Rupiah Melemah, Indonesia Bisa Genjot Ekspor

https://kabar22.blogspot.com/2015/06/rupiah-melemah-indonesia-bisa-genjot.html
BLOKBERITA -- Melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dapat dijadikan peluang bagi para
eksportir. Meski kondisi neraca perdagangan tidak menentu, harga jual
produk menjadi lebih kompetitif di pasar ekspor.
Salah satu jenis produk yang berkompeten dengan lahan ekspor saat ini adalah yang tinggi konten lokalnya. Produk-produk di bidang ekonomi kreatif, misalnya. Pengusaha dapat melirik bisnis ini untuk memperbaiki kondisi perekonomian di Indonesia. Bahkan, seperti dilansir Kompas.com, produk lokal dari daerah tertinggal pun laku di pasaran.
Menurut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Marwan Jafar, konten lokal yang tinggi pada produk kerajinan lokal menjadikannya cukup marketable. Banyak daerah punya potensi ini.
Sayangnya, mengasah produk lokal bukan pekerjaan mudah. Banyak upaya harus dilakukan agar produk tersebut dapat bersaing di pasar internasional. Agar dapat merajai ekspor, Indonesia bukan hanya harus pintar menjaga mutu tapi juga melihat kebutuhan global.
Jangan Sepelekan
Suburnya lahan ekspor bagi produk lokal Indonesia sebenarnya didukung tren perilaku konsumtif masyarakat global terhadap produk ekonomi kreatif. Dengan pola perilaku ini, permintaan akan produk lokal harusnya terus meningkat.
Kebiasaan pebisnis ekonomi kreatif yang memasukkan unsur keunikan budaya serta daya kreatifitas yang tinggi pada setiap unsur, menjadikan produknya memiliki nilai jual. Oleh karena itu, pemerintah memberi dukungan dan kemudahan bagi pebisnis di lahan ekspor.
Seperti diketahui, saat ini pemerintah sedang mengurangi defisit neraca perdagangan. Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro kepada Kompas.com (10/3/2015) pernah menuturkan, setidaknya ada empat langkah perlu disiapkan untuk menekan defisit neraca perdagangan. Intinya adalah kebijakan fiskal yang bisa digunakan untuk mendorong ekspor dan menekan impor.
Kebiasaan pebisnis ekonomi kreatif yang memasukkan unsur keunikan
budaya serta daya kreatifitas yang tinggi pada setiap unsur, menjadikan
produknya memiliki nilai jual.
Salah satu kebijakannya, pemerintah mendorong ekspor dengan memberikan fasilitas tax allowance kepada perusahaan yang melakukan ekspor minimal 30 persen dari total produksinya. Ada empat jenis tax allowance, yakni pengurangan pajak penghasilan selama enam tahun, percepatan depresiasi dan amortasi, diskon tarif dividen menjadi 10 persen, serta lost carry forward dari 5 tahun menjadi 10 tahun.
Kini, tinggal pebisnis yang memanfaatkan peluang tersebut. Mereka perlu berupaya menjaga mutu produknya agar memiliki daya saing dan sesuai standardisasi agar kompetitif di pasar internasional.
Fasilitasi Pembiayaan
Perdagangan internasional tak pernah lepas dari peran pihak ketiga sebagai penyedia fasilitas pembiayaan. Bank sebagai lembaga yang menyediakan fasilitas ini akan dipilih oleh calon eksportir dengan penuh pertimbangan.
Layanan bank di Indonesia sudah menyediakan fasilitas ini. Khusus untuk pembiayaan dan layanan penjualan (ekspor), bank menawarkan fasilitas pembiayaan pre-shipment. Jenis fasilitas ini ialah pembiayaan sejak penerimaan pesanan hingga pengiriman barang atau setelah pembayaran diterima.
Untuk memenuhi arus kas perusahaan agar lebih lancar, bank juga menyediakan pembiayaan post-shipment atau hasil pembayaran letter of credit (L/C) dimuka. Yang termasuk dalam pembiayaan ini ialah kredit ekspor, negosiasi dan diskonto.
Untuk memenuhi arus kas perusahaan agar lebih lancar, bank menyediakan
pembiayaan post-shipment atau hasil pembayaran letter of credit (L/C)
dimuka.
