Dibalik Skandal Mega Korupsi E-KTP
https://kabar22.blogspot.com/2017/03/dibalik-skandal-mega-korupsi-e-ktp.html
BLOKBERITA -- Sangat keji dan norak, Joko Widodo jalankan strategi mempertahankan kekuasaannya dengan mendukung dan menempatkan para koruptor (E-KTP dll) memimpin sejumlah institusi negara, lalu menyandera agar tidak bersikap kritis kepada pemerintah.
Lebih dari dua tahun Pemerintahan Paduka Yang Mulia (PYM) Joko Widodo menjadi Presiden, kita dapat melihat pengingkaran terhadap janji-janji manis di saat kampanye, terutama janji atau sumpahnya untuk memberantas korupsi dan menegakan pemerintah yang bersih dari korupsi. Janji manis tinggal kenangan pahit, sumpah setia tinggal ampas.
Sebaliknya, PYM Joko Widodo justru menikmati dan memanfaatkan keadaan robohnya institusi negara, serta hancurnya nilai-nilai dan runtuhnya moralitas para pejabat negara tersebut untuk melanggengkan kekuasaannya.
Sejumlah pejabat negara yang diduga secara terang benderang terlibat dalam berbagai kejahatan korupsi, termasuk korupsi E-KTP, justru diduga didukung oleh PYM Presiden Joko Widodo untuk menjadi pimpinan institusi negara.
PYM Presiden Joko Widodo diduga secara sengaja mendukung orang-orang bermasalah tersebut untuk duduk sebagai Pimpinan Negara, agar bisa disandera, untuk tidak bersikap kritis terhadap Pemerintahan yang dipimpinnya.
Sangat keji dan norak, karena strategi politik yang digunakan oleh PYM Joko Widodo untuk mempertahankan kekuasaan tidak dengan melakukan pembangunan dan penataan institusi negara. PYM Presiden Joko Widodo juga tak menjalankan strategi membangun manusia, membangun generasi baru yang bersih dari korupsi, generasi yang nasionalis dan Pancasilais, lalu ditempatkan sebagai pimpinan institusi negara.
Sekali lagi, sangat jelas, PYM Presiden Joko Widodo menjalankan strategi politik mempertahankan kekuasaannya dengan menempatkan orang-orang bermasalah untuk duduk sebagai pimpinan negara, lalu menyanderanya untuk tidak bersikap kritis kepada Pemerintah yang dipimpinnya.
Ternyata orientasi PYM Presiden Joko Widodo hanyalah mempertahankan kekuasaan semata. PYM Joko Widodo tidak peduli dengan keadaan negara yang sedang runtuh ditandai oleh tidak berfungsinya seluruh institusi negara dan hancurnya moralitas pejabat negara.
Bagi PYM Presiden Joko Widodo, demi langgenggnya kekuasan, jika perlu seluruh institusi negara dihancurkan dan dibuat tidak berfungsi. Bila perlu, Indonesia dikembalikan ke era pra feodalisme, ketika hukum dan konstitusi tidak menjadi landasan dan pedoman dalam bernegara.
PYM Presiden Joko Widodo menjalankan Pemerintahannnya secara katro dan norak, dengan mengabaikan kaidah-kaidah, norma dan etika dalam memimpin negara, konstitusi diabaikan, hukum direkayasa seenak nya sendiri.
Jika perlu para pencuri harta negara ditempatkan sebagai pejabat negara, yang penting kekuasaannya langgeng dan kokoh.
Penempatkan kembali Setya Novanto sebagai Ketua DPR-RI adalah contoh paling vulgar dan norak dari sebuah konspirasi yang melibatkan pihak istana negara, dalam strategi besar memperkokoh dan mempertahankan kekuasaan.
Setya Novanto yang bermasalah, diduga terlibat dalam skandal Papa Minta Saham Freeport dan Mega korupsi E-KTP, diduga secara sengaja didukung oleh istana negara untuk menjadi Ketua Golkar dan Ketua DPR, agar DPR dan Golkar dengan mudah disandera untuk tidak tidak bersikap kritis terhadap Pemerintah yang dipimpin oleh Joko Widodo.
