Pasar Modal, Bulan Puasa dan Batu Akik
https://kabar22.blogspot.com/2015/06/pasar-modal-bulan-puasa-dan-batu-akik.html
BLOKBERITA -- Puasa sebentar lagi. Lebaran berarti menyusul. Menjelang puasa, kondisi pasar modal kita masih seperti beberapa tahun terakhir: pemodal asing melakukan aksi jual sebagai antisipasi menjelang puasa.
Bukan berarti asing takut ritual ibadah puasanya. Bukan karena dana asing Islamophibia. Namun, bulan puasa identik dengan penurunan volume perdagangan di Bursa Efek Indonesia. Market lebih sepi, mungkin karena orang mengurangi aktivitas spekulasi. Itu sebabnya, pemodal asing dalam beberapa tahun terakhir cenderung aksi jual menjelang puasa. Untuk menghindari risiko jika terpaksa melepas posisi karena volume perdagangan cenderung lebih sepi.
Di tahun ini, sejauh pengamatan saya, kondisinya juga sama. Asing cenderung di posisi jual. Meski sejak awal Mei IHSG terus naik, posisi asing di pasar reguler berkurang, bahkan sudah mulai melepas posisi jangka panjangnya. Asing yang pada tahun ini sempat melakukan posisi beli hingga Rp 11,2 triliun selama Januari hingga Maret, akhirnya melepas posisi beli, sehingga mencapai level minus sejak pertengahan Mei.
Sejak Maret lalu, berita negatif lebih banyak muncul. Dari luar negeri, isu kenaikan bunga The Fed masih terus menekan. Dari dalam negeri, kita bisa melihat kinerja banyak emiten di kuartal I 2015 di bawah ekspektasi pasar. Pertumbuhan ekonomi kuartal pertama mengecewakan. Ini yang membuat asing masih di posisi jual, meski S&P menaikkan outlook peringkat surat utang Indonesia.
Jika kita bertemu nasabah, yang kebanyakan pelaku sektor riil, komentarnya tetap sama: sepi, omzet turun.
Deraan siksa pemerintahan baru seakan tak ada hentinya. BBM (premium) naik pada November, padahal harga minyak turun. Sudah begitu, ketika BBM akhirnya turun, harga barang lain sulit diajak turun. Setelah itu, harga BBM kembali naik (mengikuti harga minyak) dan harga-harga kembali naik. Suku bunga tinggi sehingga mau ngutang juga males. Biaya tenaga kerja juga naik karena kepala daerah berlomba-lomba melakukan pencitraan. Enggak bayar pajak dipenjara. Hotel juga sepi karena rapat-rapat sudah tidak boleh di hotel. Mau spekulasi properti, aturan bank dipersulit sehingga pasar properti melambat. Sudah begitu, anggaran proyek pemerintah belum dikucurkan sehingga order pemerintah belum terlihat.
Sudah kondisi seperti itu, masih ditambah berita jelek: Krisis Kapolri, krisis beras hilang, beras plastik, dan masih banyak lagi.
Benarkah kita sudah berada di negeri tanpa harapan? Saya masih tetap yakin jawabannya adalah TIDAK. Kita masih punya harapan. Pemerintah masih melakukan langkah benar. Harga BBM yang kacau itu karena konsekuensi dari penghilangan subsidi BBM. Subsidi BBM yang sudah bertahun-tahun menjadi beban anggaran pemerintah. Subsidi BBM yang membuat pembangunan infrastruktur jalan di tempat. Dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi memang tinggi, tapi pembangunan infrastruktur jalan di tempat.
Siklus pertumbuhan ekonomi Indonesia memang aneh. Jika di negara lain pertumbuhan ekonomi bulanan berlangsung random atau minimal stabil. Pertumbuhan ekonomi Indonesia ada siklusnya.
Di kuartal keempat pertumbuhan ekonomi minus, kuartal pertama membaik, pertumbuhan ekonomi yang tinggi di kuartal kedua dan mencapai puncaknya pada kuartal ketiga. Terus, minus lagi di kuartal keempat. Jadi, meski kondisi marketnya jelek, kita masih ada siklus ekonomi yang biasanya menjadi harapan.
Problemnya: hasil dari semua langkah pemerintah itu baru bisa kita lihat pada pertumbuhan ekonomi kuartal kedua yang angkanya baru muncul pada pertengahan Juli. Jadi, kita hanya bisa menunggu sambil berharap.
Lantas, apa hubungannya dengan batu akik ?
