Kisah Khamim dari Pekalongan yang Masih Berjalan Kaki ke Mekah untuk Berhaji

BLOKBERITA -- Niatnya  menunaikan ibadah haji ke tanah suci kuat. Itulah yang membuat Mochammad Khamim Setiawan (28), pemuda asal Pekalongan ini benar-benar jalan kaki dari kampung halamannya ke Kota Mekah.  

Rabu (24/5/2017), wartawan detikcom menyambangi rumah Khamim atau akrab dipanggil Aim. Rumah yang berarsitektur jawa kuno ini sedianya hanya dihuni oleh Aim dan ayahnya, yakni Syaufani Solichin (74). Oleh karena Aim ke Mekkah, ayahnya tinggal sendiri. Ibu Aim sudah sepuluh tahun yang lalu meninggal. 

Solichin menuturkan kenekatan Aim untuk sampai ke Mekkah hanya dengan berjalan kaki tanpa minta uang saku kepada siapapun.

" Orangnya keras kepala. Kalau sudah punya keinginan, pasti dilakukan dengan usahanya sendiri," jelas Solichin.

Solichin menjelaskan keinginan anaknya untuk menunaikan haji ke Mekah dengan berjalan kaki sudah dilontarkan sejak dia masih kuliah di Universitas Negeri Semarang (Unes). Anak keempat dari empat bersaudara ini selepas kuliah membulatkan tekadnya untuk pergi menunaikan haji dengan jalan kaki.

" Ketiga kakaknya (yang di Jakarta) sebelumnya meminta dia untuk kerja dulu. Tapi anaknya tidak mau. Dia justru mempersiapkan fisik maupun mentalnya selama tiga tahun," jelasnya.

Persiapan Sarjana Ekonomi Pembangunan tersebut dilakukan selama tiga tahun. Setelah melakukan persiapan-persiapan khusus tersebut, Aim mulai mengurus surat-surat.

" Di Kemenag, saya dipanggil. Disuruh tanda tangan atas perjalanan anak saya itu, baru setelah saya tanda tangan, surat dari mereka bisa keluar," jelasnya.

Sedianya Aim didampingi dua rekannya. Namun, sampai di Tegal kedua temannya menyerah tidak melanjutkan.

Mochamad Khaim sendiri berangkat dari rumah di Kecamatan Wonopringgo pada tanggal 28 Agustus 2016, berangkat jalan kaki sekitar pukul 22.00 WIB.

" Ya saya hanya bisa berdoa, lha wong dia hanya berbekal baju dan beberapa lembar uang. Saya tanya, apakah cukup uangnya sebagai bekal, dijawabnya pasti ada yang ngasih di jalan, bapak tidak usah khawatir," katanya. 

Solichin menuturkan kenekatan Aim untuk sampai ke Mekkah hanya dengan berjalan kaki tanpa minta uang saku kepada siapapun.

"Orangnya keras kepala. Kalau sudah punya keinginan, pasti dilakukan dengan usahanya sendiri," jelas Solichin.

Solichin menjelaskan keinginan anaknya untuk menunaikan haji ke Mekah dengan berjalan kaki sudah dilontarkan sejak dia masih kuliah di Universitas Negeri Semarang (Unes). Anak keempat dari empat bersaudara ini selepas kuliah membulatkan tekadnya untuk pergi menunaikan haji dengan jalan kaki.

" Ketiga kakaknya (yang di Jakarta) sebelumnya meminta dia untuk kerja dulu. Tapi anaknya tidak mau. Dia justru mempersiapkan fisik maupun mentalnya selama tiga tahun," jelasnya.

Persiapan Sarjana Ekonomi Pembangunan tersebut dilakukan selama tiga tahun. Setelah melakukan persiapan-persiapan khusus tersebut, Aim mulai mengurus surat-surat.

" Di Kemenag, saya dipanggil. Disuruh tanda tangan atas perjalanan anak saya itu, baru setelah saya tanda tangan, surat dari mereka bisa keluar," jelasnya.

Sedianya Aim didampingi dua rekannya. Namun, sampai di Tegal kedua temannya menyerah tidak melanjutkan.

Mochamad Khaim sendiri berangkat dari rumah di Kecamatan Wonopringgo pada tanggal 28 Agustus 2016, berangkat jalan kaki sekitar pukul 22.00 WIB.

" Ya saya hanya bisa berdoa, lha wong dia hanya berbekal baju dan beberapa lembar uang. Saya tanya, apakah cukup uangnya sebagai bekal, dijawabnya pasti ada yang ngasih di jalan, bapak tidak usah khawatir," katanya.



