Mengapa Jokowi Memilih Rizal Ramli? Ada Misi Khusus?

BLOKBERITA -- Benarkah Presiden Jokowi sengaja menarik Rizal Ramli masuk ke dalam lingkar kekuasaan untuk menghadapi “lawan-lawannya” dan mendobrak ketidakberesan?

Rizal Ramli (mungkin) boleh diakui hebat. Berkonfrontasi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri BUMN Rini Soemarno, tugas dan wewenang Menko Kemaritimin ini bukannya dibatasi atau dipreteli, eh malah ditambah oleh Presiden Jokowi.

Semula Kementerian Koodinator Bidang Kemaritiman yang dipimpin Rizal mengkoordinir kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Kementerian Pariwisata. Tapi kini,  juga menangani  Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera) serta Kementerian Pertanian (Kemtan), yang sebelumnya di bawah koordinasi Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian.

“ Ya, presiden menugasi saya untuk menangani juga dua kementerian itu,” kata Rizal Ramli kepada Beritasatu.com, Jumat (21/8). Rizal bilang, tugas tambahan ini dimaksudkan untuk lebih mempercepat pembangunan infrastruktur dan meningkatkan pasokan bahan pangan.

Dulu, saat berada di lingkaran pemerintahan, Rizal boleh dibilang cukup sukses menjalankan tugasnya.  Ketika menjadi Sekretaris Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog), dan Menko Perekonomian, ia melakukan sejumlah dobrakan kebijakan yang terbukti mampu menjadi solusi yang cepat dan tepat.

Di Bulog, misalnya, Rizal melakukan restrukturisasi besar-besaran. Terjadi pergantian dan mutasi lima jabatan eselon satu dan dua. Semua itu dilakukan agar Bulog menjadi organisasi yang transparan, akuntabel, dan lebih profesional.

Keberpihakan kepada para petani, diwujudkan dalam bentuk peningkatan pembelian gabah, bukan beras dari petani. Bukan rahasia lagi, pembelian beras oleh Bulog kerap menimbulkan kecurangan yang dilakukan oleh para tengkulak. Mereka membeli beras petani, kemudian dioplos dengan beras impor, lalu dijual ke Bulog.

Cara seperti itu, tentu saja merugikan para petani karena beras yang dihasilkan di sawahnya hanya sebagian kecil yang dibeli oleh Bulog. Itulah sebabnya sebagai Kepala Bulog, Rizal kerap turun ke lapangan, ke desa-desa untuk bertemu dengan para petani.

Dia juga melakukan sejumlah perubahan radikal. Antara lain, merapikan rekening-rekening ‘liar’ yang jumlahnya mencapai 119 rekening menjadi hanya 19 rekening saja. Rizal pun memerintahkan sistem akuntansi Bulog diubah supaya lebih transparan dan accountable. Dana off budget harus menjadi on budget. Dia mewariskan Rp 1,5 Trilliun dari Bulog hasil penghematan dan effisiensi.

Dia juga pernah merestrukturisasi seluruh kredit properti, UKM, dan petani tahun 2000.  Rizal berhasil menggaet dana hingga Rp 4,2 triliun tanpa menjual selembar pun saham BUMN. Caranya, dia menghapus cross ownership alias kepemilikan silang dan manajemen silang (cross management) antara PT Telkom dan PT Indosat di puluhan anak perusahaannya.

Lewat kebijakan ini, negara memperoleh pendapatan berupa penjualan silang saham dan pajak revaluasi aset kedua perusahaan senilai Rp 4,2 triliun. Dan yang tidak kalah pentingnya, kedua perusahaan tersebut jadi bisa bersaing secara sehat. Ujung-ujungnya, konsumen juga diuntungkan.

Tentu masih ada beberapa kisah sukses Rizal lainnya. Misalnya, dia melakukan operasi penyelamatan PLN dari bayang-bayang kebangkrutan karena mark up puluhan proyek pembangkit listri swasta. Dia mengambil inisiatif untuk melakukan revaluasi aset BUMN. Hasilnya, aset sebelumnya hanya Rp 52 triliun melambung menjadi Rp 202 triliun. Sedangkan modal dari minus Rp 9 triliun menjadi Rp 119,4 trilliun. Dia juga mengarahkan negosiasi utang listrik swasta PLN dari US$ 85 miliar turun menjadi US$ 35 miliar. Ini menjadi sukses negosiasi utang terbesar dalam sejarah Indonesia.

