PLN Membangkang, Menteri ESDM Lontarkan Teguran Keras !
https://kabar22.blogspot.com/2016/07/pln-membangkang-menteri-esdm-lontarkan.html
BLOKBERITA, JAKARTA -- Menteri ESDM Sudirman Said kembali memberikan teguran keras kepada PT PLN (Persero). Dalam acara coffee morning di Kantor Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Sudirman terang-terangan menegur PLN di hadapan para peserta acara.
Dalam coffee morning ini, PLN diwakili oleh Direktur Perencanaan PLN Nicke Widyawati. Direktur Utama PLN Sofyan Basir tidak datang ke acara ini.
Sudirman meminta PLN untuk tidak terus memprotes kebijakan yang telah ditetapkannya. Dalam beberapa bulan terakhir, PLN dan Kementerian ESDM berdebat soal Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2025, proyek PLTU Jawa 5, proyek HVDC, dan terakhir persyaratan lelang proyek 35.000 MW.
" Hentikan kebiasaan menkontes kebijakan pemerintah. Kontesnya di publik, padahal tidak ada satu pun Permen (Peraturan Menteri) yang disusun tanpa melibatkan PLN. Listrik itu bukan urusan kehebatan, tapi urusan teknis," kata Sudirman dalam acara coffee morning di Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta, Jumat (22/7/2016).
Sudirman mengingatkan, 'orang tua' alias kementerian teknis yang berada di atas PLN bukan hanya Kementerian BUMN, tapi juga Kementerian ESDM.
" Orang tua PLN itu dua, ESDM dan Kementerian BUMN," ucapnya.
Dirinya mengaku sudah lama menahan diri terhadap sikap PLN. Menurutnya, kalau manajemen terus mendebat kebijakan yang dibuat Kementerian ESDM, proyek-proyek ketenagalistrikan tidak akan berjalan dengan baik.
" Hari ini saya bicara keras, hentikan mengkontes kebijakan publik. Saya sering acara saya yang undang, Dirut PLN tidak datang. Penyebab listrik sulit itu karena perilaku pimpinan. Saya sengaja terbuka karena selama ini sudah menahan diri," tandasnya.
" Masa depan mafia itu suram. Kebohongan itu tidak memiliki masa depan," tutupnya.
Tolak Kebijakan Menteri ESDM
Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (SP PLN) menyesalkan beberapa kebijakan menteri ESDM yang dinilai merugikan PLN sebagai BUMN dan juga kelistrikan nasional.
“ Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari PLN, SP PLN merasa mempunyai kewajiban moral untuk mengingatkan dan mengoreksi kebijakan yang keliru terhadap kelistrikan nasional,” kata Ketum SP PLN Jumadis Abda dalam keterangan tertulisnya, Minggu (24/7).
Menurut dia, bila salah melangkah dan salah mengambil kebijakan termasuk adanya unsur kepentingan tertentu dalam penentuan arah kelistrikan ini, maka dampak kerugiannya bukan saja dirasakan oleh PLN tetapi juga kepada bangsa dan negara serta seluruh masyarakat Indonesia.
Jumadis menilai Menteri ESDM Sudirman Said sebagai orang yang bertanggung jawab mengawal kelistrikan itu dalam penguasaan Negara justru membuat peran negara diperkecil.
“ Perusahaan Listrik Negara berusaha dimarginalkan untuk pembangunan kelistrikan itu. Terutama di sektor pembangkit yang memberikan pengembalian (profit) yang lebih baik. Pembangunannya dan kepemilikan asetnya diserahkan kepada perusahaan perseorangan privat /swasta,” jelasnya.
Dia menambahkan, PLN justru diminta membeli dengan sistem take or pay yang berpotensi menimbulkan kerugian hingga Rp 140 T/ tahun setelah selesai pembangunannya, dan potensi pemadaman di seluruh Indonesia seperti yang terjadi di Nias beberapa waktu yang lalu.