Fenomena batu akik adalah fenomena dari ekonomi yang tidak jalan. Rendahnya pertumbuhan ekonomi, minimnya kegiatan ekonomi yang biasa membuat rakyat mencari kegiatan ekonomi yang baru. Ketika sektor riil masih redup, ketika korupsi mulai sulit dilakukan, ketika spekulasi properti tak bisa dilakukan, ketika suku bunga masih tinggi, rakyat Indonesia yang terkenal kreatif menciptakan kegiatan ekonomi baru bernama jual beli batu akik. Aktivitas ekonomi yang baru, sulit tersentuh pajak dan berpotensi untung tak terhingga.
Rakyat mengisi waktu dengan memunculkan kegilaan pada batu akik. Batu yang tersedia cukup banyak di Indonesia yang kaya akan mineral, kemudian diambil, diasah, terus dijual. Belum tentu ada fundamentalnya juga. Belum tentu batu yang bagus. Belum tentu batu beneran juga. Tapi, semua tinggal dibentuk, diasah, dipromosikan, dan kalau beruntung, bisa dijual dengan harga tinggi. Orang bilangnya itu monkey business. Tapi setidaknya kegilaan ini membuat uang berpindah, terjadinya kegiatan ekonomi.
Apakah Fenomena Batu Akik juga bakal terlihat di transaksi BEI ?
Tentu saja, bukan lantas batu akik diperdagangkan di bursa saham. Di BEI, batu akiknya sedikit berbeda. Di lantai perdagangan BEI, pasar juga sepi karena puasa, sepi menunggu data ekonomi dan sepi karena menunggu data kinerja. Jika sudah begini, bisa saja batu akik yang kemudian bergerak. Saham-saham dengan fundamental kurang begitu bagus, pas-pasan atau malah tidak jelas, tiba-tiba melejit naik hanya karena ada berita yang sebenarnya belum tentu bakal mempengaruhi fundamental perusahaan itu secara langsung. Pergerakan saham KRAS dalam dua minggu terakhir adalah contohnya. Berita keluar, harga menjulang, sebelum akhirnya turun lagi.
Padahal, beritanya belum tentu berpengaruh terhadap fundamental perseroan. Tapi tetap saja: harga bergerak.
Ke depan, sepinya pasar, sepinya sentimen, data ekonomi dan fundamental yang masih ditunggu, sepertinya membuat fenomena pergerakan harga model batu akik seperti itu bakal masih sering berlangsung. Menyikapi fenomena seperti ini, saran saya hanya satu: jika Anda tertarik untuk ikut masuk, gunakan strategi trading bukan strategi investasi.
[ satrio utomo / kontan ]
Bukan berarti asing takut ritual ibadah puasanya. Bukan karena dana asing Islamophibia. Namun, bulan puasa identik dengan penurunan volume perdagangan di Bursa Efek Indonesia. Market lebih sepi, mungkin karena orang mengurangi aktivitas spekulasi. Itu sebabnya, pemodal asing dalam beberapa tahun terakhir cenderung aksi jual menjelang puasa. Untuk menghindari risiko jika terpaksa melepas posisi karena volume perdagangan cenderung lebih sepi.
Di tahun ini, sejauh pengamatan saya, kondisinya juga sama. Asing cenderung di posisi jual. Meski sejak awal Mei IHSG terus naik, posisi asing di pasar reguler berkurang, bahkan sudah mulai melepas posisi jangka panjangnya. Asing yang pada tahun ini sempat melakukan posisi beli hingga Rp 11,2 triliun selama Januari hingga Maret, akhirnya melepas posisi beli, sehingga mencapai level minus sejak pertengahan Mei.
Sejak Maret lalu, berita negatif lebih banyak muncul. Dari luar negeri, isu kenaikan bunga The Fed masih terus menekan. Dari dalam negeri, kita bisa melihat kinerja banyak emiten di kuartal I 2015 di bawah ekspektasi pasar. Pertumbuhan ekonomi kuartal pertama mengecewakan. Ini yang membuat asing masih di posisi jual, meski S&P menaikkan outlook peringkat surat utang Indonesia.
Jika kita bertemu nasabah, yang kebanyakan pelaku sektor riil, komentarnya tetap sama: sepi, omzet turun.
Deraan siksa pemerintahan baru seakan tak ada hentinya. BBM (premium) naik pada November, padahal harga minyak turun. Sudah begitu, ketika BBM akhirnya turun, harga barang lain sulit diajak turun. Setelah itu, harga BBM kembali naik (mengikuti harga minyak) dan harga-harga kembali naik. Suku bunga tinggi sehingga mau ngutang juga males. Biaya tenaga kerja juga naik karena kepala daerah berlomba-lomba melakukan pencitraan. Enggak bayar pajak dipenjara. Hotel juga sepi karena rapat-rapat sudah tidak boleh di hotel. Mau spekulasi properti, aturan bank dipersulit sehingga pasar properti melambat. Sudah begitu, anggaran proyek pemerintah belum dikucurkan sehingga order pemerintah belum terlihat.
