DPR Minta Tambahan Kursi Pimpinan. Memalukan!

BLOKBERITA, JAKARTA -- Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Marzuki Alie mengkritik usulan penambahan jumlah pimpinan DPR, MPR dan DPD.
Usulan tersebut, yakni penambahan jumlah Pimpinan DPR menjadi 7 kursi, pimpinan MPR menjadi 11 kursi dan pimpinan DPD menjadi 5 kursi. Menurut dia, penambahan jumlah pimpinan parlemen tersebut merupakan gagasan yang aneh.
"Ini aneh-aneh saja. Sudah ribut melulu, malu kita sebagai rakyat punya wakil seperti itu," kata Marzuki saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/5/2017).
Marzuki mempertanyakan alasan di balik usulan tersebut. Menurut dia, jumlah pimpinan parlemen lebih baik dikurangi daripada ditambah.
Misalnya, untuk pimpinan DPR. Ia menilai, dengan tiga orang pimpinan saja sebetulnya sudah cukup.
Selain itu, pimpinan DPR juga hanya bertugas untuk mengoordinasikan para anggota DPR dan tak melakukan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan tetap dilakukan melalui forum sidang paripurna.
Penambahan pimpinan DPR justru dianggap malah semakin membebani anggaran negara.
"Apa sih fungsi pimpinan? Pimpinan hanya mengoordinasikan, kok. Enggak perlu banyak-banyak. Kalau bisa disedikitkan. Kalau perlu pimpinan DPR tiga orang sudah cukup," ucap politisi Partai Demokrat itu.
Begitu pula untuk pimpinan MPR. Marzuki melihat, fungsi MPR saat ini bahkan cenderung tak terlihat. Pimpinan MPR lebih banyak hadir pada acara seremonial kenegeraan hingga rapat tahunan.
Adapun untuk penambahan pimpinan DPD menjadi lima orang, menurut dia juga tak memiliki alasan logika. Jika penambahan tersebut didasari dengan alasan keterwakilan, kata dia, maka seharusnya pimpinan DPD berjumlah 34 orang sesuai dengan jumlah provinsi yang ada di Indonesia.
"Kalau bicara soliditas, semua provinsi harus terwakili jadi pimpinan. Jadi, enggak masuk akal dan enggak logis cara berpikirnya," ujar Marzuki.
Marzuki juga mengatakan, pimpinan parlemen tak memiliki banyak fungsi. Koordinasi lebih mengedepankan peran fraksi sedangkan pengambilan keputusan secara spesifik dilakukan oleh komisi-komisi di DPR. Dalam setiap komisi, tidak ada satu pun partai yang tak terwakilkan.
"Semua partai ada di komisi. Cukup itu sudah keterwakilan," ucapnya.
Daripada memikirkan soal kursi pimpinan, Marzuki menyarankan agar parlemen lebih fokus kepada memperjuangkan aspirasi masyarakat hingga betul-betul sampai ke Pemerintah. Di samping itu, DPR juga perlu mengawasi produk-produk legislatifnya apakah sudah diimplementasikan dengan baik atau belum.
Ribut-ribut kursi pimpinan dianggapnya hanya akan membuat citra parlemen semakin merosot.
"Sudah susahlah untuk diangkat (citranya) kalau begini. Enggak mikir sama sekali. Pengawasan apa yang dilakukan untuk Undang-undang yang sudah diketok?" tanya Marzuki.
"Undang-undang yang sudah saya ketok di masa saya dilaksanakan enggak? Diawasi enggak oleh DPR? Enggak ada sama sekali. Untuk apa diketok palu?" ucap dia.
Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) Firman Soebagyo menyatakan, ada usulan baru dalam pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3). Usulan tersebut, yakni penambahan jumlah Pimpinan DPR menjadi 7 kursi, Pimpinan MPR menjadi 11 kursi dan pimpinan DPD menjadi 5 kursi.
Politisi Golkar itu juga mengatakan, usulan penambahan jumlah kursi muncul belakangan dan menjadi titik terang di tengah perdebatan keras saat pembahasan Revisi UU MD3.
"Itu yang terakhir, tapi kami enggak tahu apakah nanti ada dinamika baru. Dan belum tahu, 6 (kursi MPR) itu buat siapa, 2 (kursi DPR dan DPD) buat siapa. Kami tidak akan menunjuk dari fraksi-fraksinya, tapi kami akan bikin regulasinya aja. Masalah itu kan ada mekanismenya," kata Firman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/5).

Seharusnya Malu

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Oce Madril menilai, penambahan kursi pimpinan DPR, MPR, dan DPD tidak akan berdampak pada peningkatan kinerja lembaga legislatif. Rencana penambahan itu justru menjadi beban anggaran negara.
"Tidak ada korelasi penambahan kursi piminan denga kinerja," ujar Oce usai mengikuti diskusi di University club UGM, Yogyakarta, Rabu (24/5/2017).
Ia menjelaskan ,kewenangan pimpinan MPR sangat terbatas. Banyak sekali kewenangannya bersifat seremonial. Misalnya, melantik Presiden dan membacakan pidato tahunan. Maka dair itu, tak ada urgensi untuk menambah kursi pimpinan MPR.
"DPR memang punya tugas jauh lebih besar dari MPR, tapi yang perlu dipahami bahwa pimpinan DPR atau parlemen itu hanya sebagai speaker," kata dia.