Adapun upaya-upaya swastanisasi dan keberpihakan kepada perusahaan privat itu dalam kelistrikan Nasional oleh Menteri Sudirman Said menurut SP PLN dapat terlihat antara lain adanya upaya pemecahan kelistrikan di 6 provinsi di Indonesia Timur, program pembangunan pembangkit 35.000 MW yang melebihi kapasitas yang dibutuhkan dan kecenderungan seluruhnya diserahkan kepada swasta, intervensi perubahan RUPTL terutama untuk porsi PLN dalam pembangunan pembangkit yang berusaha diperkecil. Selain itu, harga beli energi listrik (kWh) dari IPP PLTMH yang harus dibeli PLN kelewat mahal sesuai Permen ESDM No 19/2015, lebih mahal dari harga jual PLN kepada masyarakat.
“Oleh sebab itu kami anggota SP PLN seluruh Indonesia mengecam upaya dan pernyataan Menteri ESDM untuk menjadikan kelistrikan bangsa ini semakin terpuruk dan kerdil serta lebih mengedepankan kepentingan perusahaan privat/ swasta, mengakomodir upaya swastanisasi kelistrikan yang pada akhirnya bisa membangkrutkan PLN, membuat tarif listrik lebih mahal dan tidak stabil sehingga berdampak terganggunya ekonomi bangsa Indonesia yang menyengsarakan seluruh masyarakat Indonesia,” jelasnya.
Siap Debat Dengan Menteri ESDM
Serikat Pekerja PT PLN (persero) tidak senang pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Dalam hal pegawai PLN tidak senang jika harus mematuhi kebijakan Kementerian ESDM yang merugikan perseroan.
Ketum Serikat Pekerja PT PLN Jumadis Abda mengaku kesal dengan perkataan Sudirman agar perseroan bisa mematuhi keinginan pengembang listrik swasta yang tergabung dalam Independent Power Producer (IPP). Jumadis berharap agar Sudirman bisa menghormati kinerja PLN selama ini daripada swasta.
" Kami mengecam Pernyataan Sudirman Said Memaksa PLN untuk tunduk terhadap upaya swastanisasi Pembangkit Listrik dan peraturan yang merugikan PLN dan kelistrikan nasional," ujar Jumadis, Minggu (24/7/2016).
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari PLN, Serikat Pekerja (SP) PLN merasa mempunyai kewajiban moral untuk mengingatkan dan mengoreksi kebijakan yang keliru terhadap kelistrikan nasional. Karena bila salah melangkah dan salah mengambil kebijakan termasuk adanya unsur kepentingan tertentu dalam penentuan arah kelistrikan ini.
" Dampak kerugiannya bukan saja dirasakan oleh PLN tetapi juga kepada bangsa dan negara serta seluruh masyarakat Indonesia," tegas Jumadis.
Jumadis menyebut ada usaha pemerintah untuk memarginalkan PLN melalui Menteri ESDM Sudirman Said. Jumadis menyebutkan pembangunan dan kepemilikan aset perseroan akan diserahkan kepada perusahaan swasta dan PLN diminta membeli dengan sistem take or pay.
" Akan ada kerugian PLN Rp 140 triliun per tahun setelah selesai pembangunannya, dan potensi pemadaman di seluruh Indonesia seperti yang terjadi di Nias beberapa waktu yang lalu. Sehingga Indonesia menjadi Nias kedua," papar Jumadis.
Jumadis menambahkan SP PLN menantang Menteri Sudirman Said untuk berdebat secara terbuka ke ruang publik di media televisi nasional. Hal itu bertujuan untuk menyelesaikan maasalah kebijakan di sektor kelistrikan.
" Tujuan debat agar dapat diketahui dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia," kata Jumadis.
Sebelumnya diberitakan, Sudirman Said berpesan kepada PT PLN agar bisa bekerjasama dengan pengembang swasta yang tergabung dengan IPP. Sudirman tak mau persero takut kekurangan proyek listrik karena ada pihak IPP.
" Masih ada pandangan-pandangan, porsi kita berkurang. PLN justru harus mempercepat penunjukan IPP," ujar Sudirman di kantor Direktorat Jenderal Kelistrikan ESDM, Jumat (22/7/2016).
Sudirman memaparkan saat ini proyek pengembangan kelistrikan mayoritas dikuasai PT PLN. Namun dalam waktu empat tahun mendatang, Sudirman yakin IPP bisa memiliki proyek sama banyaknya dengan perseroan.