Sederet sukses inikah yang kemudian membuat Presiden Jokowi kesengsem sehingga memperluas tugas dan wewenang Rizal sebagai Menko Kemaritiman? Bisa jadi demikian. Tapi di tengah perseteruannya dengan Jusuf Kalla dan Rini Soemarno yang baru adem tiga hari, penambahan tugas yang diberikan Jokowi kepada Rizal tentu saja mengundang pertanyaan publik. Ada apa di balik semua ini? Benarkah Jokowi sengaja menarik Rizal masuk ke dalam lingkar kekuasaan untuk menghadapi “lawan-lawannya” dan mendobrak ketidakberesan ?

Keberanian Rizal menantang Jusuf Kalla untuk berdebat di depan umum tentang proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt, juga menyimpan pertanyaan. Seberani itukah Rizal? Pepatah bilang, tak ada asap kalau tak ada api.

JK Tak Nyaman ?

Ancaman Wakil Presiden Jusuf Kalla terhadap Presiden Joko Widodo untuk mundur jika tidak memecat Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli disebut suatu hal wajar. Kendati informasi itu belum bisa dipastikan kebenarannya, Kalla dinilai tidak nyaman dengan pernyataan yang dilontarkan Rizal.

Pengamat politik Universitas Indonesia Tjipta Lesmana mengaku tidak heran jika informasi itu benar adanya. Aksi mengancam mundur itu justru disebut Tjipta sebagai bentuk kepanikan Kalla.

Sebelumnya Rizal dan Kalla saling berpolemik di media massa terkait dengan sejumlah program pemerintah. Sejak dilantik sebagai menteri, Rizal langsung membuat aksi "panggung" dengan menyebutkan rencana pembelian Air Bus untuk Garuda yang akan dipakai untuk untuk rute jarak jauh akan merugikan negara dan perusahaan milik negara itu.

Tak cuma itu, Rizal juga menilai proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt adalah program yang tidak masuk akal dan sulit tercapai hingga 2019. Terlebih di era pemerintahan sebelumnya masih tersisa proyek 7 ribu megawatt yang belum rampung. Jika digabung, maka pemerintah akan menargetkan pembangunan listrik sekitar 42 ribu megawatt hingga 2019.

Komentar itu lalu dibalas Kalla dengan menyebut Rizal belum pahan tentang rencana proyek listrik dan pembelian Air Bus untuk Garuda itu. Dibilang tidak paham, Rizal lantas mengajak Kalla berdiskusi tentang hal itu di depan umum. Aksi saling bantah kedua pejabat pemerintahan ini lantas menuai pro dan kontra.

Menurut Tjipta, Kalla merasa tidak nyaman dengan komentar-komentar yang dilontarkan Rizal. Dia pun mendukung penuh gaya komunikasi Rizal, meski mengundang kontroversi.

Menurut Tjipta, PDI Perjuangan sebagai partai pendukung Jokowi saja tidak mempersoalkan gaya komunikasi Rizal itu. Bahkan dia menduga Pramono Anung sebagai Sekretaris Kabinet mendukung diam-diam aksi Rizal itu. "Jadi memang dia ini layak untuk kita dukung," kata Tjipta.

 (inrev/md).


