Pro-Kontra JHT BPJS: 3 Tuntutan Buruh untuk Revisi PP Jaminan Hari Tua
https://kabar22.blogspot.com/2015/07/pro-kontra-jht-bpjs-3-tuntutan-buruh.html
JAKARTA, BLOKBERITA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia (KPSI), Said Iqbal, menyebutkan bahwa buruh menginginkan
aturan mengenai Jaminan Hari Tua (JHT) yang disebutkan dalam Peraturan
pemerintah (PP) No. 46 tahun 2015 mengenai Jaminan Hari Tua BPJS
Ketenagakerjaan untuk direvisi. Ada tiga hal yang dituntut buruh untuk
direvisi dalam aturan JHT yang baru.
“ Satu, waktu pencairan dananya jangan panjang, 5 tahun saja. Dua, nilainya bisa diambil semua, 100 persen. Tiga, JHT itu bisa diambil oleh peserta yang masih aktif maupun peserta yg ter-PHK,” kata Said kepada pers, Sabtu (4/7).
Said menjelaskan dalam PP No. 46 tahun 2015 disebutkan bahwa pencairan dana JHT yaitu mengenai waktu pencairan dana JHT yang dalam PP No. 46 tahun 2015 baru bisa diambil setelah 10 tahun kepesertaan dengan nilai 10 persen dari saldo dan 30 persen untuk perumahan.
Hal tersebut dinilai terlalu lama dan besarannya terlalu kecil. Besaran yang kecil tersebut, menurut Said, tidak ada dalam UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional). Sementara sisa dari saldo JHT yang baru bisa diambil ketika memasuki usia pensiun yaitu 56 tahun, dinilai tidak adil untuk buruh, karena dana tersebut merupakan iuran yang ditarik dari buruh dan pengusaha.
“ Buruh berpendapat itu bukan uang pemerintah, itu uang buruh yang berasal dari iuran buruh dan iuran pengusaha. Kami maunya seperti aturan yang lama. Dengan nilai 100 persen atau semuanya dari saldo JHT dan bisa diambil dalam waktu 5 tahun,”kata Said.
Menurut Said, buruh menginginkan peraturan tersebut untuk kembali ke aturan yang lama. Namun, apabila PP tersebut direvisi, Said menyarankan agar pemerintah merevisi peraturan tersebut dengan terlebih dahulu berdikusi dengan buruh dan serikat masyarakat, agar nantinya tidak ada penolakan lagi
“ Harus mengajak wakil buruh, serikat masyarakat, untuk diajak berdiskusi atau berdialog tentang isi revisi dari PP tersebut. Kalau nggak pasti akan menuai penolakan lagi,”ujarnya.
Menopang APBN
Pengamat Kebijakan Ekonomi Publik Ichsanudin Noorsy menyebutkan bahwa Jaminan Hari Tua (JHT) yang dimiliki oleh Indonesia masih kalah dengan sistem asuransi di Cina. Padahal, gaji buruh di Cina lebih kecil dari gaji buruh di Indonesia.
“ JHT yang dimiliki oleh Indonesia, itu tidak sama dengan JHT yang dimiliki oleh barat, karena sistem asuransi yang cukup memadai. Bahkan dengan sistem asuransi Cina sekalipun, kita kalah. Padahal Cina tidak memberikan upah yang cukup tinggi,” ujar Noorsy saat dihubungi ROL, Sabtu malam (4/7).
Noorsy menjelaskan pensiun buruh dari negara Cina dan negara-negara barat bisa berwisata ke berbagai tempat, hal itu karena jaminan hari tua yang dimiliki mereka cukup memadai. Sementara saat ini daya beli buruh di Indonesia masih rendah sehingga banyak yang menolak peraturan pencairan dana JHT yang harus 10 tahun kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, menurutnya, BPJS punya maksud baik dalam hal ini.
“ Ini ada motif dari BPJS ketenagakerjaan membantu pemerintah yang kekurangan pendanaan dari segi pelaksanaan APBN. Maka BPJS bermaksud untuk mendayagunakan uang yang ia punya. Uang yang bisa digunakan adalah dengan cara menunda pembayaran jaminan hari tua,”tuturnya.
Cara mendayagunakan uang tersebut antara lain bisa lewat Surat Utang Negara (SUN), Surat Berharga Negara (SBN) atau lewat sukuk. Menurutnya, pemerintah mempunyai motif ganda dengan JHT. Motif yang pertama, pemerintah akan menyatakan surat hutangnya laku. Kedua, dengan surat hutangnya laku, pemerintah mengatakan tingkat kepercayaan masih baik.
