsi.

Hal itu, kata dia, terbukti dari beberapa contoh kasus korupsi yang ditangani KPK, kerap bersinggungan dengan sektor pertambangan. Seperti dugaan suap yang dilakukan Direktur PT Mitra Maju Sukses Andrew Hidayat kepada bekas Bupati Tanah Laut, Kalimantan Selatan, Adriansyah.

Oleh karena itu, dirinya tidak heran jika berita terkait dengan korupsi di sektor tam­bang dan hutan akan terus terulang. "Sebab itu urusannya ekonomi," ucap Fariz.

Akademisi UGM ini menjelaskan, setiap kepala daerah mempunyai wewenang untuk mengatur wilayah yang dipimpinnya. Seperti urusan perizinan dan lain sebagainya. Namun tak jarang, kata Fariz, kebijakan yang dibuat justru menabrak aturan yang ber­laku.

" Seolah-olah komoditas, tidak mau tahu itu dilarang. Maka izin dikeluarkan. Izin dikeluarkan terkadang menyalahi aturan," bebernya.

Di era otonomi daerah, lanjutnya, pemerintah daerah justru mempermudah pengu­saha dalam mendapatkan izin eksploitasi sumber daya alam.

Oleh sebab itu, dirinya berharap pengusutan kasus yang menjerat Adriansyah, harus tuntas dan tidak hanya sebatas pada operasi tangkap tangan (OTT), melainkan juga ditelisik pemberian izin-izin di daerah.

" Kita tahu kasus yang di­tangani KPK terus menumpuk, tapi ini akan terus berulang. Seperti penangkapan di sektor sumber daya alam yang tidak terungkap paada masa lalu," tutupnya. 

[ bin /rmol ]

View

Related

HUKRIM 3464680867795144421

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item