Inilah Saksi Hidup Terjadinya Tragedi Mina

BLOKBERITA -- Tragedi di Jalan 204, Mina, Mekkah, Arab Saudi menuju Jamarat menyisakan trauma bagi sejumlah jamaah haji Indonesia yang selamat.

Peristiwa mengenaskan itu menelan 717 korban jiwa, termasuk tiga jamaah haji asal Indonesia. Musibah itu masih terbayang di dalam ingatan sejumlah jamaah.

Seperti yang dikisahkan Muhammad Juhdi Ibrahim (60), seorang jamaah haji yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 14 Embarkasi Batam (BTH).

Jamaah asal Pontianak, Kalimantan Barat itu pada Kamis 24 September 2015 pagi berangkat melempar jumrah di aqabah bersama istrinya, Sri Haryati (50) dan rombongan kloter 14 Batam.

Sebenarnya, rombongan mereka berencana melontar jumrah pukul 17.00 waktu Arab Saudi (WAS). Namun, ketua rombongan berubah pikiran setelah makan pagi.

“Setelah sarapan, tiba-tiba Pak ustaz bilang kalau rombongan berangkat setelah sarapan. Saya tidak tahu alasannya kenapa. Ya akhirnya saya ikut berangkat,” ujarnya.

Mereka kemudian berangkat dari tenda pemondokan di Maktab 1 Mina Jadid selepas sarapan. Jamaah berjalan dari Mina Jadid melintas di Jalan 204.

“Saya tidak tahu kenapa kami lewat jalan itu, ketua rombongan yang sudah 13 kali naik haji yang mengarahkan ke situ,” kata Juhdi.

Dia mengaku hanya mengikuti jalan yang diarahkan oleh pemimpin rombongan. Juhdi menuturkan ketika keluar dari pemondokan, akses jalan dari Mina Jadid menuju jamarat sudah dipenuhi jamaah.

Saat masuk ke Jalan 204, Juhdi mengaku rombongannya tidak bisa melanjutkan perjalanan karena saking padatnya jamaah.

Saat itu belum timbul kekacauan. Namun sesaat kemudian, timbul masalah dan kekacauan ketika sekelompok jamaah asal Afrika tiba-tiba berbalik arah sehingga melawan arus jamaah yang akan menuju jamarat.

Praktis jamaah saling dorong dan berdesak-desakan di lokasi yang berada sebelum jembatan. Saat berdesakan, tiba-tiba Juhdi merasa jantungnya sakit.

“Jantung saya terasa sakit ketika dipaksa berjalan,” ucapnya.

Spontan dia pun berusaha menarik istrinya ke pinggir jalan. Meski demikian, kuatnya desakan dari jamaah lain membuat Juhdi dan Sri terpisah selama beberapa saat.

“Kemudian saat saya lihat lagi istri saya, langsung saya tarik lagi ke pinggir melewati tubuh jamaah lain yang fisiknya lebih besar,” tuturnya.

Beruntung, dia dan istrinya akhirnya bisa ke pinggir jalan untuk menghindari desakan jamaah lain. Tak berapa lama, dia melihat tubuh-tubuh jamaah haji bergelimpangan di jalanan.

Petugas pun langsung datang ke lokasi dan menggotong para korban yang kebanyakan sudah tak bernyawa itu ke pinggir jalan, tepat di dekat kakinya.

“Saya lihat banyak sekali korbannya yang digotong, kebanyakan jamaah dari Afrika. Banyak juga yang ditaruh di bawah kaki istri saya. Karena banyaknya mayat yang digotong, istri saya sampai menangis,” ungkap Juhdi. (Baca: Pemerintah Diminta Dorong Arab Saudi Perbaiki Sistem Haji)

Pertolongan datang saat empat mukimin atau warga negara Indonesia yang bermukim di Arab Saudi menolong Juhdi dan istrinya.

Keduanya lantas dibawa ke sebuah toko milik masyarakat lokal. Dia bahkan digendong salah satu mukimin.

