Inilah 14 Poin Revisi RUU KPK yang Disetujui Mayoritas Fraksi DPR
https://kabar22.blogspot.com/2016/02/inilah-14-poin-revisi-ruu-kpk-yang.html
BLOKBERITA -- Ketua Panja untuk perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Firman Soebagyo membacakan hasil pengharmoniasian, pembulatan, dan pemantauan konsepsi RUU KPK.
Ada 14 poin tambahan yang dibacakan yang kemudian disepakati oleh forum mini fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Memang, dalam penyampaian pandangan, Fraksi Partai Gerindra satu-satunya pihak yang menolak revisi UU KPK. Berikut perubahan itu:
1. Nomenklatur "Kejaksaan Agung Republik Indonesia" dalam Pasal 11 Ayat 2, Pasal 45 Ayat 1 dan 2, Pasal 45A Ayat 2, dan Pasal 45B diubah menjadi "Kejaksaan' sebagaimana tertulis dalam undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK.
2. Nomenklatur "Kepolisian Negara Republik Indonesia" dalam Pasal 11 Ayat 2, 43 Ayat 1 dan 2, Pasal 43A Ayat 2, Pasal 43B, Pasal 45 Ayat 1 dan Ayat 2, Pasal 45B diubah menjadi "kepolisian" sebagaimana tertulis dalam undang-undang Nomor 30 tahun 2002 Tentang KPK.
3. Frasa "Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana" dalam Pasal 38 dan Pasal 46 Ayat 1 diubah menjadi "Undang-Undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana.
4. Pasal 32 ditambahkan ketentuan bahwa "Pimpinan KPK yang mengundurkan diri, dilarang menduduki jabatan publik".
5. Pasal 32 Ayat 1 huruf c ditambahkan, ketentuan pemberhentian tetap pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
6. Pasal 37D, tugas dewan pengawas ditambah yakni; a. memberikan izin penyadapan dan penyitaan b. menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan KPK.
7. Pasal 37D, dalam memilih dan mengangkat dewan pengawas, presiden membentuk panitia seleksi.
8. Pasal 37E, ditambahkan 1 Ayat dengan rumusan "anggota dewan pengawas yang mengundurkan diri dilarang menduduki jabatan publik".
9. Pasal 40 mengenai SP3, pemberian SP3 harus disertai alasan dan bukti yang cukup dan harus dilaporkan pada dewan pengawas, serta dapat dicabut kembali apabila ditemukan hal-hal baru yang dapat membatalkan alasan penghentian perkara.
10. Pasal 43 ditambah ketentuan bahwa pimpinan KPK dapat mengangkat penyelidik sendiri sesuai dalam persyaratan dalam undang-undang ini.
11. Pasal 45, ditambah ketentuan bahwa pimpinan KPK dapat mengangkat penyidik sendiri sesuai persyaratan dalam undang-undang ini.
12. Pasal 47A dalam keadaan mendesak, penyitaan boleh dilakukan tanpa izin dari dewan pengawas terlebih dahulu.
[ bmw / oke ]
Ada 14 poin tambahan yang dibacakan yang kemudian disepakati oleh forum mini fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Memang, dalam penyampaian pandangan, Fraksi Partai Gerindra satu-satunya pihak yang menolak revisi UU KPK. Berikut perubahan itu:
1. Nomenklatur "Kejaksaan Agung Republik Indonesia" dalam Pasal 11 Ayat 2, Pasal 45 Ayat 1 dan 2, Pasal 45A Ayat 2, dan Pasal 45B diubah menjadi "Kejaksaan' sebagaimana tertulis dalam undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK.
2. Nomenklatur "Kepolisian Negara Republik Indonesia" dalam Pasal 11 Ayat 2, 43 Ayat 1 dan 2, Pasal 43A Ayat 2, Pasal 43B, Pasal 45 Ayat 1 dan Ayat 2, Pasal 45B diubah menjadi "kepolisian" sebagaimana tertulis dalam undang-undang Nomor 30 tahun 2002 Tentang KPK.
3. Frasa "Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana" dalam Pasal 38 dan Pasal 46 Ayat 1 diubah menjadi "Undang-Undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana.
4. Pasal 32 ditambahkan ketentuan bahwa "Pimpinan KPK yang mengundurkan diri, dilarang menduduki jabatan publik".
5. Pasal 32 Ayat 1 huruf c ditambahkan, ketentuan pemberhentian tetap pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
6. Pasal 37D, tugas dewan pengawas ditambah yakni; a. memberikan izin penyadapan dan penyitaan b. menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan KPK.
7. Pasal 37D, dalam memilih dan mengangkat dewan pengawas, presiden membentuk panitia seleksi.
8. Pasal 37E, ditambahkan 1 Ayat dengan rumusan "anggota dewan pengawas yang mengundurkan diri dilarang menduduki jabatan publik".
9. Pasal 40 mengenai SP3, pemberian SP3 harus disertai alasan dan bukti yang cukup dan harus dilaporkan pada dewan pengawas, serta dapat dicabut kembali apabila ditemukan hal-hal baru yang dapat membatalkan alasan penghentian perkara.
10. Pasal 43 ditambah ketentuan bahwa pimpinan KPK dapat mengangkat penyelidik sendiri sesuai dalam persyaratan dalam undang-undang ini.
11. Pasal 45, ditambah ketentuan bahwa pimpinan KPK dapat mengangkat penyidik sendiri sesuai persyaratan dalam undang-undang ini.
12. Pasal 47A dalam keadaan mendesak, penyitaan boleh dilakukan tanpa izin dari dewan pengawas terlebih dahulu.
[ bmw / oke ]