Pengiriman TKI Informal ke Timur Tengah Dihentikan

JAKARTA, BLOKBERITA -- Pemerintah menghentikan penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) sektor informal ke 21 negara di Timur Tengah sebagai kebijakan untuk melindungi para TKI yang bekerja di sektor domestik dan didominasi oleh wanita tersebut.

" Kondisi TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan sampai saat ini masih banyak menyisakan permasalahan, baik menyangkut pelanggaran norma ketenagakerjaan hingga pelanggaran HAM," kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.

Menaker mengaku berita akhir-akhir ini yakni eksekusi terhadap dua TKI di Arab Saudi, Siti Zaenab dan Karni menjadi salah satu pertimbangan bagi pengambilan kebijakan tersebut.

Perlindungan bagi TKI di sektor domestik terutama di negara-negara Timur Tengah dinilai masih sangat kurang apalagi ditambah dengan budaya setempat yang semakin mempersulit tindakan perlindungan tersebut.

" Sesuai dengan UU no. 39 tahun 2004, Pemerintah diberikan kewenangan untuk mengatur penempatan TKI ke luar negeri agar mereka lebih sejahtera dan terlindungi. Pemerintah juga dapat menutup penempatan ke negara tertentu jika pekerjaan tersebut dinilai membawa mudharat dan bahkan merendahkan nilai-nilai kemanusiaan dan martabat bangsa," ujar Hanif.

Sebanyak 21 negara akan ditutup bagi pengiriman TKI informal yang bekerja di sektor domestik yakni Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab, Yaman dan Jordania.

Saat ini telah dilakukan moratorium di beberapa negara di antaranya yaitu ke Kuwait, Saudi Arabia, Yordania dan Suriah serta tunda layanan pengesahan pesanan pekerjaan dan pengesahan kontrak di Uni Emirat Arab, Qatar, Oman dan Bahrain.

Menaker menyebut "kebijakan keras" (hard policy) itu terpaksa diterapkan bagi negara-negara Timur Tengah karena penerapan budaya atau sistem kafalah (sponsorship) yang masih kental dimana hak privasi majikan sangat kuat daripada perjanjian kerja maupun peraturan ketenagakerjaan.

" Hal ini seringkali mengakibatkan TKI sangat bergantung pada sifat majikan dan melemahkan posisi TKI menyangkut kondisi kerja dan kehidupannya," ujarnya.

Akibat sistem itu, banyak TKI yang tidak dapat pulang karena dilarang majikan meskipun masa kontrak telah habis atau TKI dipindahtangankan ke majikan lain.

Di samping itu, banyaknya indikasi tindak pidana perdagangan manusia (trafficking) TKI antar negara di Timur Tengah juga menjadi latar belakang kebijakan tersebut.

" Dalam minggu ini saya akan segera menandatangani SK Menaker tentang penghentian penempatan TKI pada pengguna perseorangan ini," demikian Hanif Dhakiri.

Gubernur Jatim: Hentian Pengiriman TKI ke Timur Tengah

Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengusulkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan untuk menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) sektor informal ke Timur Tengah. Alasannya, di negara-negara Timur Tengah tidak ada regulasi untuk melindungi tenaga kerja.

" Saya usulkan untuk TKI informal ditutup saja selamanya," kata Soekarwo saat di kampus C Universitas Airlangga, Surabaya, Selasa, 21 April 2015.

Menurut Soekarwo, permasalahan tenaga kerja yang dihukum mati ataupun yang masih menanti eksekusi mati bukan persoalan diplomasi antara kedua negara, tapi lebih kepada peraturan yang mengikat di negara tersebut. Sebab, jadi tidaknya TKI dihukum mati sangat tergantung pada ampunan keluarga korban.

Apabila keluarga korban bersedia memaafkan terpidana mati, yang bersangkutan bisa dikembalikan ke negara asalnya. "Tapi jika keluarga korban tidak mau memaafkan, meskipun diganti dengan uang tetap tidak mampu menghentikan hukuman mati," katanya.

Hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah saat ini, menurut Soekarwo, hanya mendorong negara-negara Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, untuk bernegosiasi dengan keluarga korban. Sehingga 18 tenaga kerja asal Jawa Timur yang masih menunggu eksekusi mati bisa dipulangkan ke Indonesia. " Ini bukan masalah diplomasi lagi, tapi yang paling penting adalah dorongan kepada pemerintah Arab untuk negosiasi kepada keluarga korban," ujar dia.

Sebenarnya, tutur Soekarwo, pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jawa Timur telah berusaha semaksimal mungkin untuk memulangkan tenaga kerja di luar negeri yang terancam hukuman mati dengan melakukan langkah-langkah yang diusulkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan. "Bahkan, kami sudah pernah membayar sebagian. Tapi karena (hukum) di Timur Tengah masih perlu menanyakan kepada keluarga korban, akhirnya usaha itu tidak berhasil," kata dia.

Solusi terakhirnya, menurut Soekarwo, adalah menghentikan pengiriman tenaga kerja di sektor informal ke Timur Tengah, supaya tidak ada lagi korban-korban berjatuhan.

Dalam waktu yang tak terlalu lama, Arab Saudi telah menghukum mati dua tenaga kerja wanita, yaitu Siti Zaenab asal Bangkalan dan Karni dari Brebes. Adapun khusus warga Jawa Timur yang masih menunggu eksekusi mati sekitar 18 orang.

[ bazz / antara / kmps /  tempo ]
View

Related

KESOS 9038217860122821374

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item