Majelis MKD Mati Kutu Dihadapan Luhut Panjaitan ?
https://kabar22.blogspot.com/2015/12/majelis-mkd-mati-kutu-dihadapan-luhut.html
JAKARTA, BLOKBERITA — Menteri
Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan tampil
begitu tenang saat menghadapi persidangan etik Mahkamah Kehormatan
Dewan (MKD), Senin (14/12/2015). Jawaban yang disampaikan Luhut pun dilakukannya dengan intonasi tegas, ringkas, dan padat.
Hal ini membuat sejumlah anggota MKD mati kutu menggali informasi dari mantan Komandan Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Darat itu. Salah satunya terjadi saat anggota MKD dari Fraksi PAN Ahmad Bakri mencecar Luhut soal bentuk komunikasi Luhut dengan Presiden Jokowi setelah kasus pencatutan nama presiden dan wakil presiden mencuat.
Luhut hanya menjawab normatif. Dia mengaku belakangan ini tidak membicarakan Freeport secara spesifik dengan Presiden Jokowi.
Isu-isu yang dibahas, lanjut dia, lebih soal inefisiensi anggaran, penyerapan anggaran, hingga narkoba dan terorisme. Luhut pun tidak ambil pusing dengan kasus yang membuat heboh tersebut.
Mendengar jawaban Luhut yang cukup datar itu. Ahmad Bakri tidak puas sehingga dia membuat kesimpulan sendiri.
" Pak Luhut marah, Presiden marah, rasanya enggak masuk akal bapak bicara dengan Presiden tidak mendalam soal hal ini. Tapi baiklah, itu hak Anda untuk berbicara demikian," ungkap Bakri.
Belum selesai Bakri menuntaskan kalimatnya, Luhut langsung menginterupsi.
" Interupsi. Bapak ingat, saya ini di bawah sumpah, sehingga semua perkataan saya ini ada di bawah sumpah. Saya mohon Yang Mulia bisa juga mengukur dengan itu dalam bertanya," kata Luhut.
Wakil Ketua MKD yang memimpin jalannya sidang, Sufmi Dasco Ahmad, menengahi dan mengingatkan Bakri.
" Pak, saya kira kita semua punya cara untuk menggali informasi, tidak langsung ke fokus," kilah Bakri yang tak lagi mencecar Luhut dengan pernyataan yang sama.
Tidak hanya Bakri, anggota MKD dari Fraksi Partai Nasdem Akbar Faizal pun sempat "ditegur" oleh Luhut karena memberikan kesimpulan yang dianggap salah. Saat itu, Akbar ingin menggali soal memo Luhut kepada Presiden Jokowi agar membahas perpanjangan kontrak Freeport pada tahun 2019.
Menurut Akbar, langkah Luhut itu terkesan berbeda dengan Menteri ESDM Sudirman Said yang mulai membahas kontrak itu.
" Pertanyaan saya, apa yang Anda laporkan kepada Presiden dalam bentuk memo ini berbeda dengan yang dilakukan Menteri ESDM?" tanya Akbar.
" Silakan tanya saja ke Menteri ESDM," ujar Luhut yang enggan menjelaskan lebih rinci.
" Artinya, ada ketidaksinkronan dalam pemerintah sendiri ya," cecar Akbar lagi.
" Saya koreksi, sarat staf presiden bisa berbeda di lapangan, tapi pada akhirnya keputusan ada di presiden. Jadi, berbeda bukan berarti pecah," ucap Luhut dengan intonasi tinggi.
Mendapat respons dari Luhut seperti itu, Akbar memilih mencari pertanyaan lain.
Di dalam persidangan kali ini, MKD menggali informasi dari Luhut karena nama Luhut disebut sebanyak 66 kali dalam percakapan antara Setya Novanto, Riza Chalid, dan Maroef Sjamsoeddin.
Namun, Luhut lebih banyak menjawab "tidak tahu" dan "tidak ambil pusing" soal penyebutan namanya itu.
Sesekali, Luhut bahkan memberikan penegasan soal sikapnya yang loyal kepada Presiden Jokowi dengan latar belakangnya sebagai prajurit TNI. (bin/kmps)
Hal ini membuat sejumlah anggota MKD mati kutu menggali informasi dari mantan Komandan Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Darat itu. Salah satunya terjadi saat anggota MKD dari Fraksi PAN Ahmad Bakri mencecar Luhut soal bentuk komunikasi Luhut dengan Presiden Jokowi setelah kasus pencatutan nama presiden dan wakil presiden mencuat.
Luhut hanya menjawab normatif. Dia mengaku belakangan ini tidak membicarakan Freeport secara spesifik dengan Presiden Jokowi.
Isu-isu yang dibahas, lanjut dia, lebih soal inefisiensi anggaran, penyerapan anggaran, hingga narkoba dan terorisme. Luhut pun tidak ambil pusing dengan kasus yang membuat heboh tersebut.
" Pak Luhut marah, Presiden marah, rasanya enggak masuk akal bapak bicara dengan Presiden tidak mendalam soal hal ini. Tapi baiklah, itu hak Anda untuk berbicara demikian," ungkap Bakri.
Belum selesai Bakri menuntaskan kalimatnya, Luhut langsung menginterupsi.
" Interupsi. Bapak ingat, saya ini di bawah sumpah, sehingga semua perkataan saya ini ada di bawah sumpah. Saya mohon Yang Mulia bisa juga mengukur dengan itu dalam bertanya," kata Luhut.
Wakil Ketua MKD yang memimpin jalannya sidang, Sufmi Dasco Ahmad, menengahi dan mengingatkan Bakri.
" Pak, saya kira kita semua punya cara untuk menggali informasi, tidak langsung ke fokus," kilah Bakri yang tak lagi mencecar Luhut dengan pernyataan yang sama.
Tidak hanya Bakri, anggota MKD dari Fraksi Partai Nasdem Akbar Faizal pun sempat "ditegur" oleh Luhut karena memberikan kesimpulan yang dianggap salah. Saat itu, Akbar ingin menggali soal memo Luhut kepada Presiden Jokowi agar membahas perpanjangan kontrak Freeport pada tahun 2019.
Menurut Akbar, langkah Luhut itu terkesan berbeda dengan Menteri ESDM Sudirman Said yang mulai membahas kontrak itu.
" Pertanyaan saya, apa yang Anda laporkan kepada Presiden dalam bentuk memo ini berbeda dengan yang dilakukan Menteri ESDM?" tanya Akbar.
" Silakan tanya saja ke Menteri ESDM," ujar Luhut yang enggan menjelaskan lebih rinci.
" Artinya, ada ketidaksinkronan dalam pemerintah sendiri ya," cecar Akbar lagi.
" Saya koreksi, sarat staf presiden bisa berbeda di lapangan, tapi pada akhirnya keputusan ada di presiden. Jadi, berbeda bukan berarti pecah," ucap Luhut dengan intonasi tinggi.
Mendapat respons dari Luhut seperti itu, Akbar memilih mencari pertanyaan lain.
Di dalam persidangan kali ini, MKD menggali informasi dari Luhut karena nama Luhut disebut sebanyak 66 kali dalam percakapan antara Setya Novanto, Riza Chalid, dan Maroef Sjamsoeddin.
Namun, Luhut lebih banyak menjawab "tidak tahu" dan "tidak ambil pusing" soal penyebutan namanya itu.
Sesekali, Luhut bahkan memberikan penegasan soal sikapnya yang loyal kepada Presiden Jokowi dengan latar belakangnya sebagai prajurit TNI. (bin/kmps)