esianReview.com - Benarkah Presiden Jokowi sengaja menarik Rizal Ramli masuk ke dalam lingkar kekuasaan untuk menghadapi “lawan-lawannya” dan mendobrak ketidakberesan? 
Rizal Ramli (mungkin) boleh diakui hebat. Berkonfrontasi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri BUMN Rini Soemarno, tugas dan wewenang Menko Kemaritimin ini bukannya dibatasi atau dipreteli, eh malah ditambah oleh Presiden Jokowi.
Semula Kementerian Koodinator Bidang Kemaritiman yang dipimpin Rizal mengkoordinir kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Kementerian Pariwisata. Tapi kini,  juga menangani  Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera) serta Kementerian Pertanian (Kemtan), yang sebelumnya di bawah koordinasi Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian.
“Ya, presiden menugasi saya untuk menangani juga dua kementerian itu,” kata Rizal Ramli kepada Beritasatu.com, Jumat (21/8). Rizal bilang, tugas tambahan ini dimaksudkan untuk lebih mempercepat pembangunan infrastruktur dan meningkatkan pasokan bahan pangan.
Dulu, saat berada di lingkaran pemerintahan, Rizal boleh dibilang cukup sukses menjalankan tugasnya.  Ketika menjadi Sekretaris Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog), dan Menko Perekonomian, ia melakukan sejumlah dobrakan kebijakan yang terbukti mampu menjadi solusi yang cepat dan tepat.
Di Bulog, misalnya, Rizal melakukan restrukturisasi besar-besaran. Terjadi pergantian dan mutasi lima jabatan eselon satu dan dua. Semua itu dilakukan agar Bulog menjadi organisasi yang transparan, akuntabel, dan lebih profesional.
Keberpihakan kepada para petani, diwujudkan dalam bentuk peningkatan pembelian gabah, bukan beras dari petani. Bukan rahasia lagi, pembelian beras oleh Bulog kerap menimbulkan kecurangan yang dilakukan oleh para tengkulak. Mereka membeli beras petani, kemudian dioplos dengan beras impor, lalu dijual ke Bulog.
Cara seperti itu, tentu saja merugikan para petani karena beras yang dihasilkan di sawahnya hanya sebagian kecil yang dibeli oleh Bulog. Itulah sebabnya sebagai Kepala Bulog, Rizal kerap turun ke lapangan, ke desa-desa untuk bertemu dengan para petani.
Dia juga melakukan sejumlah perubahan radikal. Antara lain, merapikan rekening-rekening ‘liar’ yang jumlahnya mencapai 119 rekening menjadi hanya 19 rekening saja. Rizal pun memerintahkan sistem akuntansi Bulog diubah supaya lebih transparan dan accountable. Dana off budget harus menjadi on budget. Dia mewariskan Rp 1,5 Trilliun dari Bulog hasil penghematan dan effisiensi.
Dia juga pernah merestrukturisasi seluruh kredit properti, UKM, dan petani tahun 2000.  Rizal berhasil menggaet dana hingga Rp 4,2 triliun tanpa menjual selembar pun saham BUMN. Caranya, dia menghapus cross ownership alias kepemilikan silang dan manajemen silang (cross management) antara PT Telkom dan PT Indosat di puluhan anak perusahaannya.
Lewat kebijakan ini, negara memperoleh pendapatan berupa penjualan silang saham dan pajak revaluasi aset kedua perusahaan senilai Rp 4,2 triliun. Dan yang tidak kalah pentingnya, kedua perusahaan tersebut jadi bisa bersaing secara sehat. Ujung-ujungnya, konsumen juga diuntungkan.
Tentu masih ada beberapa kisah sukses Rizal lainnya. Misalnya, dia melakukan operasi penyelamatan PLN dari bayang-bayang kebangkrutan karena mark up puluhan proyek pembangkit listri swasta. Dia mengambil inisiatif untuk melakukan revaluasi aset BUMN. Hasilnya, aset sebelumnya hanya Rp 52 triliun melambung menjadi Rp 202 triliun. Sedangkan modal dari minus Rp 9 triliun menjadi Rp 119,4 trilliun. Dia juga mengarahkan negosiasi utang listrik swasta PLN dari US$ 85 miliar turun menjadi US$ 35 miliar. Ini menjadi sukses negosiasi utang terbesar dalam sejarah Indonesia.
Sederet sukses inikah yang kemudian membuat Presiden Jokowi kesengsem sehingga memperluas tugas dan wewenang Rizal sebagai Menko Kemaritiman? Bisa jadi demikian. Tapi di tengah perseteruannya dengan Jusuf Kalla dan Rini Soemarno yang baru adem tiga hari, penambahan tugas yang diberikan Jokowi kepada Rizal tentu saja mengundang pertanyaan publik. Ada apa di balik semua ini? Benarkah Jokowi sengaja menarik Rizal masuk ke dalam lingkar kekuasaan untuk menghadapi “lawan-lawannya” dan mendobrak ketidakberesan?
Keberanian Rizal menantang Jusuf Kalla untuk berdebat di depan umum tentang proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt, juga menyimpan pertanyaan. Seberani itukah Rizal? Pepatah bilang, tak ada asap kalau tak ada api.
- See more at: http://indonesianreview.com/satrio/misteri-jokowi-rizal-ramli#sthash.7Oxo3wHp.dpuf