Salah satu bank yang menyediakan fasilitas seperti ini adalah PT Bank Central Asia Tbk. Dilansir dari Kontan,
pada 2014 lalu, BCA menjadi salah satu dari deret bank dengan aset
terbesar. Untuk memenuhi kebutuhan transaksi keuangan nasabah, bank ini
telah menyediakan Trade BCA, layanan dengan beragam produk transaksi
perdagangan baik dalam maupun luar negeri.
Selain didukung lebih dari 2000 jaringan bank koresponden di seluruh dunia, layanan ini juga menyediakan pilihan bertransaksi dalam 14 mata uang asing. Pengusaha juga akan lebih mudah saat melakukan kegiatan ekspor dan impor dengan penanganan langsung oleh para profesional yang handal di bidangnya.
Bank dengan layanan seperti ini dapat menjadi pilihan mitra kerja strategis bagi pengusaha maupun pemerintah dalam menghadapi tantangan krisis finansial global saat ini.
Fokus pada Pemasaran
Langkah terakhir untuk memajukan bisnis adalah fokus pada pemasaran. Produk unggulan ekspor tak akan laku tanpa pemasaran yang jitu.
Saat ini, kebanyakan eksportir masih mengandalkan agensi untuk memasarkan produknya ke luar negeri. Padahal, dengan perkembangan digital saat ini, mereka dapat memasarkan langsung lewat internet.
Mencoba peruntungan dengan menjajal tren perdagangan e-commerce pun patut dicoba. Peluang inilah yang nantinya dapat membesarkan pasar ekspor bagi Indonesia.
Menyongsong MEA
Jelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), kekhawatiran mengenai kegiatan ekspor impor semakin memuncak. Pasar bebas yang digadang-gadang akan menjadi lahan subur bisnis internasional, berbalik menjadi momok.
Untuk itu, sebagai persiapannya, pemerintah terus mendukung aktivitas perdagangan Indonesia di pasar internasional. Salah satu upayanya dapat dilihat dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS), Maret 2015 yang dilansir Kompas (15/05/2015). Terdapat kenaikan belanja pemerintah yang mendukung impor modal.
Tentu saja, pemerintah tak mau kecolongan. MEA sudah dipetakan secara bertahap. Pembentukannya berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Tujuannya, untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN.
Sebenarnya, memupuk dan mematangkan kurang lebih 18 tahun menjadi waktu yang lebih dari cukup bagi Indonesia. Tapi, melihat iklim perekonomian di sini rasanya jauh dari kesiapan.
Indonesia masih tertinggal saat beberapa negara lainnya tak sabar menunggu liberalisasi perdagangan. Negara ini masih disibukkan dengan laju inflasi yang tinggi, rupiah yang kian lesu, daya saing produk yang rendah hingga kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM).
Tantangan MEA
Bagi eksportir dan importir sebagai pelaku bisnis internasional, jalan panjang menuju MEA menjadi ancaman tersendiri. Rencana pemerintah menaikkan ekspor perdagangan 300 persen dalam 5 tahun pun disambut dengan kritikan para pakar ekonomi.
Salah satu ekonom yang mengkritik keras ialah Faisal Basri. Pada acara 'Rethinking Kebijakan Perdagangan Menuju Target Ekspor 2015' pada 23 Februari 2015 lalu, Faisal memaparkan bahwa Nawacita pemerintah tak realistis.
Jelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), kekhawatiran mengenai kegiatan ekspor impor semakin memuncak.
Dinamisme perdagangan internasional memang menggelisahkan para pelaku
bisnis serta pihak-pihak terkait di dalamnya. Menoleh sedikit ke
belakang, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang sedang melambat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal I-2015 sebesar 4,71 persen, melambat dibanding pertumbuhan ekonomi pada periode sama tahun lalu yang mencapai 5,14 persen.
Di Indonesia, baik sisi produksi maupun sisi konsumsi sama-sama mengalami perlambatan ekonomi. Hal itu termasuk kondisi ekspor yang masih melemah. Padahal, jika jeli, tantangan MEA dapat menjadi peluang.
Pemerintah sudah memetakannya terlebih dahulu. Usai menghadiri pertemuan pertumbuhan ekonomi di empat negara, 28 April 2015 lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa tak ada yang dirugikan saat MEA tiba.
MEA menjadikan perekonomian lebih efisien. Orang akan lebih mudah mencari barang dengan harga yang lebih murah. Bagi pebisnis, akan dimudahkan dengan tarif kepabeanan yang semakin ringan.