Menrut Oce, semestinya legislatif malu karena di tengah masyarakat kesulitan ekonomi atau kesulitan mengakses kesehatan, para anggota dewan justru sibuk berebut penambahan kursi.
"Anggota DPR yang meminta tambahan (kursi) itu harusnya malu," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) Firman Soebagyo menyatakan, ada usulan baru dalam pembahasan Revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).

Usulan tersebut, yakni penambahan jumlah Pimpinan DPR menjadi 7 kursi, Pimpinan MPR menjadi 11 kursi dan pimpinan DPD menjadi 5 kursi. Politisi Golkar itu juga mengatakan, usulan penambahan jumlah kursi muncul belakangan dan menjadi titik terang di tengah perdebatan keras saat pembahasan Revisi UU MD3.
"Itu yang terakhir, tapi kami enggak tahu apakah nanti ada dinamika baru. Dan belum tahu, 6 (kursi MPR) itu buat siapa, 2 (kursi DPR dan DPD) buat siapa. Kami tidak akan menunjuk dari fraksi-fraksinya, tapi kami akan bikin regulasinya aja. Masalah itu kan ada mekanismenya," kata Firman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/5/2017).

Alasan DPR Tambah Kursi

Wacana penambahan kursi Dewan Perwakilan Rakyat bergulir seiring dilakukannya pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu).
Kursi anggota DPR yang kini berjumlah 560 dirasa sejumlah fraksi belum proporsional. Salah satu alasannya, adalah karena adanya daerah pemekaran baru sehingga perlu ada penataan ulang kursi daerah pemilihan.
Belum ada fraksi yang secara tegas dan resmi mengusulkan jumlah. Namun usulan angkanya, berkisar 563, 570 hingga 580.
Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu Demokrasi (SPD), August Mellaz, idealnya penambahan kursi DPR sebanyak 10 kursi.

Sebanyak tiga kursi diperuntukan bagi Kalimantan Utara (Kaltara) sebagai provinsi baru.
Sedangkan tujuh kursi lainnya dikembalikan sebagai bentuk pemulihan hak keterwakilan yang sempat berkurang di 2004, yaitu tiga kursi untuk Provinsi Papua dua kursi untuk Provinsi Maluku, satu kursi untuk Provinsi Sulawesi Utara, dan satu kursi untuk Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Kami usulkan baik 10 (kursi). Tapi 10 itu jangan lagi di utak atik," kata August di Jakarta, Minggu (29/1/2017).
Penambahan ini dilakukan atas dasar dua alasan. Pertama, menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif, dikatakan bahwa provinsi baru selalu mendapat minimal 3 kursi. Hal itu diberlakukan sejak 1955.
"Yang namanya provinsi selalu harus dijamin ada wakil yang nantinya bicara, bikin undang-undang," tuturnya.
Kedua, UU Pileg juga menjelaskan bahwa jumlah kursi DPR yang diterima setiap provinsi tidak boleh berkurang dari pemilu sebelumnya.
"Berarti secara teoritis, Indonesia tidak akan mungkin kursinya dikurangi," ucap August.
Sedangkan untuk Pemilu berikutnya perlu dilakukan pengecekan konsensus dan kembali dipikirkan mana daerah yang perlu ditambah kursi perwakilannya atas dasar pertimbangan proporsionalitas.
Sementara itu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi fraksi yang sudah cukup tegas mencantumkan perlunya penambahan kursi bagi Kaltara.

Hal itu dicantumkan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Pemilu partai berlambang kabah itu. "PPP berharap, penambahan dapil Kaltara jangan sampai mengurangi kursi sebelumnya. Kursi Kalimantan Timur 8, ya tetap 8. Jangan dikurangi jadi 5," kata anggota Pansus Pemilu dari Fraksi PPP Achmad Baidowi.
Hal itu berdasarkan standar minimal kursi per-provinsi. "Persoalan nanti di provinsi lain butuh tambahan, nanti dihitung lagi," tuturnya.
Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berpendapat tak jauh berbeda. Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu dari Fraksi PAN, Yandri Susanto menilai tak adil jika kursi tetap 560 sedangkan ada daerah pemekaran baru.

Selain itu, pertambahan jumlah penduduk menurutnya juga perlu dipertimbangkan.
"Jadi hitung-hitungan kami dari 560 (kursi) sudah sangat layak kalau ada penambahan sekitar 10 kursi, paling banyak 20 kursi," kata dia.
Sedangkan Fraksi PDI Perjuangan, meski mengusulkan sama seperti pemerintah, yaitu DPR diisi 560 kursi atau tak ada penambahan, namun PDI-P juga menilai penambahan kursi diperlukan seiring adanya pemekaran wilayah.

"Tentu dalam perkembangannya, dapil akan bertambah karena pemekaran wilayah kabupaten/kota maupun provinsi bertamvah. Logikanya otomatis dong penambahan dapil sejalan dengan penambahan jumlah kursi," ujar Anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi PDI-P, Erwin Moeslimin Singajuru.



[ mrbin / kmps ]
View

Related

NASIONAL 7610250879165863882

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item