" PT PLN sebagai satu pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik. Sekarang dominan, tapi 2020 kalau IPP jalan akan seimbang," kata Sudirman. [ mrhill / tribun / britasatu ]
Dalam coffee morning ini, PLN diwakili oleh Direktur Perencanaan PLN Nicke Widyawati. Direktur Utama PLN Sofyan Basir tidak datang ke acara ini.
Sudirman meminta PLN untuk tidak terus memprotes kebijakan yang telah ditetapkannya. Dalam beberapa bulan terakhir, PLN dan Kementerian ESDM berdebat soal Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2025, proyek PLTU Jawa 5, proyek HVDC, dan terakhir persyaratan lelang proyek 35.000 MW.
" Hentikan kebiasaan menkontes kebijakan pemerintah. Kontesnya di publik, padahal tidak ada satu pun Permen (Peraturan Menteri) yang disusun tanpa melibatkan PLN. Listrik itu bukan urusan kehebatan, tapi urusan teknis," kata Sudirman dalam acara coffee morning di Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta, Jumat (22/7/2016).
Sudirman mengingatkan, 'orang tua' alias kementerian teknis yang berada di atas PLN bukan hanya Kementerian BUMN, tapi juga Kementerian ESDM.
" Orang tua PLN itu dua, ESDM dan Kementerian BUMN," ucapnya.
Dirinya mengaku sudah lama menahan diri terhadap sikap PLN. Menurutnya, kalau manajemen terus mendebat kebijakan yang dibuat Kementerian ESDM, proyek-proyek ketenagalistrikan tidak akan berjalan dengan baik.
" Hari ini saya bicara keras, hentikan mengkontes kebijakan publik. Saya sering acara saya yang undang, Dirut PLN tidak datang. Penyebab listrik sulit itu karena perilaku pimpinan. Saya sengaja terbuka karena selama ini sudah menahan diri," tandasnya.
" Masa depan mafia itu suram. Kebohongan itu tidak memiliki masa depan," tutupnya.
Tolak Kebijakan Menteri ESDM
Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (SP PLN) menyesalkan beberapa kebijakan menteri ESDM yang dinilai merugikan PLN sebagai BUMN dan juga kelistrikan nasional.
“ Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari PLN, SP PLN merasa mempunyai kewajiban moral untuk mengingatkan dan mengoreksi kebijakan yang keliru terhadap kelistrikan nasional,” kata Ketum SP PLN Jumadis Abda dalam keterangan tertulisnya, Minggu (24/7).
Menurut dia, bila salah melangkah dan salah mengambil kebijakan termasuk adanya unsur kepentingan tertentu dalam penentuan arah kelistrikan ini, maka dampak kerugiannya bukan saja dirasakan oleh PLN tetapi juga kepada bangsa dan negara serta seluruh masyarakat Indonesia.
Jumadis menilai Menteri ESDM Sudirman Said sebagai orang yang bertanggung jawab mengawal kelistrikan itu dalam penguasaan Negara justru membuat peran negara diperkecil.
“ Perusahaan Listrik Negara berusaha dimarginalkan untuk pembangunan kelistrikan itu. Terutama di sektor pembangkit yang memberikan pengembalian (profit) yang lebih baik. Pembangunannya dan kepemilikan asetnya diserahkan kepada perusahaan perseorangan privat /swasta,” jelasnya.
Dia menambahkan, PLN justru diminta membeli dengan sistem take or pay yang berpotensi menimbulkan kerugian hingga Rp 140 T/ tahun setelah selesai pembangunannya, dan potensi pemadaman di seluruh Indonesia seperti yang terjadi di Nias beberapa waktu yang lalu.
Adapun upaya-upaya swastanisasi dan keberpihakan kepada perusahaan privat itu dalam kelistrikan Nasional oleh Menteri Sudirman Said menurut SP PLN dapat terlihat antara lain adanya upaya pemecahan kelistrikan di 6 provinsi di Indonesia Timur, program pembangunan pembangkit 35.000 MW yang melebihi kapasitas yang dibutuhkan dan kecenderungan seluruhnya diserahkan kepada swasta, intervensi perubahan RUPTL terutama untuk porsi PLN dalam pembangunan pembangkit yang berusaha diperkecil. Selain itu, harga beli energi listrik (kWh) dari IPP PLTMH yang harus dibeli PLN kelewat mahal sesuai Permen ESDM No 19/2015, lebih mahal dari harga jual PLN kepada masyarakat.
