Warga Penghuni Kalibata City Protes, Kecewa dengan Pengelolaan yang Tidak Fair

JAKARTA, BLOKBERITA -- Rapat penyusunan panitia musyawarah untuk membentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) Kalibata City, di lantai dasar Tower Jasmine, Kalibata City, Jakarta Selatan, berakhir ricuh, Sabtu (18/4). Kericuhan terjadi saat rapat yang dihadiri sekitar 100 warga yang mewakili 17 menara rumah susun itu dibubarkan paksa oleh puluhan petugas keamanan.

Menurut perwakilan warga, pembentukan P3SRS di rumah susun sederhana milik (rusunami) tersebut dilatarbelakangi banyaknya masalah di Kalibata City. Berbagai masalah yang dikeluhkan warga itu, antara lain, parkir, tarif listrik yang tidak wajar, kenaikan iuran pemeliharaan lingkungan (IPL) yang tidak transparan dan tanpa perbaikan layanan, hingga sertifikat yang tak kunjung terbit.

” Selain itu, ada masalah prostitusi, narkoba, dan kriminalitas yang sudah menjadi rahasia umum di sini,” ujar seorang penghuni.

Salah satu warga, Rina Situmorang (40) menyayangkan kenaikan IPL yang sosialisasinya tak transparan. Penghuni Tower Herbras ini awalnya membayar biaya IPL Rp 2,4 juta per tahun. Tetapi, IPL 2015 ini tiba-tiba naik menjadi Rp 3,4 juta tanpa pemberitahuan resmi.

” Kalau sejak awal dijelaskan untuk apa kenaikannya, warga pasti terima. Tetapi, kami baru tahu setelah biaya IPL ditarik langsung secara autodebet,” ujarnya.

Selain masalah IPL, biaya listrik yang tidak wajar juga dikeluhkan warga. Seorang warga mengaku harus membayar Rp 900.000 per bulan, padahal hanya menggunakan satu pendingin ruangan, satu kulkas, dan lampu untuk dua kamar setiap malam.

Adanya berbagai masalah itu membuat warga rusun ingin membentuk P3SRS yang salah satu fungsinya menjadi pengawas kebijakan yang ditetapkan pengelola.

” P3SRS yang dikelola warga diharapkan dapat menjadi pengawas dan evaluasi kinerja pengelolaan rusun sehingga persoalan hunian dapat dituntaskan,” ujar juru bicara Komunitas Warga Kalibata City (KWKC) Umi Hanik, Sabtu.

Pembentukan P3SRS ini menurut Umi sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Rapat kemarin sedianya untuk membentuk panitia musyawarah (panmus) yang mewakili warga setiap menara guna menyiapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga P3SRS.

Namun, saat rapat baru berlangsung sekitar 15 menit, tiba-tiba puluhan petugas keamanan datang dan berteriak menyuruh warga bubar. Keributan tersebut berlanjut dengan saling dorong antara petugas keamanan dengan warga sambil saling menyiram air minum.


Lapor Gubernur Ahok

Penghuni Kalibata City mengirimkan surat aduan kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (20/2/2015). Mereka menulis surat kepada Ahok setelah aksi damai penolakan kenaikan iuran pemeliharaan lingkungan (IPL) pada 14 Februari lalu tidak ditanggapi oleh badan pengelola sementara (BPS).

" Kami ingin melaporkan tindakan tidak transparan dan pengambilan keputusan sepihak terkait kenaikan IPL tahun 2015 yang dilakukan oleh BPS yang merupakan unit usaha dari Agung Podomoro Group selaku developer apartemen Kalibata City," kata salah satu perwakilan penghuni Kalibata City Reynald Dharma.

Reynald menambahkan, berbagai upaya telah ditempuh terkait kebaikan tarif IPL kepada pihak BPS. Tetapi, kata dia, BPS abai terhadap tuntutan warga.

" Selain itu adanya ancaman denda dan pemutusan aliran listrik serta air bagi penghuni yang tidak membayar IPL hingga jatuh tempo. Hal itulah yang mendorong kami berani mengadukan masalah ini kepada Bapak Gubernur," kata Reynald.

Juru bicara penghuni apartemen Kalibata City, Umi Hanik mengatakan surat aduan tersebut sudah sampai ke Tata Usaha Gubernur. "Surat aduan sudah kita masukkan ke unit pengaduan DKI, katanya undangan audiensi kemungkinan enam hari lagi," kata Umi.

Di dalam surat aduan tersebut dijelaskan kronologi kenaikan IPL. Yaitu pada 1 Desember 2014 BPS mengumumkan kenaikan tarif IPL dan sinking fund 2015 untuk apartemen Kalibata City.

Warga kaget dan mempertanyakan ketika muncul tagihan IPL 2015 yang jumlahnya naik signifikan.

Keputusan kenaikan tarif IPL tersebut dilakukan sepihak oleh BPS tanpa melibatkan warga Kalibata City. Warga mengaku tidak pernah diajak berdialog dan hanya menerima pemberitahuan melalui SMS dan e-mail pada 7 Januari 2015 bahwa pembayaran IPL dengan tarif baru akan jatuh tempo pada 15 Januari 2015.

Menurut Umi, kesulitan warga berdialog dikarenakan belum terbentuknya Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS).

" Kami sulit melakukan dialog dengan BPS karena pihak pengembang apartemen Kalibata City dalam hal ini PT Pradani Sukses Abadi (anak usaha Agung Podomoro Group) hingga saat ini belum memenuhi kewajiban untuk membentuk PPRS atau P3SRS sebagaimana ditetapkan Undang-Undang Rumah Susun."

Menurut Umi, warga telah mengajukan pembentukan PPRS ini sejak tahun 2011 namun tidak mendapat tanggapan yang serius dari pihak pengembang yang akibatnya hingga sekarang PPRS belum terbentuk, padahal serah terima unit apartemen Kalibat City sudah dilakukan sejak akhir 2010 hingga 2012.

Sesuai ketentuan undang-undang, pembentukan PPRS atau P3SRS harus dilakukan selambat-lambatnya satu tahun setelah serah terima unit.

" Akibat dari belum terbentuknya PPRS tersebut, banyak sekali masalah yang terjadi di Kalibata City. Selain itu, sertifikat hak milik satuan rumah susun yang diwajibkan Undang-Undang Rumah Susun juga belum jelas nasibnya," ucap Umi.


[ kmps / bin ]

View

Related

REGIONAL 7383533124858482746

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item