Melibatkan Perbankan
Kekhawatiran soal ekspor yang melemah dan impor yang meningkat harusnya ditinjau lagi. Peningkatan impor dapat menjadi parameter positif jika aliran barang yang masuk berupa barang modal dan bahan baku industri dalam negeri yang berorientasi ekspor, bukan impor barang konsumsi.
Ujian menuju kawasan ekonomi yang kompetitif memang tengah dirasakan Indonesia. Untuk mendukungnya, harus melibatkan banyak pihak. Bukan hanya pemerintah, tapi juga pihak ketiga. Salah satunya adalah perbankan.
Peningkatan impor dapat menjadi parameter positif jika aliran barang
yang masuk berupa barang modal dan bahan baku industri dalam negeri yang
berorientasi ekspor, bukan impor barang konsumsi.
Dalam bisnis internasional, keterlibatan perbankan bukanlah hal tabu.
Perbankan dapat memfasilitasi transaksi perdagangan internasional.
Dilansir Kompas.com, terhitung 1 April 2015 lalu pemerintah memberlakukan ekspor komoditi tertentu wajib menggunakan letter of credit (L/C) sebagai cara pembayaran. Di dari penerimaan devisa negara melalui pembayaran ini, setidaknya instrumen L/C menjadi wujud keterlibatan perbankan pada bisnis internasional.
Untuk itu, pelaku bisnis internasional harus mulai memperhitungkan pihak ketiga ini sebagai rekanan. Mereka juga harus pintar memilih bank rekanan.
Carilah bank yang tidak hanya memiliki produk layanan dan jasa pembiayaan beragam tetapi juga mampu mengakomodir segala keperluan bagi eksportir dan importir. Pilihan pada bank dengan jaringan yang luas juga harus menjadi pertimbangan.
Salah satu bank yang menyediakan fasilitas seperti ini ialah PT Bank Central Asia Tbk. Dilansir dari Kontan, pada 2014 lalu, BCA menjadi salah satu dari deret bank dengan aset terbesar. Untuk memenuhi kebutuhan transaksi keuangan nasabah, bank ini telah menyediakan Trade BCA, layanan dengan beragam produk transaksi perdagangan baik dalam maupun luar negeri.
Selain didukung lebih dari 2000 jaringan bank koresponden di seluruh dunia, layanan ini juga menyediakan pilihan bertransaksi dalam 14 mata uang asing. Pengusaha juga akan lebih mudah saat melakukan kegiatan ekspor dan impor dengan penanganan langsung oleh para profesional yang handal di bidangnya.
Dalam bisnis internasional, keterlibatan perbankan bukanlah hal tabu.
Perbankan dapat memfasilitasi transaksi perdagangan internasional.
Bank dengan layanan seperti ini dapat menjadi pilihan mitra kerja
strategis bagi pengusaha maupun pemerintah dalam menghadapi tantangan
krisis finansial global saat ini.
Bila sudah mendapat bank rekanan yang tepat, perjalanan bisnis internasional menjadi mulus. Ditambah dengan integrasi dari pemerintah dan pihak swasta, Indonesia akan semakin mudah menjawab tantangan. MEA akan menjadi ladang bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Selanjutnya, pelaku bisnis harus fokus mengasah Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menciptakan produk dengan nilai jual tinggi. Jika tidak, Indonesia hanya jadi pasar bagi produk-produk negara ASEAN lainnya.
[ bmw / kmps ]
Salah satu jenis produk yang berkompeten dengan lahan ekspor saat ini adalah yang tinggi konten lokalnya. Produk-produk di bidang ekonomi kreatif, misalnya. Pengusaha dapat melirik bisnis ini untuk memperbaiki kondisi perekonomian di Indonesia. Bahkan, seperti dilansir Kompas.com, produk lokal dari daerah tertinggal pun laku di pasaran.
Menurut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Marwan Jafar, konten lokal yang tinggi pada produk kerajinan lokal menjadikannya cukup marketable. Banyak daerah punya potensi ini.
Sayangnya, mengasah produk lokal bukan pekerjaan mudah. Banyak upaya harus dilakukan agar produk tersebut dapat bersaing di pasar internasional. Agar dapat merajai ekspor, Indonesia bukan hanya harus pintar menjaga mutu tapi juga melihat kebutuhan global.
Jangan Sepelekan
Suburnya lahan ekspor bagi produk lokal Indonesia sebenarnya didukung tren perilaku konsumtif masyarakat global terhadap produk ekonomi kreatif. Dengan pola perilaku ini, permintaan akan produk lokal harusnya terus meningkat.