“Saya sudah tidak lagi sanggup berjalan. Selanjutnya dijemput tim kesehatan Arab Saudi. Setelah ditangani paramedis, dia diantar ke kantor Daker Mekkah,” katanya.

Hasmawati binti Kasim, 42, jamaah haji dari Sulawesi Barat juga menuturkan hal sama.

Sebelum peristiwa, dia dan kakaknya Namma binti Muhammad Kasim mengaku hanya ikut pimpinan rombongan 8 untuk melontar jumrah saat pagi hari dan melintasi Jalan 204 yang tidak biasanya dilewati jamaah dari Indoneia.

“Kami semua yang berjumlah sekitar 50 orang mengikuti ustaz Ibrahim. Satu rombongan sekitar 50 orang,” kata jamaah dari kloter 10 Makasar (UPG) itu.

Di tengah perjalanan, yakni ketika hendak sampai di Jalan layang King Kholid yang berada di dekat Jalan 204, dia bersama kakak dan seorang nenek bernama Naj’miah beristirahat sejenak di pinggir jalan karena kelelahan.

Mereka bertiga tertinggal dari rombongan. Tak berapa lama datang jamaah negara-negara Afrika yang datang dari arah berlawanan. Jamaah tersebut mendesak,menabrak hingga menginjak mereka bertiga.

“Saya selamat karena ditolong seorang mukimin asal Indonesia yang menyuruh naik pagar dekat dapur. Saya sempat injak tangannya (pria penolong) supaya bisa naik ke pagar. Saya juga sempat kesetrum listrik di pagar, dan berteriak ya Allah…ya Allah. Beruntung saya bisa loncat pagar.

Sementara kakak saya sudah tidak mampu naik karena lelah dan terinjak-injak. Begitu pula dengan Nenek Naj’miah,” ungkapnya.

Hasmawati mengaku hingga Jumat (25/9/2015) mengetahui nasib kakaknya dan nenek Naj’miah. “Semoga mereka selamat,” katanya dengan mata berkaca-kaca.  (bmw/sindonews)

TRAGEDI di Jalan 204, Mina, Mekkah, Arab Saudi menuju Jamarat menyisakan trauma bagi sejumlah jamaah haji Indonesia yang selamat.

Peristiwa mengenaskan itu menelan 717 korban jiwa, termasuk tiga jamaah haji asal Indonesia. Musibah itu masih terbayang di dalam ingatan sejumlah jamaah.

Seperti yang dikisahkan Muhammad Juhdi Ibrahim (60), seorang jamaah haji yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 14 Embarkasi Batam (BTH).

Jamaah asal Pontianak, Kalimantan Barat itu pada Kamis 24 September 2015 pagi berangkat melempar jumrah di aqabah bersama istrinya, Sri Haryati (50) dan rombongan kloter 14 Batam.

Sebenarnya, rombongan mereka berencana melontar jumrah pukul 17.00 waktu Arab Saudi (WAS). Namun, ketua rombongan berubah pikiran setelah makan pagi.

“Setelah sarapan, tiba-tiba Pak ustaz bilang kalau rombongan berangkat setelah sarapan. Saya tidak tahu alasannya kenapa. Ya akhirnya saya ikut berangkat,” ujarnya.

Mereka kemudian berangkat dari tenda pemondokan di Maktab 1 Mina Jadid selepas sarapan. Jamaah berjalan dari Mina Jadid melintas di Jalan 204.

“Saya tidak tahu kenapa kami lewat jalan itu, ketua rombongan yang sudah 13 kali naik haji yang mengarahkan ke situ,” kata Juhdi.

Dia mengaku hanya mengikuti jalan yang diarahkan oleh pemimpin rombongan. Juhdi menuturkan ketika keluar dari pemondokan, akses jalan dari Mina Jadid menuju jamarat sudah dipenuhi jamaah.

Saat masuk ke Jalan 204, Juhdi mengaku rombongannya tidak bisa melanjutkan perjalanan karena saking padatnya jamaah.

