Hak Angket Kandas, Fahri Hamzah cs Dilaporkan ke MKD

BLOKBERITA, JAKARTA -- Agenda sidang paripurna DPR pada Jumat (28/4/2017) salah satunya pengambilan keputusan atas usulan angket DPR terkait rekaman penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Miryami Haryani. Ini lantaran sejumlah nama anggota DPR disebut menekan politisi Partai Hanura itu.

Rapat Kerja Komisi III DPR dengan KPK pada Rabu (19/4/2017) dini hari pekan lalu, mayoritas fraksi menyetujui usulan angket terhadap KPK. Sikap tersebut ditempuh untuk mengungkapkan terkait tudingan sejumlah anggota Komisi III yang menekan Miryam S Haryani.

Ihwal tekanan dari Komisi III itu mencuat dari kesaksian penyidik Novel Baswedan di pengadilan Tipikor terkait kasus E-KTP. Di sisi lain, Miryam telah mencabut seluruh materi Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Angket DPR dimaksudkan untuk menelisik tentang kebenaran informasi soal tekanan sejumlah anggota Komisi III DPR terhadap Miryam.

Sepekan berselang, greget DPR untuk melakukan hak penyelidikan atas BAP Miryam Haryani mulai mengendur. Sejumlah fraksi yang semua garang saat rapat kerja dengan KPK, mulai rontok satu per satu. Kali pertama yang mengambil sikap tegas menolak hak angket DPR terkait dengan kewenangan KPK muncul dari Fraksi Gerindra. Sikap ini disusul sejumlah fraksi seperti Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PPP serta Fraksi PKB.

Balik badan sejumlah fraksi di DPR terkait rencana pengusulan hak angket terhadap kewenangan KPK menjadi penentu apakah hak angket yang diusulkan resmi Komisi III itu bakal disetujui sidang paripurna atau tidak. Bila melihat komposisi fraksi-fraksi yang menegaskan menolak ide angket terhadap KPK, dapat dipastikan angket terhadap KPK bakal mentah di tengah jalan. "Penggunaan hak angket ini tidak tepat waktu," kilah Benny K Harman, politisi Partai Demokrat terkait sikap Fraksi Partai Demokrat.

Sikap mayoritas fraksi yang balik badan atas usul hak angket terhadap KPK ini memang lebih pada pertimbangan politik opini publik. Setidaknya, sejak ide angket bergulir di Komisi III DPR pekan lalu, sentimen publik terhadap DPR bernada negatif. Tudingan DPR tengah melakukan intervensi hukum terhadap KPK mencuat. Termasuk anggapan langkah DPR tengah melemahkan kerja KPK.

Sikap DPR yang bertekuk lutut di hadapan KPK ini tak ubahnya mengulang cerita yang pernah terjadi dari gedung DPR. Seperti yang terjadi pada DPR periode lalu yang secara serius akan mengubah UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Tahapan perubahan UU KPK telah sesuai prosedur, namun di tengah jalan DPR balik badan. Lagi-lagi, opini publik yang negatif terhadap DPR menjadi penyebabnya.

Instrumen hak angket yang dimiliki DPR, jika dilihat sebagai bentuk pengawasan terhadap kerja KPK sejatinya tidak ada soal. Toh, secara konstitusional DPR memang diberi mandat untuk mengawasi kerja KPK.

Informasi soal tekanan sejumlah politisi di DPR terhadap Miryam tentu menjadi persoalan serius. Jika benar informasi tersebut tentu harus ditindaklanjuti oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan partai politik yang terkait sejumlah nama yang disebut Miryam.

Namun sebaliknya, jika informasi tersebut tidak benar, tudingan tekanan dari sejumlah anggota Komisi III DPR yang disampaikan Novel Baswedan itu juga menjadi masalah yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Karena menyangkut nama baik, kredibilitas anggota DPR dan marwah lembaga politik parlemen.