esianReview.com - Benarkah Presiden Jokowi sengaja menarik Rizal Ramli masuk ke dalam lingkar kekuasaan untuk menghadapi “lawan-lawannya” dan mendobrak ketidakberesan? 
Rizal Ramli (mungkin) boleh diakui hebat. Berkonfrontasi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri BUMN Rini Soemarno, tugas dan wewenang Menko Kemaritimin ini bukannya dibatasi atau dipreteli, eh malah ditambah oleh Presiden Jokowi.
Semula Kementerian Koodinator Bidang Kemaritiman yang dipimpin Rizal mengkoordinir kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Kementerian Pariwisata. Tapi kini,  juga menangani  Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera) serta Kementerian Pertanian (Kemtan), yang sebelumnya di bawah koordinasi Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian.
“Ya, presiden menugasi saya untuk menangani juga dua kementerian itu,” kata Rizal Ramli kepada Beritasatu.com, Jumat (21/8). Rizal bilang, tugas tambahan ini dimaksudkan untuk lebih mempercepat pembangunan infrastruktur dan meningkatkan pasokan bahan pangan.
Dulu, saat berada di lingkaran pemerintahan, Rizal boleh dibilang cukup sukses menjalankan tugasnya.  Ketika menjadi Sekretaris Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog), dan Menko Perekonomian, ia melakukan sejumlah dobrakan kebijakan yang terbukti mampu menjadi solusi yang cepat dan tepat.
Di Bulog, misalnya, Rizal melakukan restrukturisasi besar-besaran. Terjadi pergantian dan mutasi lima jabatan eselon satu dan dua. Semua itu dilakukan agar Bulog menjadi organisasi yang transparan, akuntabel, dan lebih profesional.
Keberpihakan kepada para petani, diwujudkan dalam bentuk peningkatan pembelian gabah, bukan beras dari petani. Bukan rahasia lagi, pembelian beras oleh Bulog kerap menimbulkan kecurangan yang dilakukan oleh para tengkulak. Mereka membeli beras petani, kemudian dioplos dengan beras impor, lalu dijual ke Bulog.
Cara seperti itu, tentu saja merugikan para petani karena beras yang dihasilkan di sawahnya hanya sebagian kecil yang dibeli oleh Bulog. Itulah sebabnya sebagai Kepala Bulog, Rizal kerap turun ke lapangan, ke desa-desa untuk bertemu dengan para petani.
Dia juga melakukan sejumlah perubahan radikal. Antara lain, merapikan rekening-rekening ‘liar’ yang jumlahnya mencapai 119 rekening menjadi hanya 19 rekening saja. Rizal pun memerintahkan sistem akuntansi Bulog diubah supaya lebih transparan dan accountable. Dana off budget harus menjadi on budget. Dia mewariskan Rp 1,5 Trilliun dari Bulog hasil penghematan dan effisiensi.
Dia juga pernah merestrukturisasi seluruh kredit properti, UKM, dan petani tahun 2000.  Rizal berhasil menggaet dana hingga Rp 4,2 triliun tanpa menjual selembar pun saham BUMN. Caranya, dia menghapus cross ownership alias kepemilikan silang dan manajemen silang (cross management) antara PT Telkom dan PT Indosat di puluhan anak perusahaannya.
Lewat kebijakan ini, negara memperoleh pendapatan berupa penjualan silang saham dan pajak revaluasi aset kedua perusahaan senilai Rp 4,2 triliun. Dan yang tidak kalah pentingnya, kedua perusahaan tersebut jadi bisa bersaing secara sehat. Ujung-ujungnya, konsumen juga diuntungkan.
Tentu masih ada beberapa kisah sukses Rizal lainnya. Misalnya, dia melakukan operasi penyelamatan PLN dari bayang-bayang kebangkrutan karena mark up puluhan proyek pembangkit listri swasta. Dia mengambil inisiatif untuk melakukan revaluasi aset BUMN. Hasilnya, aset sebelumnya hanya Rp 52 triliun melambung menjadi Rp 202 triliun. Sedangkan modal dari minus Rp 9 triliun menjadi Rp 119,4 trilliun. Dia juga mengarahkan negosiasi utang listrik swasta PLN dari US$ 85 miliar turun menjadi US$ 35 miliar. Ini menjadi sukses negosiasi utang terbesar dalam sejarah Indonesia.
Sederet sukses inikah yang kemudian membuat Presiden Jokowi kesengsem sehingga memperluas tugas dan wewenang Rizal sebagai Menko Kemaritiman? Bisa jadi demikian. Tapi di tengah perseteruannya dengan Jusuf Kalla dan Rini Soemarno yang baru adem tiga hari, penambahan tugas yang diberikan Jokowi kepada Rizal tentu saja mengundang pertanyaan publik. Ada apa di balik semua ini? Benarkah Jokowi sengaja menarik Rizal masuk ke dalam lingkar kekuasaan untuk menghadapi “lawan-lawannya” dan mendobrak ketidakberesan?
Keberanian Rizal menantang Jusuf Kalla untuk berdebat di depan umum tentang proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt, juga menyimpan pertanyaan. Seberani itukah Rizal? Pepatah bilang, tak ada asap kalau tak ada api.
- See more at: http://indonesianreview.com/satrio/misteri-jokowi-rizal-ramli#sthash.7Oxo3wHp.dpuf
View

Related

OPINI 2240435314508301781

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item