Subsidi Langsung Ditambah untuk Warga Miskin
https://kabar22.blogspot.com/2017/03/subsidi-langsung-ditambah-untuk-warga.html
BLOKBERITA, JAKARTA — Pemerintah akan memberikan bantuan langsung non tunai kepada rumah tangga miskin untuk kebutuhan listrik dan elpiji 3 kilogram mulai 2018. Subsidi langsung ini akan menggantikan pola lama yang diberikan pemerintah melalui PLN dan Pertamina.
” Semua subsidi tidak langsung seharusnya diubah menjadi bantuan langsung ke rumah tangga sasaran, termasuk subsidi listrik dan elpiji 3 kilogram,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta, Rabu (8/3).
Selama ini, menurut Bambang, pemerintah memberikan subsidi listrik melalui PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan subsidi elpiji 3 kilogram (kg) melalui PT Pertamina (Persero). Dengan demikian, harga yang dibayar rumah tangga miskin lebih murah dari harga ke-ekonomian. Mulai 2018, rumah tangga miskin akan memperoleh bantuan langsung non tunai untuk membayar tagihan listrik dan membeli elpiji 3 kg. Harga yang dibayarkan adalah harga keekonomian.
” Jadi, pendapatan rumah tangga miskin akan naik. Inflasi hanya terjadi sekali. Akan tetapi, ke depan, pendapatan mereka lebih tinggi dari sebelumnya. Ini bagus karena lebih mudah mengangkat orang dari kemiskinan dan lebih menjamin ketepatan sasaran,” kata Bambang.
Mekanisme penyaluran bantuan, lanjut Bambang, akan diintegrasikan ke dalam satu kartu elektronik. Jangka waktu penyalurannya masih dikaji, bisa per bulan atau per triwulan. Untuk listrik, rumah tangga miskin yang memperoleh subsidi adalah yang selama ini membayar tagihan listrik Rp 17.000 hingga Rp 70.000 per bulan atau rata-rata Rp 28.000 per bulan. Bappenas masih mengkaji jumlah bantuan yang akan diberikan, tetapi akan tetap menjaga agar biaya yang dikeluarkan rumah tangga miskin selama ini tetap. Terkait elpiji 3 kg, pemerintah akan memberikan bantuan langsung untuk kebutuhan 2 tabung per bulan. Pertimbangannya, rata-rata konsumsi rumah tangga miskin 2 tabung per bulan, nilai bantuannya juga masih dikaji.
” Semua subsidi tidak langsung seharusnya diubah menjadi bantuan langsung ke rumah tangga sasaran, termasuk subsidi listrik dan elpiji 3 kilogram,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta, Rabu (8/3).
Selama ini, menurut Bambang, pemerintah memberikan subsidi listrik melalui PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan subsidi elpiji 3 kilogram (kg) melalui PT Pertamina (Persero). Dengan demikian, harga yang dibayar rumah tangga miskin lebih murah dari harga ke-ekonomian. Mulai 2018, rumah tangga miskin akan memperoleh bantuan langsung non tunai untuk membayar tagihan listrik dan membeli elpiji 3 kg. Harga yang dibayarkan adalah harga keekonomian.
” Jadi, pendapatan rumah tangga miskin akan naik. Inflasi hanya terjadi sekali. Akan tetapi, ke depan, pendapatan mereka lebih tinggi dari sebelumnya. Ini bagus karena lebih mudah mengangkat orang dari kemiskinan dan lebih menjamin ketepatan sasaran,” kata Bambang.
Mekanisme penyaluran bantuan, lanjut Bambang, akan diintegrasikan ke dalam satu kartu elektronik. Jangka waktu penyalurannya masih dikaji, bisa per bulan atau per triwulan. Untuk listrik, rumah tangga miskin yang memperoleh subsidi adalah yang selama ini membayar tagihan listrik Rp 17.000 hingga Rp 70.000 per bulan atau rata-rata Rp 28.000 per bulan. Bappenas masih mengkaji jumlah bantuan yang akan diberikan, tetapi akan tetap menjaga agar biaya yang dikeluarkan rumah tangga miskin selama ini tetap. Terkait elpiji 3 kg, pemerintah akan memberikan bantuan langsung untuk kebutuhan 2 tabung per bulan. Pertimbangannya, rata-rata konsumsi rumah tangga miskin 2 tabung per bulan, nilai bantuannya juga masih dikaji.
” Tahun ini, distribusi elpiji 3 kg dilakukan secara tertutup dan ternyata susah. Jadi, lebih baik harga normal, tetapi pemerintah memberikan bantuan langsung ke rumah tangga miskin,” kata Bambang.
