Kontroversi Dana Aspirasi DPR. Kenapa Harus Ditolak ?

JAKARTA, BLOKBERITA -- Indonesian Corruption Watch (ICW) bersama Koalisi Kawal Anggaran menilai dana aspirasi yang diwacanakan oleh DPR berpotensi menimbulkan banyak masalah.

Pasalnya anggaran untuk dana aspirasi yang dikucurkan kepada setiap anggota DPR tidaklah sedikit nominalnya. Selain itu juga disangsikan mampu  menjawab persoalan penyerapan aspirasi masyarakat oleh wakilnya di DPR.

Demikian dikemukakan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahniel Anzar‎ Simanjutak saat diskusi "Penolakan Usulan Dana Aspirasi" di Kantor ICW, Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Senin (15/6).

" Masalahnya mulai dari ketimpangan pembangunan, hingga potensi penyalahhgunaan. Koalisi Kawal Anggaran menyatakan menolak pengusulan dana aspirasi yang hendak dimasukkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBN) 2016 mendatang," tegas Dahniel.

Dahniel menyebut setidaknya ada 12 alasan menolak usulan dana aspirasi DPR. Yakni, pertama, dana aspirasi berpotensi memperluas ketimpangan pembangunan. Kedua berpotensi menimbulkan calo anggaran. Selain itu fungsi baru DPR dalam penyaluran dana aspirasi akan mengganggu fungsi DPR lainnya. Alasan keempat, mengacaukan sistem anggaran berjalan dan tumpang tindih dengan anggaran lain, berpotensi penyalahgunaan, bertentangan dengan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara.

" Kemudian DPR tidak mempunyai hak mengalokasikan anggaran, bias fungsi pengawasan, pemborosan anggaran, tidak jelasnya mekanisme DPR dalam menghimpun aspirasi, semakin membebani APBN, dan potensial digunakan sebagai mesin politik patronase anggota DPR," beber Dahniel lebih lanjut.

Sejumlah LSM yang menolak dana aspirasi ini di antaranya ICW, PP Pemuda Muhammadiyah, Indonesia Parliamentery Center (IPC), Indonesia Budget Center (IBC), Indonesia Legal Roundtable (ILR) dan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI).‎

Seperti diketahui, DPR kembali mewacanakan dana pembangunan daerah pemilihan atau dikenal dengan sebutan dana aspirasi sebesar Rp 20 miliar per anggota. Usulan yang pernah sempat menjadi polemik pada 2010 lalu itu kembali digulirkan untuk masuk dalam RAPBN 2016. Usulan itu bahkan disertai dengan peningkatan besaran, dari Rp 15 miliar per anggota DPR setiap tahun menjadi Rp 20 miliar setiap anggota DPR per tahun.

DPR berdalih, dana aspirasi dengan total Rp 11,2 triliun itu merupakan bentuk pertanggungjawaban anggota DPR pada dapil masing-masing. Selama ini, anggota DPR mengaku merasa kesulitan merespon atau menindaklanjuti keluhan dan aspirasi masyarakat di dapilnya.   

Sulit Diawasi

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai rencana anggota DPR untuk menggunakan dana aspirasi di daerah pemilihan (dapil) sulit diawasi oleh kalangan masyarakat.

Menurut Koordinator Formappi Sebastian Salang, secara administrasi mungkin dana tersebut bisa dibuktikan. Namun, secara teknis akan sulit diawasi.

" KPK saja nangkap dari hasil sadapan. Kalau tidak kita mana tahu," ujar Salang usai diskusi di Menteng, Jakarta, Sabtu (13/6/2015).

Salang menuturkan, memang dana aspirasi banyak ditunggu masyarakat di daerah, tetapi dalam praktiknya sulit dirasakan secara menyeluruh.

Kata dia, anggota DPR cenderung tidak mau 'capek-capek' buat mengurusi daftar kebutuhan masyarakat. Dia menduga, dana tersebut akan dicairkan setelah masyarakat menyodorkan proposal. Hal itu dinilai rawan dugaan penyimpangan.