Saat itu belum timbul kekacauan. Namun sesaat kemudian, timbul masalah dan kekacauan ketika sekelompok jamaah asal Afrika tiba-tiba berbalik arah sehingga melawan arus jamaah yang akan menuju jamarat.

Praktis jamaah saling dorong dan berdesak-desakan di lokasi yang berada sebelum jembatan. Saat berdesakan, tiba-tiba Juhdi merasa jantungnya sakit.

“Jantung saya terasa sakit ketika dipaksa berjalan,” ucapnya.

Spontan dia pun berusaha menarik istrinya ke pinggir jalan. Meski demikian, kuatnya desakan dari jamaah lain membuat Juhdi dan Sri terpisah selama beberapa saat.

“Kemudian saat saya lihat lagi istri saya, langsung saya tarik lagi ke pinggir melewati tubuh jamaah lain yang fisiknya lebih besar,” tuturnya.

Beruntung, dia dan istrinya akhirnya bisa ke pinggir jalan untuk menghindari desakan jamaah lain. Tak berapa lama, dia melihat tubuh-tubuh jamaah haji bergelimpangan di jalanan.

Petugas pun langsung datang ke lokasi dan menggotong para korban yang kebanyakan sudah tak bernyawa itu ke pinggir jalan, tepat di dekat kakinya.

“Saya lihat banyak sekali korbannya yang digotong, kebanyakan jamaah dari Afrika. Banyak juga yang ditaruh di bawah kaki istri saya. Karena banyaknya mayat yang digotong, istri saya sampai menangis,” ungkap Juhdi. (Baca: Pemerintah Diminta Dorong Arab Saudi Perbaiki Sistem Haji)

Pertolongan datang saat empat mukimin atau warga negara Indonesia yang bermukim di Arab Saudi menolong Juhdi dan istrinya.

Keduanya lantas dibawa ke sebuah toko milik masyarakat lokal. Dia bahkan digendong salah satu mukimin.

“Saya sudah tidak lagi sanggup berjalan. Selanjutnya dijemput tim kesehatan Arab Saudi. Setelah ditangani paramedis, dia diantar ke kantor Daker Mekkah,” katanya.

Hasmawati binti Kasim, 42, jamaah haji dari Sulawesi Barat juga menuturkan hal sama.

Sebelum peristiwa, dia dan kakaknya Namma binti Muhammad Kasim mengaku hanya ikut pimpinan rombongan 8 untuk melontar jumrah saat pagi hari dan melintasi Jalan 204 yang tidak biasanya dilewati jamaah dari Indoneia.

“Kami semua yang berjumlah sekitar 50 orang mengikuti ustaz Ibrahim. Satu rombongan sekitar 50 orang,” kata jamaah dari kloter 10 Makasar (UPG) itu.

Di tengah perjalanan, yakni ketika hendak sampai di Jalan layang King Kholid yang berada di dekat Jalan 204, dia bersama kakak dan seorang nenek bernama Naj’miah beristirahat sejenak di pinggir jalan karena kelelahan.

Mereka bertiga tertinggal dari rombongan. Tak berapa lama datang jamaah negara-negara Afrika yang datang dari arah berlawanan. Jamaah tersebut mendesak,menabrak hingga menginjak mereka bertiga.

“Saya selamat karena ditolong seorang mukimin asal Indonesia yang menyuruh naik pagar dekat dapur. Saya sempat injak tangannya (pria penolong) supaya bisa naik ke pagar. Saya juga sempat kesetrum listrik di pagar, dan berteriak ya Allah…ya Allah. Beruntung saya bisa loncat pagar.

Sementara kakak saya sudah tidak mampu naik karena lelah dan terinjak-injak. Begitu pula dengan Nenek Naj’miah,” ungkapnya.

Hasmawati mengaku hingga Jumat (25/9/2015) mengetahui nasib kakaknya dan nenek Naj’miah. “Semoga mereka selamat,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

source: http://nasional.sindonews.com/read/1048049/15/kesaksian-jamaah-selamat-tragedi-mina-1443180461
View

Related

HEADLINES 6651423487761115817

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item