Tepat Sasaran
Dihubungi di Bojonegoro, Jawa Timur, Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha menyatakan dukungannya terhadap langkah pemerintah yang akan mengubah subsidi barang ke subsidi langsung. Hal ini lebih menjamin ketepatan sasaran dan menghemat anggaran. Terkait dana yang dihemat, tambah Satya, sebaiknya digunakan untuk meningkatkan daya beli masyarakat miskin. Dana itu bisa dialokasikan untuk menambah nilai subsidi listrik dan elpiji secara langsung. ”Kalau kebutuhan listrik dan elpiji masyarakat miskin per bulan rata-rata, misalnya, Rp 100.000 per keluarga, dana penghematan sebaiknya dialokasikan untuk menambah daya beli. Artinya, bantuan pemerintah bisa di atas Rp 100.000 sehingga sisanya bisa ditabung dan meningkatkan daya beli mereka,” kata Satya. Satya menegaskan, pemerintah harus meningkatkan akurasi data. Data yang ada selama ini dinilai masih kurang akurat. Tahun ini, pemerintah mengalokasikan bantuan untuk penduduk miskin senilai Rp 124,5 triliun, melalui enam program. Penduduk miskin tersebut adalah 40 persen penduduk dengan ekonomi terbawah. Program pertama adalah beras untuk rakyat miskin senilai Rp 22 triliun untuk 15,5 juta rumah tangga sasaran. Kedua, program Jaminan Kesehatan Nasional sebesar Rp 21 triliun untuk 94,4 juta jiwa. Ketiga, bantuan pendidikan melalui Kartu Indonesia Pintar senilai Rp 8 triliun untuk 19,7 juta siswa. Keempat, Program Keluarga Harapan senilai Rp 11 triliun untuk 6 juta rumah tangga sasaran. Adapun program kelima adalah subsidi listrik senilai Rp 40,5 triliun untuk sekitar 23 juta rumah tangga sasaran dan keenam berupa subsidi elpiji 3 kg senilai Rp 22 triliun untuk sekitar 28 juta rumah tangga sasaran. Guna mengurangi jumlah penduduk miskin, Bappenas meningkatkan fokus pada bantuan bagi masyarakat miskin. Oleh karena itu, anggaran untuk enam program tersebut berkisar Rp 160 triliun-Rp 200 triliun. Laporan Bank Dunia pada 2015 menyebutkan, APBN lebih banyak membiayai subsidi barang ketimbang subsidi langsung. Subsidi barang terbukti kurang efektif mengurangi jumlah penduduk miskin. Selain banyak salah sasaran, subsidi barang rawan disalahgunakan.
[mrheal/kmps]
Tepat Sasaran
Dihubungi di Bojonegoro, Jawa Timur, Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha menyatakan dukungannya terhadap langkah pemerintah yang akan mengubah subsidi barang ke subsidi langsung. Hal ini lebih menjamin ketepatan sasaran dan menghemat anggaran. Terkait dana yang dihemat, tambah Satya, sebaiknya digunakan untuk meningkatkan daya beli masyarakat miskin. Dana itu bisa dialokasikan untuk menambah nilai subsidi listrik dan elpiji secara langsung. ”Kalau kebutuhan listrik dan elpiji masyarakat miskin per bulan rata-rata, misalnya, Rp 100.000 per keluarga, dana penghematan sebaiknya dialokasikan untuk menambah daya beli. Artinya, bantuan pemerintah bisa di atas Rp 100.000 sehingga sisanya bisa ditabung dan meningkatkan daya beli mereka,” kata Satya. Satya menegaskan, pemerintah harus meningkatkan akurasi data. Data yang ada selama ini dinilai masih kurang akurat. Tahun ini, pemerintah mengalokasikan bantuan untuk penduduk miskin senilai Rp 124,5 triliun, melalui enam program. Penduduk miskin tersebut adalah 40 persen penduduk dengan ekonomi terbawah. Program pertama adalah beras untuk rakyat miskin senilai Rp 22 triliun untuk 15,5 juta rumah tangga sasaran. Kedua, program Jaminan Kesehatan Nasional sebesar Rp 21 triliun untuk 94,4 juta jiwa. Ketiga, bantuan pendidikan melalui Kartu Indonesia Pintar senilai Rp 8 triliun untuk 19,7 juta siswa. Keempat, Program Keluarga Harapan senilai Rp 11 triliun untuk 6 juta rumah tangga sasaran. Adapun program kelima adalah subsidi listrik senilai Rp 40,5 triliun untuk sekitar 23 juta rumah tangga sasaran dan keenam berupa subsidi elpiji 3 kg senilai Rp 22 triliun untuk sekitar 28 juta rumah tangga sasaran. Guna mengurangi jumlah penduduk miskin, Bappenas meningkatkan fokus pada bantuan bagi masyarakat miskin. Oleh karena itu, anggaran untuk enam program tersebut berkisar Rp 160 triliun-Rp 200 triliun. Laporan Bank Dunia pada 2015 menyebutkan, APBN lebih banyak membiayai subsidi barang ketimbang subsidi langsung. Subsidi barang terbukti kurang efektif mengurangi jumlah penduduk miskin. Selain banyak salah sasaran, subsidi barang rawan disalahgunakan.
[mrheal/kmps]