Sudah kondisi seperti itu, masih ditambah berita jelek: Krisis Kapolri, krisis beras hilang, beras plastik, dan masih banyak lagi.
Benarkah kita sudah berada di negeri tanpa harapan? Saya masih tetap yakin jawabannya adalah TIDAK. Kita masih punya harapan. Pemerintah masih melakukan langkah benar. Harga BBM yang kacau itu karena konsekuensi dari penghilangan subsidi BBM. Subsidi BBM yang sudah bertahun-tahun menjadi beban anggaran pemerintah. Subsidi BBM yang membuat pembangunan infrastruktur jalan di tempat. Dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi memang tinggi, tapi pembangunan infrastruktur jalan di tempat.
Siklus pertumbuhan ekonomi Indonesia memang aneh. Jika di negara lain pertumbuhan ekonomi bulanan berlangsung random atau minimal stabil. Pertumbuhan ekonomi Indonesia ada siklusnya.
Di kuartal keempat pertumbuhan ekonomi minus, kuartal pertama membaik, pertumbuhan ekonomi yang tinggi di kuartal kedua dan mencapai puncaknya pada kuartal ketiga. Terus, minus lagi di kuartal keempat. Jadi, meski kondisi marketnya jelek, kita masih ada siklus ekonomi yang biasanya menjadi harapan.
Problemnya: hasil dari semua langkah pemerintah itu baru bisa kita lihat pada pertumbuhan ekonomi kuartal kedua yang angkanya baru muncul pada pertengahan Juli. Jadi, kita hanya bisa menunggu sambil berharap.
Lantas, apa hubungannya dengan batu akik ?
Fenomena batu akik adalah fenomena dari ekonomi yang tidak jalan. Rendahnya pertumbuhan ekonomi, minimnya kegiatan ekonomi yang biasa membuat rakyat mencari kegiatan ekonomi yang baru. Ketika sektor riil masih redup, ketika korupsi mulai sulit dilakukan, ketika spekulasi properti tak bisa dilakukan, ketika suku bunga masih tinggi, rakyat Indonesia yang terkenal kreatif menciptakan kegiatan ekonomi baru bernama jual beli batu akik. Aktivitas ekonomi yang baru, sulit tersentuh pajak dan berpotensi untung tak terhingga.
Rakyat mengisi waktu dengan memunculkan kegilaan pada batu akik. Batu yang tersedia cukup banyak di Indonesia yang kaya akan mineral, kemudian diambil, diasah, terus dijual. Belum tentu ada fundamentalnya juga. Belum tentu batu yang bagus. Belum tentu batu beneran juga. Tapi, semua tinggal dibentuk, diasah, dipromosikan, dan kalau beruntung, bisa dijual dengan harga tinggi. Orang bilangnya itu monkey business. Tapi setidaknya kegilaan ini membuat uang berpindah, terjadinya kegiatan ekonomi.
Apakah Fenomena Batu Akik juga bakal terlihat di transaksi BEI ?
Tentu saja, bukan lantas batu akik diperdagangkan di bursa saham. Di BEI, batu akiknya sedikit berbeda. Di lantai perdagangan BEI, pasar juga sepi karena puasa, sepi menunggu data ekonomi dan sepi karena menunggu data kinerja. Jika sudah begini, bisa saja batu akik yang kemudian bergerak. Saham-saham dengan fundamental kurang begitu bagus, pas-pasan atau malah tidak jelas, tiba-tiba melejit naik hanya karena ada berita yang sebenarnya belum tentu bakal mempengaruhi fundamental perusahaan itu secara langsung. Pergerakan saham KRAS dalam dua minggu terakhir adalah contohnya. Berita keluar, harga menjulang, sebelum akhirnya turun lagi.
Padahal, beritanya belum tentu berpengaruh terhadap fundamental perseroan. Tapi tetap saja: harga bergerak.
Ke depan, sepinya pasar, sepinya sentimen, data ekonomi dan fundamental yang masih ditunggu, sepertinya membuat fenomena pergerakan harga model batu akik seperti itu bakal masih sering berlangsung. Menyikapi fenomena seperti ini, saran saya hanya satu: jika Anda tertarik untuk ikut masuk, gunakan strategi trading bukan strategi investasi.
[ satrio utomo / kontan ]