Sayangnya, instrumen pengawasan yang dimiliki DPR terhadap KPK berbaur dengan urusan citra, opini publik serta tudingan miring atas operasi pelemahan DPR terhadap KPK. Situasi ini sejatinya tidak sehat bagi institusi DPR termasuk KPK. DPR tidak menjalankan fungsinya secara maksimal.

Di sisi lain, KPK sebagai lembaga penegakan hukum seolah tak bisa dikontrol kerjanya. Situasi yang tidak boleh terjadi dalam sistem demokrasi yang meniscayakan adanya chek and balances, tak terkecuali terhadap lembaga KPK.

Fahri Hamzah cs Dilaporkan ke MKD

Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Fahri dilaporkan terkait dengan dugaan pelanggaran dalam proses pengesahan hak angket dalam sidang paripurna DPR, Jumat (28/4) lalu.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, Fahri diduga melanggar etik sebagai sebagai pimpinan sidang dalam paripurna. Boyamin menyebut Fahri tidak mengikuti prosedur sidang paripurna yang ditetapkan dalam Tata Tertib DPR tahun 2017 dan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

"Kami melihat pengambilan persetujuan DPR tidak memenuhi syarat. Dengan itu, pimpinan sidang (Fahri) saya laporkan ke MKD," kata Boyamin di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (3/5).

Boyamin memaparkan, ada empat palanggaran yang ditemukan MAKI. Pertama, Fahri diketahui tidak menggunakan dua syarat pengambilan keputusan sidang yakni aklamasi dan voting.

Kedua, politikus Partai Keadilan Sejahtera itu tidak menyampaikan jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna tersebut. Padahal, jumlah peserta sidang merupakan salah satu acuan untuk memastikan apakah hak angket tersebut bisa diputuskan atau tidak.

"Jika kemarin dihitung kan banyak yang kosong. Jadi tidak mungkin ada separuh. Kenapa tidak dihitung? Karena kalau dihitung ya pasti kelihatan belangnya," ujarnya.

Ketiga, Fahri diketahui tidak memberi kesempatan lobi anggota DPR yang hadir untuk mencapai kesepakatan. Menurutnya, proses lobi antaranggota yang sepakat dan tidak sepakat dengan hak angket merupakan hal yang wajib dilakukan dalam menentukan keputusan.
Keempat, Fahri disebut tidak menyampaikan kepada peseta sidang soal siapa saja anggota DPR yang sepakat mendukung hak angket. Ia menilai, sikap merahasiakan jumlah pendukung hak angket KPk berbanding dengan saat proses hak angket kasus Century di mana anggota DPR dengan lantang mendukung hak tersebut.

"Kalau ingat kasus Century dahulu semua tampil dan dibacakan. Maka syarat minimal 25 itu terpenuhi. Nah kalau kemarin teman-teman merasakan seperti disembunyikan," ujar Boyamin.

Lebih lanjut, selain melaporkan Fahri, Boyamin menyampaikan, MAKI juga melaporkan Ketua DPR Setya Novanto, serta dua Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan. Pelaporan ketiganya ke MKD dikarenakan telah membiarkan Fahri mengambil keputusan sepihak dalam sidang tersebut.

Meski Wakil Ketua DPR Fadli Zon berada di meja pimpinan, Boyamin mengklaim, tidak akan melaporkannya juga ke MKD karena memilih walkout bersama dengan seluruh angota Fraksi Gerindra yang kecewa atas keputusan Fahri.

"Mestinya pimpinan mencegah, mengingatkan, atau mengambil palu sidang dari Fahri. Jangan membiarkan dan duduk manis di depan," ujarnya.

Boyamin mendesak MKD mempublikasikan risalah rapat sidang paripurna yang dipimpin oleh Fahri. Ia mengaku ingin mengetahui bagaimana berita acara dalam risalah bersidangan itu dibuat karena tidak melalui mekanisme persidangan yang benar. (bin/kmps/inilah/tribunn)
View

Related

POLITIK 1589693414342119794

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item