Korupsi E-KTP adalah kejahatan korupsi paling norak yang pernah terjadi di negeri ini. Bagi-bagi rampokan APBN dilakukan secara norak dan vulgar. Jika sejumlah pejabat institusi negara, yang diduga terlibat dalam korupsi E-KTP tersebut tak dipenjarakan, maka alangkah baiknya seluruh aktivis anti korupsi dan mantan pimpinan KPK yang saat ini pejabat istana negara mengundurkan diri saja.
Jika PYM Presiden Widodo sungguh-sungguh mengerti dan menjalankan tugas dan fungsi nya sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, maka yang pertama dan terutama dijalankan oleh seorang Presiden adalah membangun manusianya, melakukan revolusi moral yang utamanya ditujukan kepada seluruh pejabat negara, yaitu dengan menempatkan orang orang yang bersih dari korupsi untuk memimpin institusi negara.
Jika, PYM Joko Widodo itu mempunyai kapasitas sebagai pimpinan negara, pasti yang diutamakan untuk dibangun adalah membangun kapasitas infrastruktur dari institusi negara yang saat ini runtuh berantakan. Bayangkan, kita sudah tak bisa lagi membedakan antara DPR-RI dengan DPD-RI, karena Ketua Umum HANURA adalah seorang pimpinan DPD-RI.
Jika projek infrastruktur berupa jalan tol, kereta api, dll. dibangun oleh manusia-manusia yang di dalam isi otaknya hanyalah mencari peluang untuk merampok dan menjajah bangsa Indonesia, maka hasil pembangunan tersebut pasti hanya dinikmati segelintir orang, bahkan dapat berunjung mangkrak.
Ingat, bahkan seorang Firaun yang didukung oleh tukang sihir yang sangat ampuh saja, bisa runtuh oleh kehendak Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. Tak ada yang abadi di dunia, pada waktunya sihir dan topeng itu pasti akan hancur, dan akan menjadi hina dina.
PENJARAKAN SELURUH KORUPTOR E-KTP, BERSIHKAN SELURUH INSTITUSI NEGARA DARI PARA KORUPTOR DAN KACUNG ASING. (Haris Rusly/Petisi 28 dan Kepala Pusat Pengkajian Nusantara-Pasifik - PPNP)
Lebih dari dua tahun Pemerintahan Paduka Yang Mulia (PYM) Joko Widodo menjadi Presiden, kita dapat melihat pengingkaran terhadap janji-janji manis di saat kampanye, terutama janji atau sumpahnya untuk memberantas korupsi dan menegakan pemerintah yang bersih dari korupsi. Janji manis tinggal kenangan pahit, sumpah setia tinggal ampas.
Sebaliknya, PYM Joko Widodo justru menikmati dan memanfaatkan keadaan robohnya institusi negara, serta hancurnya nilai-nilai dan runtuhnya moralitas para pejabat negara tersebut untuk melanggengkan kekuasaannya.
Sejumlah pejabat negara yang diduga secara terang benderang terlibat dalam berbagai kejahatan korupsi, termasuk korupsi E-KTP, justru diduga didukung oleh PYM Presiden Joko Widodo untuk menjadi pimpinan institusi negara.
PYM Presiden Joko Widodo diduga secara sengaja mendukung orang-orang bermasalah tersebut untuk duduk sebagai Pimpinan Negara, agar bisa disandera, untuk tidak bersikap kritis terhadap Pemerintahan yang dipimpinnya.
Sangat keji dan norak, karena strategi politik yang digunakan oleh PYM Joko Widodo untuk mempertahankan kekuasaan tidak dengan melakukan pembangunan dan penataan institusi negara. PYM Presiden Joko Widodo juga tak menjalankan strategi membangun manusia, membangun generasi baru yang bersih dari korupsi, generasi yang nasionalis dan Pancasilais, lalu ditempatkan sebagai pimpinan institusi negara.
Sekali lagi, sangat jelas, PYM Presiden Joko Widodo menjalankan strategi politik mempertahankan kekuasaannya dengan menempatkan orang-orang bermasalah untuk duduk sebagai pimpinan negara, lalu menyanderanya untuk tidak bersikap kritis kepada Pemerintah yang dipimpinnya.
