Setya Novanto Jadi Ketum Golkar, Isyarat "Kematian" Partai Beringin?
https://kabar22.blogspot.com/2016/05/setya-novanto-jadi-ketum-golkar-isyarat.html
JAKARTA, BLOKBERITA – Secara mengejutkan sosok yang kontroversial, Setya Novanto, terpilih menjadi Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Bali Nusa Dua Convention Center, Selasa (17/5/2016) pagi. Ia menggantikan Aburizal Bakrie (ARB).
Terpilihnya Novanto itu mendapat penilaian negatif dari Himpunan Masyarakat Peduli Indonesia (HMPI). Menurut Tri Joko Susilo, Sekretaris Jenderal (Sekjen) HMPI, keberhasilan Novanto menduduki kursi Golkar 1 tersebut merupakan tanda ‘kematian’ bagi partai berwarna kuning yang berlambang pohon beringin ini. Pasalnya, Novanto memiliki rekam jejak yang kurang bagus di bidang etika dan hukum.
“ Kami kecewa dengan terpilihnya Novanto. Ini merupakan bendera kuning atau ‘kematian’ bagi partai kuning. Kami melihat dia tidak lebih baik dari ARB,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) HMPI Tri Joko Susilo ketika dihubungi Obsessionnews.com melalui telepon, Selasa (17/5/2016).
Salah satu kasus besar yang menyedot perhatian publik adalah saat Novanto menjadi Ketua DPR diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta jatah saham PT Freeport Indonesia. Kasus ini membuat Jokowi marah. Akibat kasus tersebut Novanto mengundurkan diri sebagai Ketua DPR pada Januari 2016, lalu menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar DPR. Kursi Ketua DPR kemudian diduduki Ade komarudin (Akom) yang sebelumnya Ketua Fraksi Partai Golkar DPR.
Jabatan Ketum Golkar diperebutkan delapan orang, yakni Setya Novanto, Akom, Aziz Syamsuddin, Mahyudin, Airlangga Hartanto, Syahrul Yasin Limpo, Indra Bambang Utoyo, dan Priyo Budi Santoso. Bakal calon ketua umum (bacaketum) harus memenuhi syarat mendapat dukungan 30% suara untuk lolos ke putaran kedua. Jika di putaran pertama hanya satu bacaketum yang mendapat dukungan 30% suara, maka dia yang terpilih menjadi ketum. Hanya dua orang yang mampu memperoleh dukungan lebih dari 30% suara, yakni Novanto dan Akom. Novanto memperoleh 227 suara dari total 554 suara, sedangkan Akom mendapat 173 suara. Sementara itu dukungan untuk enam bacaketum lainnya jauh di bawah 30%.
Banyak kalangan yang memprediksi pertarungan di putaran kedua antara Novanto dan Akom bakal seru. Namun, terjadi kejutan. Akom ternyata memilih lempar handuk atau mundur, dan memberi jalan bagi Novanto menjadi ketum Golkar.
“Akom telah mengecewakan para senior Golkar. Sebagai laki laki harusnya dia bertarung sampai akhir,” kritik Tri.
Dengan mundurnya Akom, Novanto ditetapkan sebagai ketum periode 2014-2019.
“Kami tetapkan Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar 2014-2019,” kata pimpinan sidang, Nurdin Halid.
Munaslub Golkar di Bali 14-17 Mei 2016 merupakan munaslub rekonsiliasi kedua kubu, yakni kubu Aburizal Bakrie atau Ical dan kubu Agung Laksono. Pasca Pilpres 2014 Golkar terbelah menjadi dua kubu, yakni kubu Ical dan Agung. Pada awal Desember 2014 dalam Munas di Bali Ical terpilih lagi menjadi menjadi ketum Golkar untuk periode 2014-2019. Namun, Munas Bali tak diakui oleh tokoh-tokoh Golkar yang dimotori Agung. Kelompok Agung kemudian membuat Munas tandingan di Ancol, Jakarta, pada Desember 2014. Agung terpilih sebagai ketum masa bakti 2014-2019.
