Kasus Korupsi Kondensat Rp 35 Triliun akan Mengarah ke Dugaan Pencucian Uang

BLOKBERITA, JAKARTA — Jampidsus Kejaksaan Agung Adi Toegarisman mengatakan, tak menutup kemungkinan ada pengembangan penyidikan dugaan pencucian uang dalam kasus dugaan korupsi penjualan kondensat oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
Sebab, nilai dugaan kerugian negara sangat besar, yakni 2,716 miliar dollar AS atau setara Rp 35 triliun.
" Dari hasil koordinasi kami, ada komitmen dari kepolisian bahwa dalam pengembangannya juga akan ditangani TPPU-nya," ujar Adi saat ditemui di gedung bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (3/1/2018).
Namun, penyidikan terkait pencucian uang akan dilakukan jika ditemukan fakta dan bukti yang mengarah ke sana dalam persidangan.

Bahkan, Adi tak menutup kemungkinan kasus pencucian uang akan ditangani kejaksaan.
" Karena ini pidana korupsi, bisa saja kami mengambil sikap untuk mengembangkan penyidikan sendiri," kata Adi.

Dalam kasus ini, penyidik Bareskrim Polri juga menyita pabrik beserta kilang yang digunakan PT TPPI untuk memproduksi LPG. Pabrik tersebut terletak di daerah Tuban, Jawa Timur.
Kejaksaan menyatakan bahwa kasus dugaan korupsi kondensat ini telah lengkap dan tinggal menunggu pelimpahan dari penyidik.
Polisi memisahkan berkas perkara menjadi dua. Berkas pertama terdiri dari dua tersangka, yaitu mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono.
Sementara berkas kedua untuk tersangka mantan Presiden Direktur PT TPPI Honggo Wendratmo.
Pengusutan perkara dugaan korupsi lewat penjualan kondensat dilakukan Bareskrim Polri sejak 2015.
Korupsi itu melibatkan SKK Migas (dulu bernama BP Migas), PT TPPI, dan Kementerian ESDM. Penyidik menemukan sejumlah dugaan tindak pidana.


Pertama, yakni penunjukan langsung PT TPPI oleh SKK Migas untuk menjual kondensat.
Kedua, PT TPPI telah melanggar kebijakan wakil presiden untuk menjual kondensat ke Pertamina. TPPI justru menjualnya ke perusahaan lain.
Penyidik juga menemukan bahwa meski kontrak kerja sama SKK Migas dengan PT TPPI ditandatangani Maret 2009, tetapi PT TPPI sudah menerima kondensat dari BP Migas sejak Januari 2009 untuk dijual.
Komitmen awal kontrak kerja mereka adalah memproduksi bahan bakar untuk dijual Pertamina. Namun, PT TPPI mengolahnya menjadi LPG.
Selain itu, PT TPPI juga diduga tidak menyerahkan hasil penjualan kondensat ke kas negara.

Diarahkan ke Perdata?

Perkara korupsi penjualan kondensat belum juga naik ke persidangan. Padahal, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Ditipideksus) Bareskrim Polri sudah empat kali melimpahkan berkas perkaranya ke Kejaksaan Agung.
Berkas perkara itu tak kunjung rampung (P-21) diduga karena petunjuk jaksa yang ingin membawa perkara ke kasus perdata, bukan pidana sebagaimana ditemukan penyidik dalam gelar perkara.

Dugaan itu diungkapkan Kabareskrim Komjen Pol Ari Dono Sukmanto. Ditambah ada perbedaan hitungan total kerugian negara antara Bareskrim Polri dan Kejagung, padahal BPK telah resmi mengeluarkan total lost kerugian negara sebesar Rp 38 triliun.

"Ya, ada beberapa bukti yang masih kurang waktu itu, kami menghitung total lost di sana (Kejagung) ada penghitungan beda. Ya, salah satu diantaranya itu (Kejagung mengarahkan ke perdata)," kata Komjen Pol Ari Dono Sukmanto di kantornya, Kamis (21/12).

Ari menegaskan bahwa Bareskrim serius dalam menangani perkara korupsi ini. Pemanggul bintang tiga itu mengaku telah mengikuti kasus korupsi ini sejak menjabat sebagai Wakabareskrim tahun 2015. Dia juga akui bahwa sempat terjadi perdebatan panjang saat ekspose kasus ini bersama Kejagung.

"Di Kejagung cukup alot. Kami masih ada beberapa kekurangan, terakhir ini masih berada di Kejaksaan, masih dalam pemeriksaan," jelas Ari.

Sejak Mei 2015, penyidik Bareskrim Polri sudah menetapkan tiga tersangka atas kasus kondensat ini. Mereka adalah mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, dan eks Direktur Utama TPPI Honggo Wendratno.

Tetapi, yang sudah ditahan penyidik hanya Raden Priyono dan Djoko Harsono. Sementara Honggo Wendratno belum ditahan karena menjalani perawatan pasca menjalani bedah jantung di Singapura. 

Murni Pidana

Korupsi penjualan kondensat murni tindak pidana. Pasalnya sudah ditemukan adanya kerugian negara melalui audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahkan pencucian uang yang telah diperiksa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). 

Demikian disampaikan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI)  Boy Amin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (22/12).

"Ini murni pidana. Tapi petunjuk Jaksa itu meskipun tidak vulgar sengaja mengarahkan seakan-akan ini urusan perusahaan, kalau urusan perusahaan kan perdata," katanya.

Menurut Boy, jika Jaksa menganggap ini kasus perdata, maka unsur-unsur pidana korupsinya sengaja dihilangkan. Seharusnya, kata Boy dengan adanya audit kerugian negara yang dikeluarkan oleh BPK, Kejaksaan tidak perlu lagi menghitungnya untuk alasan berkas yang dilimpahkan oleh Bareskrim belum lengkap lantaran perbedaan penghitungan total loss kerugian negara.

"Dokternya audit kerugian negara kan BPK, kalau jaksa hitung lagi apa keahliannya akan lebih pinter dari BPK? memang dia Jaksa bisa hitung? Seperti ankuntan-akuntannya BPK? itu melihatnya upaya menghambat aja," pungkas Boy.

Sebelumnya, Bareskrim Polri menegaskan akan serius dalam upaya pengungkapan kasus korupsi penjualan kondensat yang merugikan diduga merugikan negara sebesar Rp 38 triliun itu.

"Pada prinsipnya kita sudah serius untuk melaksanakan  kegiatan pemerosesan penyidikan ini," kata Kabareskrim, Komjen Ari Dono Sukmanto di Bareskrim, Gambir, Jakarta, Kamis (21/12).

Ari menjelaskan, dirinya telah mengikuti kasus korupsi ini sejak menjabat sebagai Wakabareskrim sejak 2015 yang lalu, Jenderal bintang tiga itu mengakui saat mengekspose kasus korupsi ini bersama Kejaksaan Agung mengalami perdebatan panjang.

"Di Kejagung cukup alot diakusi, kita masih ada beberapa kekurangan, terakhir ini masih berada di kejaksaan masih dalam pemeriksaan," jelas Ari

Sejak Mei 2015, penyidik Bareskrim Polri sudah menetapkan tiga tersangka atas kasus kondensat ini. Mereka adalah mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, dan eks Direktur Utama TPPI Honggo Wendratno.

Tetapi yang sudah ditahan penyidik hanya Raden Priyono dan Djoko Harsono. Sementara Honggo Wendratno belum ditahan karena menjalani perawatan pascaoperasi jantung di Singapura.  

[bin/kmps/rmol]
View

Related

NASIONAL 8464361748275228850

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item