Investor Jepang Heran, Hakim di Indonesia Kok Berani Korupsi

BLOKBERITA, OSAKA -- Tingginya angka korupsi di Indonesia masih menghantui investor luar negeri, termasuk Jepang. Bahkan Negeri Matahari Terbit heran, kok bisa ada hakim di Indonesia juga ikut-ikutan korupsi.

Hal itu terungkap dalam rangkaian regulasi training 'Study for the Amendment to the Law' di Osaka, Jepang, yang dilaksanakan pada 12-22 Februari 2017. Dari Indonesia, training tersebut diikuti, antara lain, oleh Dirjen Peraturan Perundangan Prof Widodo Ekatjahjana, Ketua Program Studi S3 Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Prof Adji Samekto, guru besar Universitas Andalas (Unand) Prof Saldi Isra, akademisi UGM Zainal Arifin Mochtar, akademisi Unand Feri Amsari, ahli hukum Refly Harun, Direktur Puskapsi Universitas Jember Dr Bayu Dwi Anggono, dan tim dari Ditjen PP Kemenkum HAM.

Adapun dari Jepang diikuti oleh pejabat Kementerian Kehakiman setempat serta akademisi Jepang. Seluruh dana studi riset ini dibiayai oleh pemerintah Jepang. 




Dalam rangkaian itu, tim delegasi Indonesia mendatangi kantor pengacara terkemuka di Jepang, Oh-Ebashi LPC & Partners. Oh-Ebashi LPC & Partners merupakan kantor hukum yang menangani berbagai perkara bisnis di Jepang dan dunia. Delegasi ditemui advokat senior Kobayashi Kazuhiro dan bertukar diskusi banyak hal tentang hukum di Indonesia.

Kepada tim delegasi Indonesia, Kobayashi berbagi informasi bahwa para investor Jepang sangat mengkhawatirkan tingkat korupsi di Indonesia. Korupsi di Indonesia membuat para pemilik modal masih ragu menanamkan investasinya di Indonesia.

" Bahkan ada hakim yang menerima suap," kata Kobayashi mengawali diskusinya dengan tim delegasi Indonesia.

Investor Jepang Kaget Hakim di Indonesia Kok Ada yang Korupsi

Kekagetan investor Jepang itu bukan tanpa alasan. Berdasarkan hasil laporan studi banding Mahkamah Agung Republik Indonesia ke Jepang, didapati data tidak pernah ada hakim Jepang yang melanggar kode etik, bahkan hingga menerima suap.
Investor Jepang Kaget Hakim di Indonesia Kok Ada yang Korupsi Direktur Harmonisasi Perundang-undangan Kemenkum HAM Yunan Hilmy memberikan cendera mata kepada Kobayashi. (andi/detikcom)

Di Jepang, jabatan hakim adalah jabatan yang sangat mulia dan para hakim bisa membentengi diri dari godaan praktik suap dan menjaga kode etik hakim. Bahkan, di Jepang, tidak ada aturan tertulis kode etik hakim, tapi nol pelanggaran.

Kegelisahan investor Jepang juga bukan tanpa alasan. Berdasarkan data Corruption Perceptions Index (CPI) 2016 yang diluncurkan Transparency International (TI), nilai Indonesia hanya naik satu poin dibanding tahun sebelumnya, sedangkan posisinya harus turun dua peringkat.

Pada 2016, Indonesia mendapatkan poin 37 dan menempati urutan ke-90 dari 176 negara yang diukur. Jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, peringkat Indonesia berada di bawah Singapura, Brunei, dan Malaysia.

"Kenaikan CPI Indonesia hanya mampu menyalip Thailand (35, turun) yang selalu berada di atas Indonesia sejak 5 tahun terakhir. Kenaikan skor CPI ini belum mampu mengungguli Malaysia (49, turun), Brunei (58), dan Singapura (85, tetap)," kata Deputi Program Tranparency International Indonesia (TII) Lia Toriana di Hotel Sari Pan Pacific, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (25/1/2017).