Kebiasaan pebisnis ekonomi kreatif yang memasukkan unsur keunikan budaya serta daya kreatifitas yang tinggi pada setiap unsur, menjadikan produknya memiliki nilai jual. Oleh karena itu, pemerintah memberi dukungan dan kemudahan bagi pebisnis di lahan ekspor.
Seperti diketahui, saat ini pemerintah sedang mengurangi defisit neraca perdagangan. Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro kepada Kompas.com (10/3/2015) pernah menuturkan, setidaknya ada empat langkah perlu disiapkan untuk menekan defisit neraca perdagangan. Intinya adalah kebijakan fiskal yang bisa digunakan untuk mendorong ekspor dan menekan impor.
Salah satu kebijakannya, pemerintah mendorong ekspor dengan memberikan fasilitas tax allowance kepada perusahaan yang melakukan ekspor minimal 30 persen dari total produksinya. Ada empat jenis tax allowance, yakni pengurangan pajak penghasilan selama enam tahun, percepatan depresiasi dan amortasi, diskon tarif dividen menjadi 10 persen, serta lost carry forward dari 5 tahun menjadi 10 tahun.
Kini, tinggal pebisnis yang memanfaatkan peluang tersebut. Mereka perlu berupaya menjaga mutu produknya agar memiliki daya saing dan sesuai standardisasi agar kompetitif di pasar internasional.
Fasilitasi Pembiayaan
Perdagangan internasional tak pernah lepas dari peran pihak ketiga sebagai penyedia fasilitas pembiayaan. Bank sebagai lembaga yang menyediakan fasilitas ini akan dipilih oleh calon eksportir dengan penuh pertimbangan.
Layanan bank di Indonesia sudah menyediakan fasilitas ini. Khusus untuk pembiayaan dan layanan penjualan (ekspor), bank menawarkan fasilitas pembiayaan pre-shipment. Jenis fasilitas ini ialah pembiayaan sejak penerimaan pesanan hingga pengiriman barang atau setelah pembayaran diterima.
Untuk memenuhi arus kas perusahaan agar lebih lancar, bank juga menyediakan pembiayaan post-shipment atau hasil pembayaran letter of credit (L/C) dimuka. Yang termasuk dalam pembiayaan ini ialah kredit ekspor, negosiasi dan diskonto.
Selain didukung lebih dari 2000 jaringan bank koresponden di seluruh dunia, layanan ini juga menyediakan pilihan bertransaksi dalam 14 mata uang asing. Pengusaha juga akan lebih mudah saat melakukan kegiatan ekspor dan impor dengan penanganan langsung oleh para profesional yang handal di bidangnya.
Bank dengan layanan seperti ini dapat menjadi pilihan mitra kerja strategis bagi pengusaha maupun pemerintah dalam menghadapi tantangan krisis finansial global saat ini.
Fokus pada Pemasaran
Langkah terakhir untuk memajukan bisnis adalah fokus pada pemasaran. Produk unggulan ekspor tak akan laku tanpa pemasaran yang jitu.
Saat ini, kebanyakan eksportir masih mengandalkan agensi untuk memasarkan produknya ke luar negeri. Padahal, dengan perkembangan digital saat ini, mereka dapat memasarkan langsung lewat internet.
Mencoba peruntungan dengan menjajal tren perdagangan e-commerce pun patut dicoba. Peluang inilah yang nantinya dapat membesarkan pasar ekspor bagi Indonesia.
Menyongsong MEA
Jelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), kekhawatiran mengenai kegiatan ekspor impor semakin memuncak. Pasar bebas yang digadang-gadang akan menjadi lahan subur bisnis internasional, berbalik menjadi momok.
Untuk itu, sebagai persiapannya, pemerintah terus mendukung aktivitas perdagangan Indonesia di pasar internasional. Salah satu upayanya dapat dilihat dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS), Maret 2015 yang dilansir Kompas (15/05/2015). Terdapat kenaikan belanja pemerintah yang mendukung impor modal.
Tentu saja, pemerintah tak mau kecolongan. MEA sudah dipetakan secara bertahap. Pembentukannya berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Tujuannya, untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN.
Sebenarnya, memupuk dan mematangkan kurang lebih 18 tahun menjadi waktu yang lebih dari cukup bagi Indonesia. Tapi, melihat iklim perekonomian di sini rasanya jauh dari kesiapan.