Ternyata orientasi PYM Presiden Joko Widodo hanyalah mempertahankan kekuasaan semata. PYM Joko Widodo tidak peduli dengan keadaan negara yang sedang runtuh ditandai oleh tidak berfungsinya seluruh institusi negara dan hancurnya moralitas pejabat negara.
Bagi PYM Presiden Joko Widodo, demi langgenggnya kekuasan, jika perlu seluruh institusi negara dihancurkan dan dibuat tidak berfungsi. Bila perlu, Indonesia dikembalikan ke era pra feodalisme, ketika hukum dan konstitusi tidak menjadi landasan dan pedoman dalam bernegara.
PYM Presiden Joko Widodo menjalankan Pemerintahannnya secara katro dan norak, dengan mengabaikan kaidah-kaidah, norma dan etika dalam memimpin negara, konstitusi diabaikan, hukum direkayasa seenak nya sendiri.
Jika perlu para pencuri harta negara ditempatkan sebagai pejabat negara, yang penting kekuasaannya langgeng dan kokoh.
Penempatkan kembali Setya Novanto sebagai Ketua DPR-RI adalah contoh paling vulgar dan norak dari sebuah konspirasi yang melibatkan pihak istana negara, dalam strategi besar memperkokoh dan mempertahankan kekuasaan.
Setya Novanto yang bermasalah, diduga terlibat dalam skandal Papa Minta Saham Freeport dan Mega korupsi E-KTP, diduga secara sengaja didukung oleh istana negara untuk menjadi Ketua Golkar dan Ketua DPR, agar DPR dan Golkar dengan mudah disandera untuk tidak tidak bersikap kritis terhadap Pemerintah yang dipimpin oleh Joko Widodo.
Korupsi E-KTP adalah kejahatan korupsi paling norak yang pernah terjadi di negeri ini. Bagi-bagi rampokan APBN dilakukan secara norak dan vulgar. Jika sejumlah pejabat institusi negara, yang diduga terlibat dalam korupsi E-KTP tersebut tak dipenjarakan, maka alangkah baiknya seluruh aktivis anti korupsi dan mantan pimpinan KPK yang saat ini pejabat istana negara mengundurkan diri saja.
Jika PYM Presiden Widodo sungguh-sungguh mengerti dan menjalankan tugas dan fungsi nya sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, maka yang pertama dan terutama dijalankan oleh seorang Presiden adalah membangun manusianya, melakukan revolusi moral yang utamanya ditujukan kepada seluruh pejabat negara, yaitu dengan menempatkan orang orang yang bersih dari korupsi untuk memimpin institusi negara.
Jika, PYM Joko Widodo itu mempunyai kapasitas sebagai pimpinan negara, pasti yang diutamakan untuk dibangun adalah membangun kapasitas infrastruktur dari institusi negara yang saat ini runtuh berantakan. Bayangkan, kita sudah tak bisa lagi membedakan antara DPR-RI dengan DPD-RI, karena Ketua Umum HANURA adalah seorang pimpinan DPD-RI.
Jika projek infrastruktur berupa jalan tol, kereta api, dll. dibangun oleh manusia-manusia yang di dalam isi otaknya hanyalah mencari peluang untuk merampok dan menjajah bangsa Indonesia, maka hasil pembangunan tersebut pasti hanya dinikmati segelintir orang, bahkan dapat berunjung mangkrak.
Ingat, bahkan seorang Firaun yang didukung oleh tukang sihir yang sangat ampuh saja, bisa runtuh oleh kehendak Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. Tak ada yang abadi di dunia, pada waktunya sihir dan topeng itu pasti akan hancur, dan akan menjadi hina dina.
PENJARAKAN SELURUH KORUPTOR E-KTP, BERSIHKAN SELURUH INSTITUSI NEGARA DARI PARA KORUPTOR DAN KACUNG ASING. (Haris Rusly/Petisi 28 dan Kepala Pusat Pengkajian Nusantara-Pasifik - PPNP)