Retak Patah Hubungan Jokowi-JK. Why ?


BLOKBERITA -- Baru jalan sekitar enam bulan pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla banyak menuai kontroversi dan kecaman publik. Kabar terakhir terdengar kongsi Jokowi – JK konon pecah. Mulai terlihat perbedaan pandangan antara keduanya terkait komposisi kabinet. Sekedar menengok kembali, pada saat mendampingi SBY, JK menunjukkan dominasinya dalam pemilihan menteri. Pos-pos kementrian banyak ditempati oleh orang-orang JK. Keberhasilan itulah yang hendak diulang kembali oleh pria asal Makasar ini dalam pemerintahannya bersama Jokowi. Namun tampaknya usaha JK menemui kesulitan. Karakteristik politik Jokowi yang tampak lugu, agak tertutup ternyata sulit dikendalikan JK, dan Jokowi sangat selektif dalam memilih pembantunya (menteri). Tetapi bukan JK namanya bila kehilangan akal. Eks Wapres SBY ini mulai mendekati Megawati. Mungkin, dalam pemikirannya, siapa tahu dengan mendekati Megawati, Jokowi bakal melunak dan sedikit membuka diri. Jurusnya, menitipkan orang-orang dekatnya langsung pada putri presiden pertama RI itu. Akankah berhasil ? Dan makin jelas lagi dengan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Kepresidenan secara tidak langsung menyiratkan bahwa Presiden Joko Widodo merasa tidak puas atau tidak chemistry terhadap partner-nya Wakil Presiden dan beberapa menteri di Kabinet Kerja.

Pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin mengatakan tugas melakukan koordinasi kelembagaan, termasuk membawahi kementerian seharusnya bisa dilaksanakan oleh Wakil Presiden, sehingga tidak perlu tugas diberikan kepada Kepala Staf Kepresidenan.

" Yang jadi isu utama, apakah Presiden tidak merasa cukup dilayani Wapres dan menteri. Kalau ini benar-benar terjadi, ini berbahaya, rumah tangga pemerintah bisa goyah. Ini masalah serius," ujar Irman dalam diskusi Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (13/4).

Lebih jauh Irman mengatakan hal itu bisa memunculkan kesan ada keretakan hubungan antara Presiden dan Wakil Presiden. Perpres tersebut juga memunculkan kesan bahwa Presiden tidak cukup dilayani oleh Wakil Presiden dan jajaran Menterinya. Padahal papar Irman, alat bantu konstitusional yang disiapkan dalam Undang-undang sudah banyak dan siapa membantu kinerja presiden.

Menurut Irman, Perpres yang memberikan kewenagan bagi Kepala Staf Kepresidenan tersebut perlu dikaji ulang. Irman menilai, Perpres tersebut sebaiknya diuji ke Mahkamah Agung, untuk menentukan apakah pembentukannya justru tidak sesuai dengan konstitusi.

" Wajar kalau penerbitan Perpres ini menimbulkan pertanyaan. Memang Jokowi tidak percaya lagi sama Wakil Presiden?" pungkasnya.

Diketahui, melalui Perpres tersebut Kepala Staf Kepresidenan Luhut B Pandjaitan memiliki kewenangan di antaranya, melaksanakan pengedalian dalam rangka memastikan program-program prioritas nasional dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi presiden.

Kemudian, melakukan penyelesaian masalah secara komprehensif terhadap program-program prioritas nasional yang dalam pelaksanaannya mengalami hambatan. Selain itu, percepatan dan pemantauan terhadap pelaksanaan program-program prioritas nasional.

[ rmol / merdeka / bbcom / mrhill ]
View

Related

POLITIK 1047150737925529607

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item