“ Persoalan pokoknya begini, bagaimana kalau JHT terjadi pada mereka yang PHK karena sudah pensiun, apakah diberikan sekaligus atau tidak. Itu yang maksudnya kemudian digeser (pencairan dana) jadi 10 tahun. Itu maksudnya menolong pemerintah yang kesulitan likuiditas,”ujarnya.
Dua Program Baru dan JHT BPJS
Sementara itu terpisah, Kepala Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Abdul Cholik mengatakan aturan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang bisa diambil setelah sepuluh tahun bekerja bakal lebih bermanfaat ketimbang aturan sebelumnya.
Musababnya, kata dia, akan lebih banyak dana dan bunga yang didapat jika mengendap lebih lama. "Sebelumnya kan hanya lima tahun baru bisa diambil. Kalau lima tahun bukan untuk hari tua tapi untuk kepentingan sesaat," ujar Abdul kepada Tempo saat ditemui di kantornya, Jumat, 3 Juli 2015.
Menurut dia, poin-poin dalam aturan baru ini akan memberikan banyak keuntungan kepada para pekerja. Bukan hanya Jaminan Hari Tua saja, Abdul menerangkan aturan mengenai jaminan kematian dan jaminan kecelakaan kerja juga lebih menguntungkan.
Berikut poin-poin aturan baru dalam BPJS:
1. Program Jaminan Hari Tua
Peserta baru dapat mencairkan dana 10 persen setelah sepuluh tahun atau 30 persen untuk dana perumahan. Sisanya, seluruh dana berikut bunga baru bisa cair pada umur 56 tahun. Iuran yang disetor sebesar 5,7 persen dari upah. Pembagiannya, 2 persen ditanggung oleh pekerja dan 3,7 persen ditanggung oleh pemberi kerja.
2. Jaminan Kematian
Pada aturan sebelumnya, jaminan kematian hanya diberikan senilai Rp 21 juta. Aturan baru memberikan dana sebesar Rp 24 juta.
Jika peserta meninggal setelah lima tahun menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, maka seorang anak peserta berhak mendapatkan beasiswa senilai Rp 12 juta.
3. Jaminan Kecelakaan Kerja
Pada aturan sebelumnya ditetapkan plafon maksimal kecelakaan sebesar Rp 20 juta. Dalam aturan baru, jika peserta mengalami kecelakaan dana yang akan diberikan tidak terbatas hingga dinyatakan sembuh.
Jika peserta mengalami cacat total tetap, maka akan diberikan dana senilai 56 kali upah yang dilaporkan. Sedangkan untuk kecelakaan lalu meninggal akan diberikan 48 kali gaji yang dilaporkan.
[ bmw / rol / rmol / tempo ]
“ Satu, waktu pencairan dananya jangan panjang, 5 tahun saja. Dua, nilainya bisa diambil semua, 100 persen. Tiga, JHT itu bisa diambil oleh peserta yang masih aktif maupun peserta yg ter-PHK,” kata Said kepada pers, Sabtu (4/7).
Said menjelaskan dalam PP No. 46 tahun 2015 disebutkan bahwa pencairan dana JHT yaitu mengenai waktu pencairan dana JHT yang dalam PP No. 46 tahun 2015 baru bisa diambil setelah 10 tahun kepesertaan dengan nilai 10 persen dari saldo dan 30 persen untuk perumahan.
Hal tersebut dinilai terlalu lama dan besarannya terlalu kecil. Besaran yang kecil tersebut, menurut Said, tidak ada dalam UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional). Sementara sisa dari saldo JHT yang baru bisa diambil ketika memasuki usia pensiun yaitu 56 tahun, dinilai tidak adil untuk buruh, karena dana tersebut merupakan iuran yang ditarik dari buruh dan pengusaha.
“ Buruh berpendapat itu bukan uang pemerintah, itu uang buruh yang berasal dari iuran buruh dan iuran pengusaha. Kami maunya seperti aturan yang lama. Dengan nilai 100 persen atau semuanya dari saldo JHT dan bisa diambil dalam waktu 5 tahun,”kata Said.
Menurut Said, buruh menginginkan peraturan tersebut untuk kembali ke aturan yang lama. Namun, apabila PP tersebut direvisi, Said menyarankan agar pemerintah merevisi peraturan tersebut dengan terlebih dahulu berdikusi dengan buruh dan serikat masyarakat, agar nantinya tidak ada penolakan lagi
“ Harus mengajak wakil buruh, serikat masyarakat, untuk diajak berdiskusi atau berdialog tentang isi revisi dari PP tersebut. Kalau nggak pasti akan menuai penolakan lagi,”ujarnya.
