Inilah Alur Uang Suap Basuki ke Patrialis Akbar

BLOKBERITA, JAKARTA --  Pengusaha impor daging, Basuki Hariman, mengatakan dirinya tidak pernah memberi uang secara langsung kepada Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar. Alur uang Rp 2,15 miliar diberikan melalui seorang perantara bernama Kamaludin.


Penjelasan Basuki Hariman ini disampaikan kepada wartawan usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekitar pukul 02.30 Jumat 27 Januari 2017. Pemilik 20 perusahaan itu ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara suap uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Kepada wartawan, Basuki Hariman membantah pernah memberikan uang kepada Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar untuk mempengaruhi putusan uji materi. Basuki Hariman mengaku tidak pernah terlibat dalam pengajuan uji materi undang-undang tersebut.

"Yang berperkara orang lain, tapi saya ingin agar perkara itu menang mengenai daging," kata Basuki Hariman setelah diperiksa penyidik KPK, Jumat 27 Januari 2017.

Menurut Basuki Hariman, daging impor yang masuk ke Indonesia terlalu banyak. Ia mengatakan ingin membantu memberi penjelasan kepada seorang hakim anggota uji materi, Patrialis Akbar, bahwa daging impor India dapat merusak peternak lokal.

"Jadi saya jelaskan kepada Patrialis karena dia enggak begitu ngerti. Begitu mengerti dia pelajari, tapi saya tidak pernah berikan uang apa-apa," kata Basuki Hariman menjelaskan.

Dalam perkara ini, KPK menduga Basuki memberikan uang sebesar Sin$ 200 ribu atau setara Rp 2,15 miliar kepada Patrialis. Uang ini diberikan melalui Kamaludin, sebagai perantara, sebanyak dua kali. "Karena dia (Kamaludin)  mengenalkan saya dengan Pak Patrialis, ya sudah saya sanggupi untuk membayar kepada Kamaludin," kata Basuki. 

Penyerahan uang pertama sebanyak US$ 10 ribu, dan US$ 20 ribu. "Dia minta kepada saya 20 ribu dollar itu buat umrah," ujar Basuki. Sementara duit Sin$ 200 ribu masih utuh di kantongnya. "Hari ini mau diambil penyidik."

Basuki menjelaskan, Kamaludin menjanjikan bahwa uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 itu bisa dimenangkan. "Ini perkara bisa menang, padahal saya tahu kalau Pak Patrialis yang berjuang apa adanya. Saya percaya Pak Patrialis ini enggak seperti yang diduga hari ini terima uang dari saya," ucap Basuki.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Patrialis Akbar,  Basuki Hariman dan sekretarisnya Ng Fenny, serta Kamaludin. Penangkapan Patrialis yang sebelumnya merupakan politikus Partai Amanat Nasional dan mantan anggota DPR mendapat reaksi dari koleganya di Senayan. 

Reaksi DPR

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengaku kaget dan menyesalkan masih ada hakim Mahkamah Konstitusi yang tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Operasi Tangkap Tangan. Menurut dia,  hal itu bisa meruntuhkan kredibilitas MK.

"Kami di komisi III DPR RI tentu saja kaget luar biasa dan prihatin jika OTT itu terkait dengan keputusan MK," kata Bambang di Jakarta, Kamis, 26 Januari 2017.

Bambang berharap dugaan suap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) itu tidak terkait dengan jual beli keputusan karena hal itu dapat meruntuhkan kredibilitas MK yang baru saja diperbaiki sebagai lembaga tinggi negara. Bambang meyakini bahwa tidak ada seorang pun yang rela MK hancur dan kehilangan kepercayaan masyarakat.

"Kami minta ketua MK segera melakukan konsolidasi dan pembersihan ke dalam secara tegas dan terukur. Serta secepatnya memberikan penjelasan ke masyarakat luas," tutur dia.

Politikus Partai Golkar itu mengatakan, seingat dirinya putusan MK adalah objek praperadilan diperluas dan sebelumnya ada juga keputusan MK yang intinya telah mengubah konsep kerugian negara dalam Tindak Pidana Korupsi (tipikor), dari delik formil menjadi delik materiil. Keputusan itu, menurut dia, diartikan bahwa perkara korupsi tidak bisa lagi bersifat potensi atau 'potential loss' tapi harus dibuktikan dulu terjadinya kerugian negara atau 'actual loss'.

"Kerugian negara itu harus dari Badan Pemeriksa Keuangan tidak lagi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau penegak hukum lain," kata Bambang.

Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, pada Rabu malam, 25 Januari 2017. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan Patrialis ditangkap di sebuah tempat di Ibu Kota. "Benar, ada operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di Jakarta," kata Agus melalui pesan pendek, Kamis, 26 Januari 2017.

Menurut Agus, selain Patrialis, ada sejumlah pihak yang ditangkap. Penangkapan Patrialis terkait dengan kasus di lembaga penegak hukum.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Basaria Panjaitan mengatakan hakim konstitusi Patrialis Akbar ditangkap tim satuan tugas antikorupsi saat transaksi suap. Menurut Basaria, pemberian hadiah atau suap itu terkait dengan uji materi Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Terkait dengan uji materi Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014," kata Basaria melalui pesan pendek, Kamis, 26 Januari 2017. Namun Basaria tak bersedia menjelaskan detail modus kejahatan yang dituduhkan kepada bekas politikus Partai Amanat Nasional tersebut. (bin/antara/tempo)
View

Related

NASIONAL 6459424186524531094

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item