“Oleh sebab itu kami anggota SP PLN seluruh Indonesia mengecam upaya dan pernyataan Menteri ESDM untuk menjadikan kelistrikan bangsa ini semakin terpuruk dan kerdil serta lebih mengedepankan kepentingan perusahaan privat/ swasta, mengakomodir upaya swastanisasi kelistrikan yang pada akhirnya bisa membangkrutkan PLN, membuat tarif listrik lebih mahal dan tidak stabil sehingga berdampak terganggunya ekonomi bangsa Indonesia yang menyengsarakan seluruh masyarakat Indonesia,” jelasnya.
Siap Debat Dengan Menteri ESDM
Serikat Pekerja PT PLN (persero) tidak senang pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Dalam hal pegawai PLN tidak senang jika harus mematuhi kebijakan Kementerian ESDM yang merugikan perseroan.
Ketum Serikat Pekerja PT PLN Jumadis Abda mengaku kesal dengan perkataan Sudirman agar perseroan bisa mematuhi keinginan pengembang listrik swasta yang tergabung dalam Independent Power Producer (IPP). Jumadis berharap agar Sudirman bisa menghormati kinerja PLN selama ini daripada swasta.
" Kami mengecam Pernyataan Sudirman Said Memaksa PLN untuk tunduk terhadap upaya swastanisasi Pembangkit Listrik dan peraturan yang merugikan PLN dan kelistrikan nasional," ujar Jumadis, Minggu (24/7/2016).
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari PLN, Serikat Pekerja (SP) PLN merasa mempunyai kewajiban moral untuk mengingatkan dan mengoreksi kebijakan yang keliru terhadap kelistrikan nasional. Karena bila salah melangkah dan salah mengambil kebijakan termasuk adanya unsur kepentingan tertentu dalam penentuan arah kelistrikan ini.
" Dampak kerugiannya bukan saja dirasakan oleh PLN tetapi juga kepada bangsa dan negara serta seluruh masyarakat Indonesia," tegas Jumadis.
Jumadis menyebut ada usaha pemerintah untuk memarginalkan PLN melalui Menteri ESDM Sudirman Said. Jumadis menyebutkan pembangunan dan kepemilikan aset perseroan akan diserahkan kepada perusahaan swasta dan PLN diminta membeli dengan sistem take or pay.
" Akan ada kerugian PLN Rp 140 triliun per tahun setelah selesai pembangunannya, dan potensi pemadaman di seluruh Indonesia seperti yang terjadi di Nias beberapa waktu yang lalu. Sehingga Indonesia menjadi Nias kedua," papar Jumadis.
Jumadis menambahkan SP PLN menantang Menteri Sudirman Said untuk berdebat secara terbuka ke ruang publik di media televisi nasional. Hal itu bertujuan untuk menyelesaikan maasalah kebijakan di sektor kelistrikan.
" Tujuan debat agar dapat diketahui dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia," kata Jumadis.
Sebelumnya diberitakan, Sudirman Said berpesan kepada PT PLN agar bisa bekerjasama dengan pengembang swasta yang tergabung dengan IPP. Sudirman tak mau persero takut kekurangan proyek listrik karena ada pihak IPP.
" Masih ada pandangan-pandangan, porsi kita berkurang. PLN justru harus mempercepat penunjukan IPP," ujar Sudirman di kantor Direktorat Jenderal Kelistrikan ESDM, Jumat (22/7/2016).
Sudirman memaparkan saat ini proyek pengembangan kelistrikan mayoritas dikuasai PT PLN. Namun dalam waktu empat tahun mendatang, Sudirman yakin IPP bisa memiliki proyek sama banyaknya dengan perseroan.
" PT PLN sebagai satu pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik. Sekarang dominan, tapi 2020 kalau IPP jalan akan seimbang," kata Sudirman. [ mrhill / tribun / britasatu ]