Estimasi Nasib Rupiah Pekan Depan
https://kabar22.blogspot.com/2018/09/estimasi-nasib-rupiah-pekan-depan.html
BLOKBERITA, JAKARTA -- Sempat
melemah di awal pekan, rupiah berhasil menguat di akhir pekan. Kemarin,
rupiah di pasar spot berhasil menguat 0,49% ke level Rp 14.820 per
dollar Amerika Serikat (AS). Namun, pergerakan mata uang Garuda ini
dalam sepekan masih melemah 0,75%.
Sementara merujuk data kurs tengah versi Bank Indonesia (BI), rupiah naik tipis 0,05% menjadi Rp 14.884 per dollar AS. Namun jika dihitung dalam sepekan, rupiah sudah terdepresiasi sebesar 1,18%.
Analis Monex Investindo Futures Faisyal melihat, rupiah tertekan hebat di awal pekan ini akibat kekhawatiran pasar terhadap kelanjutan perang dagang antara AS dengan China.
Apalagi di pekan ini, Negeri Paman Sam berniat menerapkan tarif baru terhadap produk impor asal Tiongkok yang bernilai total sekitar US$ 200 miliar. Alhasil, mayoritas mata uang negara emerging market melemah.
Sentimen negatif juga datang dari potensi kenaikan suku bunga The Federal Reserve yang kesekian kalinya pada September. Peluang Fed menaikkan bunga kian terbuka seiring dengan membaiknya sejumlah data ekonomi AS. Sentimen ini pun kembali menekan rupiah.
Untunglah, pelemahan rupiah untuk sementara bisa ditahan. Ekonom Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Fikri C Permana menilai, pelaku pasar merespon positif intervensi yang dijalankan Bank Indonesia (BI), serta kebijakan fiskal pemerintah.
Untuk menjaga rupiah, BI mengintervensi pasar valas dan pasar obligasi hingga senilai Rp 7,1 triliun. "Intervensi BI sudah cukup. Terlalu riskan kalau BI terus mengguyur pasar," kata dia, Jumat (7/9).
Meski demikian, penguatan rupiah saat ini, menurut Fikri, belum signifikan. Ia memprediksikan, pekan depan rupiah berada di kisaran Rp 14.750–Rp15.050 per dollar AS. Sedangkan Faisyal memproyeksikan, mata uang Garuda bergerak dalam rentang Rp 14.730–15.000 per dollar AS. (bazz/kontan)
Sementara merujuk data kurs tengah versi Bank Indonesia (BI), rupiah naik tipis 0,05% menjadi Rp 14.884 per dollar AS. Namun jika dihitung dalam sepekan, rupiah sudah terdepresiasi sebesar 1,18%.
Analis Monex Investindo Futures Faisyal melihat, rupiah tertekan hebat di awal pekan ini akibat kekhawatiran pasar terhadap kelanjutan perang dagang antara AS dengan China.
Apalagi di pekan ini, Negeri Paman Sam berniat menerapkan tarif baru terhadap produk impor asal Tiongkok yang bernilai total sekitar US$ 200 miliar. Alhasil, mayoritas mata uang negara emerging market melemah.
Sentimen negatif juga datang dari potensi kenaikan suku bunga The Federal Reserve yang kesekian kalinya pada September. Peluang Fed menaikkan bunga kian terbuka seiring dengan membaiknya sejumlah data ekonomi AS. Sentimen ini pun kembali menekan rupiah.
Untunglah, pelemahan rupiah untuk sementara bisa ditahan. Ekonom Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Fikri C Permana menilai, pelaku pasar merespon positif intervensi yang dijalankan Bank Indonesia (BI), serta kebijakan fiskal pemerintah.
Untuk menjaga rupiah, BI mengintervensi pasar valas dan pasar obligasi hingga senilai Rp 7,1 triliun. "Intervensi BI sudah cukup. Terlalu riskan kalau BI terus mengguyur pasar," kata dia, Jumat (7/9).
Meski demikian, penguatan rupiah saat ini, menurut Fikri, belum signifikan. Ia memprediksikan, pekan depan rupiah berada di kisaran Rp 14.750–Rp15.050 per dollar AS. Sedangkan Faisyal memproyeksikan, mata uang Garuda bergerak dalam rentang Rp 14.730–15.000 per dollar AS. (bazz/kontan)