Menopang APBN
Pengamat Kebijakan Ekonomi Publik Ichsanudin Noorsy menyebutkan bahwa Jaminan Hari Tua (JHT) yang dimiliki oleh Indonesia masih kalah dengan sistem asuransi di Cina. Padahal, gaji buruh di Cina lebih kecil dari gaji buruh di Indonesia.
“ JHT yang dimiliki oleh Indonesia, itu tidak sama dengan JHT yang dimiliki oleh barat, karena sistem asuransi yang cukup memadai. Bahkan dengan sistem asuransi Cina sekalipun, kita kalah. Padahal Cina tidak memberikan upah yang cukup tinggi,” ujar Noorsy saat dihubungi ROL, Sabtu malam (4/7).
Noorsy menjelaskan pensiun buruh dari negara Cina dan negara-negara barat bisa berwisata ke berbagai tempat, hal itu karena jaminan hari tua yang dimiliki mereka cukup memadai. Sementara saat ini daya beli buruh di Indonesia masih rendah sehingga banyak yang menolak peraturan pencairan dana JHT yang harus 10 tahun kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, menurutnya, BPJS punya maksud baik dalam hal ini.
“ Ini ada motif dari BPJS ketenagakerjaan membantu pemerintah yang kekurangan pendanaan dari segi pelaksanaan APBN. Maka BPJS bermaksud untuk mendayagunakan uang yang ia punya. Uang yang bisa digunakan adalah dengan cara menunda pembayaran jaminan hari tua,”tuturnya.
Cara mendayagunakan uang tersebut antara lain bisa lewat Surat Utang Negara (SUN), Surat Berharga Negara (SBN) atau lewat sukuk. Menurutnya, pemerintah mempunyai motif ganda dengan JHT. Motif yang pertama, pemerintah akan menyatakan surat hutangnya laku. Kedua, dengan surat hutangnya laku, pemerintah mengatakan tingkat kepercayaan masih baik.
“ Persoalan pokoknya begini, bagaimana kalau JHT terjadi pada mereka yang PHK karena sudah pensiun, apakah diberikan sekaligus atau tidak. Itu yang maksudnya kemudian digeser (pencairan dana) jadi 10 tahun. Itu maksudnya menolong pemerintah yang kesulitan likuiditas,”ujarnya.
Dua Program Baru dan JHT BPJS
Sementara itu terpisah, Kepala Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Abdul Cholik mengatakan aturan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang bisa diambil setelah sepuluh tahun bekerja bakal lebih bermanfaat ketimbang aturan sebelumnya.
Musababnya, kata dia, akan lebih banyak dana dan bunga yang didapat jika mengendap lebih lama. "Sebelumnya kan hanya lima tahun baru bisa diambil. Kalau lima tahun bukan untuk hari tua tapi untuk kepentingan sesaat," ujar Abdul kepada Tempo saat ditemui di kantornya, Jumat, 3 Juli 2015.
Menurut dia, poin-poin dalam aturan baru ini akan memberikan banyak keuntungan kepada para pekerja. Bukan hanya Jaminan Hari Tua saja, Abdul menerangkan aturan mengenai jaminan kematian dan jaminan kecelakaan kerja juga lebih menguntungkan.
Berikut poin-poin aturan baru dalam BPJS:
1. Program Jaminan Hari Tua
Peserta baru dapat mencairkan dana 10 persen setelah sepuluh tahun atau 30 persen untuk dana perumahan. Sisanya, seluruh dana berikut bunga baru bisa cair pada umur 56 tahun. Iuran yang disetor sebesar 5,7 persen dari upah. Pembagiannya, 2 persen ditanggung oleh pekerja dan 3,7 persen ditanggung oleh pemberi kerja.
2. Jaminan Kematian
Pada aturan sebelumnya, jaminan kematian hanya diberikan senilai Rp 21 juta. Aturan baru memberikan dana sebesar Rp 24 juta.
Jika peserta meninggal setelah lima tahun menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, maka seorang anak peserta berhak mendapatkan beasiswa senilai Rp 12 juta.
3. Jaminan Kecelakaan Kerja
Pada aturan sebelumnya ditetapkan plafon maksimal kecelakaan sebesar Rp 20 juta. Dalam aturan baru, jika peserta mengalami kecelakaan dana yang akan diberikan tidak terbatas hingga dinyatakan sembuh.
Jika peserta mengalami cacat total tetap, maka akan diberikan dana senilai 56 kali upah yang dilaporkan. Sedangkan untuk kecelakaan lalu meninggal akan diberikan 48 kali gaji yang dilaporkan.
[ bmw / rol / rmol / tempo ]