Perseteruan kedua kubu itu kemudian bergulir ke meja hijau. Setelah lebih dari setahun konflik di tubuh partai beringin itu, kedua kubu akhirnya bersepakat menggelar Munaslub untuk memilih ketum periode 2014-2019. (gram/obnews)
Terpilihnya Novanto itu mendapat penilaian negatif dari Himpunan Masyarakat Peduli Indonesia (HMPI). Menurut Tri Joko Susilo, Sekretaris Jenderal (Sekjen) HMPI, keberhasilan Novanto menduduki kursi Golkar 1 tersebut merupakan tanda ‘kematian’ bagi partai berwarna kuning yang berlambang pohon beringin ini. Pasalnya, Novanto memiliki rekam jejak yang kurang bagus di bidang etika dan hukum.
“ Kami kecewa dengan terpilihnya Novanto. Ini merupakan bendera kuning atau ‘kematian’ bagi partai kuning. Kami melihat dia tidak lebih baik dari ARB,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) HMPI Tri Joko Susilo ketika dihubungi Obsessionnews.com melalui telepon, Selasa (17/5/2016).
Salah satu kasus besar yang menyedot perhatian publik adalah saat Novanto menjadi Ketua DPR diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta jatah saham PT Freeport Indonesia. Kasus ini membuat Jokowi marah. Akibat kasus tersebut Novanto mengundurkan diri sebagai Ketua DPR pada Januari 2016, lalu menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar DPR. Kursi Ketua DPR kemudian diduduki Ade komarudin (Akom) yang sebelumnya Ketua Fraksi Partai Golkar DPR.
Jabatan Ketum Golkar diperebutkan delapan orang, yakni Setya Novanto, Akom, Aziz Syamsuddin, Mahyudin, Airlangga Hartanto, Syahrul Yasin Limpo, Indra Bambang Utoyo, dan Priyo Budi Santoso. Bakal calon ketua umum (bacaketum) harus memenuhi syarat mendapat dukungan 30% suara untuk lolos ke putaran kedua. Jika di putaran pertama hanya satu bacaketum yang mendapat dukungan 30% suara, maka dia yang terpilih menjadi ketum. Hanya dua orang yang mampu memperoleh dukungan lebih dari 30% suara, yakni Novanto dan Akom. Novanto memperoleh 227 suara dari total 554 suara, sedangkan Akom mendapat 173 suara. Sementara itu dukungan untuk enam bacaketum lainnya jauh di bawah 30%.
Banyak kalangan yang memprediksi pertarungan di putaran kedua antara Novanto dan Akom bakal seru. Namun, terjadi kejutan. Akom ternyata memilih lempar handuk atau mundur, dan memberi jalan bagi Novanto menjadi ketum Golkar.
“Akom telah mengecewakan para senior Golkar. Sebagai laki laki harusnya dia bertarung sampai akhir,” kritik Tri.
Dengan mundurnya Akom, Novanto ditetapkan sebagai ketum periode 2014-2019.
“Kami tetapkan Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar 2014-2019,” kata pimpinan sidang, Nurdin Halid.
Munaslub Golkar di Bali 14-17 Mei 2016 merupakan munaslub rekonsiliasi kedua kubu, yakni kubu Aburizal Bakrie atau Ical dan kubu Agung Laksono. Pasca Pilpres 2014 Golkar terbelah menjadi dua kubu, yakni kubu Ical dan Agung. Pada awal Desember 2014 dalam Munas di Bali Ical terpilih lagi menjadi menjadi ketum Golkar untuk periode 2014-2019. Namun, Munas Bali tak diakui oleh tokoh-tokoh Golkar yang dimotori Agung. Kelompok Agung kemudian membuat Munas tandingan di Ancol, Jakarta, pada Desember 2014. Agung terpilih sebagai ketum masa bakti 2014-2019.
Perseteruan kedua kubu itu kemudian bergulir ke meja hijau. Setelah lebih dari setahun konflik di tubuh partai beringin itu, kedua kubu akhirnya bersepakat menggelar Munaslub untuk memilih ketum periode 2014-2019. (gram/obnews)