Khamim adalah Sarjana Ekonomi dari Universitas Negeri Semarang.

Dia memulai perjalanannya dari Pekalongan pada 28 Agustus 2016 lalu.

Ia melewati berbegai negara dengan berjalan kaki.

Ia beristirahat di masjid, menumpang di rumah orang yang ditemui, hingga bermalam di hutan di berbagai negara.

Pada 19 Mei 2017, ia telah tiba di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.

Dengan niat Bismillah dia  memulai perjalanan itu untuk menempuh jarak kira-kira 9.000 kilometer.

Sesuai dalam kalender Indonesia, Hari Raya Idul Adha bertepatan tanggal 1 September 2017.

Khamim menargetkan akan tiba di Kota Mekah tanggal 30 Agustus 2017 atau sebelum Wukuf. 

Ini berarti Khamim jalan kaki selama 1 tahun untuk naik haji menempuh perjalanan 9 ribu kilometer dan melintasi banyak negara.

Kepada Khaleej Times, ia ceritakan perjalanannya.

Khamim meyakini bahwa berjalan kaki adalah keutamaan dalam menunaikan ibadah haji.

Ini yang menjadikan alasan baginya untuk menumpuh perjalanan jauh ini.

Menguji kekuatan fisik dan spiritual merupakan alasan utamanya untuk berjalan kaki, selain keinginannya untuk menyebarkan pesan berupa harapan, toleransi dan keharmonisan hubungan sesama manusia.

Selama perjalanan, Khamim menjalankan ibadah puasa setiap hari.

Kebiasaan berpuasa setiap hari, kecuali di hari besar agama Islam, telah ia lakukan selama lima tahun terakhir.

Kondisinya yang berpuasa, membuatnya hanya berjalan di malam hari. Dalam kondisi fisik yang baik, ia dapat menempuh perjalanan sepanjang 50 kilometer, dan hany sekitar 15 kilometer jika kakinya merasa capek.

Selama perjalanan dari Pekalongan Jateng ke Tanah Suci mengalami sakit sebanyak dua kali, yakni di Malaysia dan India.

Ia tidak meminum suplemen khusus, melainkan campuran air dan madu untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya dari perubahan cuaca di negara-negara yang dilalui.

Perbekalan yang Khamim bawa yaitu kaos dan celana, dua pasang sepatu, kaus kaki, pakaian dalam, kantung tidur dan tenda, lampu, telepon pintar dan GPS

Seluruh perlengkapan dimasukkan dalam sebuah tas punggung yang di luarnya terpasang sebuah bendera mini Indonesia.

"I'm on my way to Mecca by foot" tulisan itu ada di kausnya.

Maksud Khamim untuk memberi pesan kepada orang-orang yang ditemui di perjalanan tentang misinya menuju Mekah di Arab Saudi.

Mochammad Khamim Setiawan meski masih pemuda, dia bukan orang miskin. Dia punya usaha kontraktor yang lagi berkembang. Semua itu dia tinggalkan demi menjalankan misi ini.

Dia bawa sejumlah uang secukupnya selama di perjalanan.

"Saya tak pernah meminta-minta. Namun saya selalu bertemu orang yang memberi makanan dan bekal lain," kata Mochammad Khamim Setiawan dikutip Khaleej Times sebuah media besar di Uni Emirat Arab.

Khamim pun sering bermalam di rumah ibadah agama lain. Itu tak jadi masalah. Dan dia akui mendapat sambutan yang baik serta toleransi yang sangat bagus.

"Saya disambut di kuil Budha di Thailand, diberi makanan oleh warga desa di Myanmar, bertemu dan belajar dengan ilmuwan muslim berbagai negara di sebuah masjid di India, dan berteman dengan pasangan Kristen asal Irlandia yang bersepeda di Yangon," terang Khamim.

Dia percaya, bahwa berhaji tak hanya soal interaksi dengan sesama muslim. Namun juga manusia dari berbagai keyakinan berbeda. Pemuda ini pun merasakan bagaimana hangatnya toleransi, dan bertemu dengan orang-orang beda agama. Sikap toleransi adalah bagian dari kepatuhan kepada Allah SWT. Itu semua dalah anugerah Tuhan. Pertemuan itu membuatnya makin kuat untuk melanjutkan perjalanan meski uang pas-pasan. Selamat Menunaikan Ibadah Haji Mas Khamim...

[ bazz / tribunn / dtc / sindo / lip6 ]
View

Related

RAGAM 1066745623118724903

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item