" Karena itu jangan membuat sistem yang menjebak mereka (masyarakat) untuk melakukan korupsi," pungkasnya.

Bancakan DPR

DPR melalui Badan Anggaran telah mengajukan dana aspirasi dalam RAPBN 2016 sebesar Rp 20 miliar per anggota atau Rp 11,20 triliun untuk 560 anggota. Dana itu untuk usulan program para anggota DPR di tiap-tiap daerah pemilihan.

Menanggapi keinginan DPR tersebut, Indonesia Budget Center (IBC) menilai, dana itu rawan disalahgunakan, apalagi belum ada aturan yang detail.

" Ada empat permasalahan terkait dana aspirasi ini. Pertama, belum ada pengaturan yang detail mengenai skema operasional pelaksanaan dan pertanggungjawabannya. Kedua memunculkan benturan kewenangan dalam pelaksanaan pengelolaan APBN antara pemerintah dengan DPR," kata peneliti IBC Roy Salam dalam siaran pers yang diterima merdeka.com, Selasa (9/6).

" Alasan ketiga, dana aspirasi ini berpotensi menjadi sarana bancakan anggaran oleh anggota DPR," lanjut Roy.

Kemudian, alasan keempat, dana aspirasi sarat dengan kepentingan politis anggota sehingga berpotensi mengabaikan prinsip performance budgeting dalam pengelolaannya serta melemahkan fungsi pengawasan DPR.

" IBC meminta kepada DPR agar sebelum mengajukan dana aspirasi, terlebih dahulu memperjelas pengaturan mengenai transparansi dan akuntabilitas dana aspirasi ini. Selain itu, memperjelas ruang lingkup atau batasan dari segi jumlah dan anggaran serta tolak ukur kinerjanya," pungkas Roy.

Akan Digugat

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Badan Anggaran telah mengajukan dana aspirasi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 sebesar Rp 20 miliar per anggota atau Rp 11,20 triliun untuk 560 anggota. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menolak adanya wacana ini.

Manajer Advokasi Seknas Fitra Apung Widadi menilai DPR tidak berhak mengelola dan mengimplementasikan anggaran negara untuk dapil, dan legislatif tidak berhak mengelola anggaran. Dana Dapil ini juga tumpang tindih dengan sistem hubungan keuangan pusat dan daerah.

"Kontraproduktif dengan UU Keuangan Negara di mana alokasi APBN ke Daerah sudah dalam jalur Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum dan Dana Desa," kata Apung melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (9/6).

Bukan hanya itu, dana ini juga sebagai bentuk pemborosan APBN. Dalam APBNP 2015 saja, anggaran untuk dapil ini terkesan tumpah tindih, karena setiap bulan sudah melekat dalam tunjangan DPR untuk kepentingan masyarakat sebesar Rp 40 juta per anggota dewan.

Total menjadi Rp 2,24 juta seluruh anggota DPR/bulan. Yang terdiri dari Uang Pulsa Anggota DPR, Rp 14 juta perbulan, uang Tunjangan Menyerap Aspirasi masyarakat Rp 8,5 juta, Uang Tunjangan Peningkatan Legislasi, Anggaran dan Pengawasan Rp 15 juta, dan Uang Pengawasan dan Anggaran (Dobel anggaran) Rp 2,5 juta. Hingga disinyalir total anggota DPR mendapatkan Rp 150 miliar dalam sekali reses.

"Untuk itu kami dengan tegas menolak dana aspirasi masuk dalam RAPBN 2016. Dan kami akan melakukan upaya hukum, menggugat dana aspirasi ke Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan UU Keuangan Negara No 17 Tahun 2003 dan UU MD3," pungkas Apung.

[ bmw / merdeka / rmol ]



View

Related

POLITIK 2093725558652456568

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item