Celoteh Zeng untuk Ahok: Diary Gubernur Gagal !
https://kabar22.blogspot.com/2017/02/celoteh-zeng-untuk-ahok-diary-gubernur.html
BLOKBERITA -- Menjadi "orang keturunan" dan Kristen di negeri besar dengan 17 ribu pulau nggak susah-susah amat. Buktinya Om Liem, Ciputra, James Riyadi atau Franky Wijaya bisa jadi konglomerat. Buktinya, Ahok bisa jadi Wagub dan Gubernur DKI. Sekali pun nggak punya pengalaman organisasi, IQ pas-pasan dan minim pengetahuan. Jadi gubernur berarti lolos dari 6 skandal korupsi. Sudah menista Surat Al Maidah, namun nggak juga ditahan. Nggak seperti kasus Permadi, Rusgianti, Arswendo dan 130-an kasus serupa selama 15 tahun terakhir.
Menjadi "orang keturunan", Kristen dan gubernur sekaligus itu asyik. Bisa caci-maki sekenanya. Ngomong "tokay" di tivi, tetap dibela buzzer bayaran. Sehabis menista agama, ulama besar-cum-Rois Aam NU pun bisa diserang. Dituding berbohong. Diancam akan diproses hukum.
Bila seorang gubernur dikecam, dicaci, dihujani batu, ditolak blusukan, disumpahi cepet mati, pasti ada sebabnya.
Indonesia negeri beradab dan budaya tua. Terkenal sebagai tempat hidup orang sopan dan santun. Sebab gubernur itu dibenci pasti bukan karena dia "orang keturunan" atau Kristen. Buktinya, Kristiadi Sanjaya alias Bong Hon San aman-aman aja jadi Wagub Kalbar.
Tidak pernah rakyat memberi amanah kepada seorang gubernur untuk menggusuri rakyat secara brutal. Lalu menuding mereka sebagai penyabot tanah negara dan pengintai turap. Hanya komunis extrim yang bisa ngomong begitu. Amanah seorang gubernur bukan untuk ngatain aktifis sebagai pelestari kemiskinan, menghina demonstran sebagai pencari nasi bungkus atau ngancem semprot mereka dengan benzin.
Nggak pernah ada gubernur macam begitu. Di seluruh dunia, baru ada satu gubernur kayak gitu. Sepanjang sejarah, baru ada di Jakarta, seorang gubernur-cum-penista agama yang pede minta dinominasikan sebagai kandidat peraih Hadiah Nobel Perdamaian. Perilakunya bikin ngilu. Hanya di Indonesia, manusia gubernur, "orang keturunan" sekaligus Kristen macam begini bisa survive.
Dia pasti mati bila tinggal di Afganistan. Dieksekusi tembak bila jadi Walikota Shanghai. Di Singapura, Amerika, Eropa atau di Madagaskar, si mulut beringas ini bakal jadi langganan masuk bui. Alih-alih bersyukur dan berkaca diri, keluarganya malah ngomong "ngga guna hidup lebih lama di negeri ini."
Publik sontak kompak menjawab, "Silahkan pergi keluar Indonesia. Segera. Secepatnya." [ Zeng Wei Jian / teropong ]
Menjadi "orang keturunan", Kristen dan gubernur sekaligus itu asyik. Bisa caci-maki sekenanya. Ngomong "tokay" di tivi, tetap dibela buzzer bayaran. Sehabis menista agama, ulama besar-cum-Rois Aam NU pun bisa diserang. Dituding berbohong. Diancam akan diproses hukum.
Bila seorang gubernur dikecam, dicaci, dihujani batu, ditolak blusukan, disumpahi cepet mati, pasti ada sebabnya.
Indonesia negeri beradab dan budaya tua. Terkenal sebagai tempat hidup orang sopan dan santun. Sebab gubernur itu dibenci pasti bukan karena dia "orang keturunan" atau Kristen. Buktinya, Kristiadi Sanjaya alias Bong Hon San aman-aman aja jadi Wagub Kalbar.
Tidak pernah rakyat memberi amanah kepada seorang gubernur untuk menggusuri rakyat secara brutal. Lalu menuding mereka sebagai penyabot tanah negara dan pengintai turap. Hanya komunis extrim yang bisa ngomong begitu. Amanah seorang gubernur bukan untuk ngatain aktifis sebagai pelestari kemiskinan, menghina demonstran sebagai pencari nasi bungkus atau ngancem semprot mereka dengan benzin.
Nggak pernah ada gubernur macam begitu. Di seluruh dunia, baru ada satu gubernur kayak gitu. Sepanjang sejarah, baru ada di Jakarta, seorang gubernur-cum-penista agama yang pede minta dinominasikan sebagai kandidat peraih Hadiah Nobel Perdamaian. Perilakunya bikin ngilu. Hanya di Indonesia, manusia gubernur, "orang keturunan" sekaligus Kristen macam begini bisa survive.
Dia pasti mati bila tinggal di Afganistan. Dieksekusi tembak bila jadi Walikota Shanghai. Di Singapura, Amerika, Eropa atau di Madagaskar, si mulut beringas ini bakal jadi langganan masuk bui. Alih-alih bersyukur dan berkaca diri, keluarganya malah ngomong "ngga guna hidup lebih lama di negeri ini."
Publik sontak kompak menjawab, "Silahkan pergi keluar Indonesia. Segera. Secepatnya." [ Zeng Wei Jian / teropong ]