Kegelisahan investor Jepang juga sangat beralasan. Tidak hanya hakim, aparat peradilan juga kerap ditangkap KPK karena terlibat korupsi. Mereka di antaranya:

1. Imas Dianasari
Hakim ad hoc Pengadilan Hukum Industrial Bandung
Hakim Imas ditangkap di Restoran La Ponyo, Jalan Raya Cinunuk, dengan seorang pria berinisial OJ. Imas ditangkap dengan barang bukti uang Rp 200 juta serta sebuah mobil. Imas Dianasari dihukum enam tahun penjara.

2. Pragsono
Hakim Pengadilan Tipikor Semarang
Menerima suap untuk mempengaruhi putusan terkait dengan kasus korupsi yang ditanganinya. Pragsono dihukum 5 tahun penjara.

3. Asmadinata
Hakim ad hoc Tipikor Palu, Sulawesi Tengah
Menerima suap untuk mempengaruhi putusan terkait dengan kasus korupsi yang ditanganinya.

4. Setyabudi Tejocahyono
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung
Menerima suap Rp 150 juta untuk mengkondisikan putusan perkara. Ia divonis 12 tahun penjara.

5. Syarifudin
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Syarifudin menerima suap Rp 250 juta dan puluhan ribu dolar Amerika Serikat dari Puguh terkait dengan kepailitan sebuah perusahaan berinisial PT SCI. Syarifuddin dihukum 4 tahun penjara.

6. Ibrahim
Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) DKI Jakarta
Menerima suap dalam perkara tanah. Alhasil, Ibrahim dihukum 6 tahun penjara tetapi oleh MA disunat menjadi 3 tahun penjara.

7. Muhtadi Asnun
Hakim di Pengadilan Negeri Tangerang
Menerima uang USD 40 ribu guna membebaskan Gayus Tambunan dalam kasus penggelapan pajak pada Maret 2009. Atas korupsi suap itu, Asnun dihukum 2 tahun penjara.

8. Kartini Juliana Magdalena Marpaung
Hakim ad hoc Tipikor Semarang
Kartini ditangkap KPK pada 17 Agustus 2012 karena menerima suap Rp 150 juta untuk mengkondisikan putusan kasus korupsi yang ditanganinya. Kartini dihukum 10 tahun penjara.

9. Heru Kisbandono
Hakim ad hoc Tipikor Pontianak
Ia bekerja sama dengan Kartini Marpaung. Heru lalu dihukum 8 tahun penjara.

10. Nuril Huda
Ketua PN Pangkalan Bun
Menerima uang sebesar Rp 20 juta dari pengacara. Majelis Kehormatan Hakim (MKH) memutuskan menskors Nuril Huda selama 2 tahun.

11. Tripeni Irianto Putro
Ketua PTUN Medan
Menerima suap dari pengacara OC Kaligis dalam perkara PTUN tentang korupsi bansos Medan. Ia dihukum 2 tahun penjara.

12. Amir Fauzi
Hakim PTUN Medan
Menerima suap dari pengacara OC Kaligis dalam perkara PTUN tentang korupsi bansos Medan. Ia dihukum 2 tahun penjara.

13. Dermawan Ginting
Hakim PTUN Medan
Menerima Suap dari pengacara OC Kaligis dalam perkara PTUN tentang korupsi bansos Medan. Ia dihukum 2 tahun penjara.

14. Syamsir Yusfan
Panitera PTUN Medan
Menerima suap dari pengacara OC Kaligis dalam perkara PTUN tentang korupsi bansos Medan. Ia dihukum 3 tahun penjara.

15. Andri Tristianto Saputra
Kasubdit Kasasi dan Perdata Mahkamah Agung
Suap penundaan salinan putusan kasasi terdakwa Ichsan. Andri akhirnya dihukum 9 tahun penjara.

16. Syamri Adnan
Hakim Pengadilan Tinggi Agama Padang
Korupsi proyek pembangunan gedung pengadilan saat menjabat Ketua Pengadilan Agama Maninjau. Syamri dihukum 2,5 tahun penjara. Putusan itu belum berkekuatan hukum tetap.

17. Edy Nasution
Panitera PN Jakarta Pusat
Suap dalam pendaftaran perkara peninjauan kembali MA. Kasusnya masih ditangani KPK.