Indonesia masih tertinggal saat beberapa negara lainnya tak sabar menunggu liberalisasi perdagangan. Negara ini masih disibukkan dengan laju inflasi yang tinggi, rupiah yang kian lesu, daya saing produk yang rendah hingga kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM).
Tantangan MEA
Bagi eksportir dan importir sebagai pelaku bisnis internasional, jalan panjang menuju MEA menjadi ancaman tersendiri. Rencana pemerintah menaikkan ekspor perdagangan 300 persen dalam 5 tahun pun disambut dengan kritikan para pakar ekonomi.
Salah satu ekonom yang mengkritik keras ialah Faisal Basri. Pada acara 'Rethinking Kebijakan Perdagangan Menuju Target Ekspor 2015' pada 23 Februari 2015 lalu, Faisal memaparkan bahwa Nawacita pemerintah tak realistis.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal I-2015 sebesar 4,71 persen, melambat dibanding pertumbuhan ekonomi pada periode sama tahun lalu yang mencapai 5,14 persen.
Di Indonesia, baik sisi produksi maupun sisi konsumsi sama-sama mengalami perlambatan ekonomi. Hal itu termasuk kondisi ekspor yang masih melemah. Padahal, jika jeli, tantangan MEA dapat menjadi peluang.
Pemerintah sudah memetakannya terlebih dahulu. Usai menghadiri pertemuan pertumbuhan ekonomi di empat negara, 28 April 2015 lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa tak ada yang dirugikan saat MEA tiba.
MEA menjadikan perekonomian lebih efisien. Orang akan lebih mudah mencari barang dengan harga yang lebih murah. Bagi pebisnis, akan dimudahkan dengan tarif kepabeanan yang semakin ringan.
Melibatkan Perbankan
Kekhawatiran soal ekspor yang melemah dan impor yang meningkat harusnya ditinjau lagi. Peningkatan impor dapat menjadi parameter positif jika aliran barang yang masuk berupa barang modal dan bahan baku industri dalam negeri yang berorientasi ekspor, bukan impor barang konsumsi.
Ujian menuju kawasan ekonomi yang kompetitif memang tengah dirasakan Indonesia. Untuk mendukungnya, harus melibatkan banyak pihak. Bukan hanya pemerintah, tapi juga pihak ketiga. Salah satunya adalah perbankan.
Dilansir Kompas.com, terhitung 1 April 2015 lalu pemerintah memberlakukan ekspor komoditi tertentu wajib menggunakan letter of credit (L/C) sebagai cara pembayaran. Di dari penerimaan devisa negara melalui pembayaran ini, setidaknya instrumen L/C menjadi wujud keterlibatan perbankan pada bisnis internasional.
Untuk itu, pelaku bisnis internasional harus mulai memperhitungkan pihak ketiga ini sebagai rekanan. Mereka juga harus pintar memilih bank rekanan.
Carilah bank yang tidak hanya memiliki produk layanan dan jasa pembiayaan beragam tetapi juga mampu mengakomodir segala keperluan bagi eksportir dan importir. Pilihan pada bank dengan jaringan yang luas juga harus menjadi pertimbangan.
Salah satu bank yang menyediakan fasilitas seperti ini ialah PT Bank Central Asia Tbk. Dilansir dari Kontan, pada 2014 lalu, BCA menjadi salah satu dari deret bank dengan aset terbesar. Untuk memenuhi kebutuhan transaksi keuangan nasabah, bank ini telah menyediakan Trade BCA, layanan dengan beragam produk transaksi perdagangan baik dalam maupun luar negeri.
Selain didukung lebih dari 2000 jaringan bank koresponden di seluruh dunia, layanan ini juga menyediakan pilihan bertransaksi dalam 14 mata uang asing. Pengusaha juga akan lebih mudah saat melakukan kegiatan ekspor dan impor dengan penanganan langsung oleh para profesional yang handal di bidangnya.
Bila sudah mendapat bank rekanan yang tepat, perjalanan bisnis internasional menjadi mulus. Ditambah dengan integrasi dari pemerintah dan pihak swasta, Indonesia akan semakin mudah menjawab tantangan. MEA akan menjadi ladang bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Selanjutnya, pelaku bisnis harus fokus mengasah Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menciptakan produk dengan nilai jual tinggi. Jika tidak, Indonesia hanya jadi pasar bagi produk-produk negara ASEAN lainnya.
[ bmw / kmps ]