18. Ramlan Comel
Pengadilan Tipikor Bandung
Divonis 7 tahun karena menerima suap Rp 1,9 miliar. Ia bekerja sama dengan Setyabudi.

19. Pasti Serevina Sinaga
Hakim Pengadilan Tinggi Bandung
Mengkondisikan perkara Wali Kota Bandung Dada Rosada, yang terseret kasus korupsi. Pasti dihukum 4 tahun penjara.

20. Akil Mochtar
Hakim konstitusi yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
Akil melakukan jual-beli putusan kasus pilkada. Akil dipenjara seumur hidup.     

Indeks Persepsi Korupsi 2016: Indonesia di Bawah Malaysia

Transparency International (TI) meluncurkan Corruption Perceptions Index (CPI) 2016. Dalam penyampaiannya, TI menyebutkan nilai Indonesia hanya naik satu poin, sedangkan posisinya harus turun dua peringkat.

Pada 2016, Indonesia mendapatkan poin 37 dan menempati urutan 90 dari 176 negara yang diukur. Jikalau dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, maka peringkat Indonesia berada di bawah Singapura, Brunei dan Malaysia.

"Kenaikan CPI Indonesia hanya mampu menyalip Thailand (35,turun) yang selalu berada di atas Indonesia sejak 5 tahun terakhir. Kenaikan skor CPI ini belum mampu mengungguli Malaysia (49, turun), Brunei (58), dan Singapura (85, tetap)," kata Deputi Program Tranparency International Indonesia (TII) Lia Toriana di Hotel Sari Pan Pacific, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (25/1/2017).

Namun Lia mengapresiasi langkah pemerintah yang telah berusaha melakukan perbaikan-perbaikan. Selama satu tahun terakhir, pemerintah terus berupaya menurunkan tingkat korupsi di Indonesia.

"Kita perlu melihat hal positifnya juga perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah selama satu tahun terakhir, baik di sektor publik, ada upaya untuk menurunkan tingkat korupsi, " ujar Lia.

Lia pun menegaskan tren Indonesia dalam lima tahun terakhir lebih meningkat meskipun peningkatannya terhitung pelan. Sekalipun, menurutnya, dalam beberapa hal ada yang masih perlu diperbaiki oleh pemerintah.

"Kayak, misalnya, dalam 5 tahun terakhir tren kita dibanding negara ASEAN, kita lebih meningkat meskipun pelan tapi pasti. Tren kita meningkat. Itu, menurut saya, dari kami terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah. Meskipun kemudian ada beberapa catatan penting, " kata Lia.

Menyikapi hasil ini pun, Transparency International Indonesia (TII) menyampaikan rekomendasi kepada beberapa pihak, yaitu pemerintah, KPK, Polri, Kejaksaan, Mahkamah Agung, swasta, dan masyarakat sipil. Selain itu, karena risiko korupsi itu dapat datang dari dua arah, yaitu sektor publik dan swasta, TII menyampaikan tentang pentingnya aksi kolaboratif dari semua pihak.

Untuk skor CPI sendiri berada di kisaran angka 0-100. Skor 0 berarti negara dipersepsikan sangat korup, sementara skor 100 dipersepsikan negara sangat bersih.

CPI 2016 ini menggunakan 13 sumber data, di antaranya African Development Bank Governance Ratings 2015, Bertelsmann Foundation Sustainable Governance Indicators 2016, Bertelsmann Foundation Transformation Index 2016, Economist Intelligence Unit Country Risk Ratings 2016, Freedom House Nations in Transit 2016, Global Insight Country Risk Ratings 2015, IMD World Competitiveness Yearbook 2016, Political and Economical Risk Consultancy Asian Intelligence 2016, Political Risk Services International Country Risk Guide 2016, World Bank-Country Policy and Institutional Assesment 2015, World Economic Forum Executive Opiniom Survey (EOS) 2016, World Justice Project Rule of Law Index 2016, dan Varieties of Democracy (VDEM) Project 2016.

[ bin / dtc ]
View

Related

NASIONAL 3661425840000439003

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item