BLOKBERITA -- Ada alasan kuat, mengapa
Pemerintah Republik Indonesia, hingga saat ini, masih menempatkan duta
besarnya di Suriah. Padahal, separuh dari 63 kedutaan besar di negara
yang dirundung konflik itu, sudah tidak beroperasi.
Menurut Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh (Dubes LBBP) Republik Indonesia untuk Suriah, Djoko
Harjanto, Suriah, memiliki jasa tak sedikit untuk Indonesia. Ketika
Suriah bergabung dengan Mesir dalam Republik Persatuan Arab (RPA),
Suriah adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, saat muncul persoalan
Timor-Timor, dukungan Suriah ke RI sangat kuat. “Disuruh apa saja untuk
mendukung kita, mereka mau,” katanya kepada wartawan Republika, Nashih Nashrullah.
Dalam perbincangan singkat saat
kunjungannya ke Tanah Air, menghadiri seminar internasional ihwal
konflik Suriah dan gejolak Timur Tengah yang dihelat Ikatan Alumni Syam
Indonesia (Alsyami) beberapa waktu lalu, pria asal Jawa Tengah ini pun
mengingkatkan umat Islam Indonesia, agar tak terseret pusaran konflik
dan mengimpornya ke Indonesia. Berikut petikan perbincangannya:
Bagaimana Anda melihat Pemerintah Suriah saat ini?
Orang sudah terlanjur menganggap
pemerintah Suriah itu Syiah. Itu yang harus saya luruskan. Basyar itu
Alawite, yang terdiri antara lain dari Druze. Ia Sunni. Saya lihat
langsung. Mufti Syekh Adnan al-Fayouni, yang diundang berapa kali ke
Indonesia oleh ICIS, dan belum lama ini ke Indonesia, mengimami shalat
pada acara Maulid Nabi. Di belakangnya Assad dan shalatnya sendakep, berarti bukan Syiah. Itu kita luruskan dulu.
Kedua, informasi yang menyatakan pemerintah Assad membunuhi rakyatnya. Itu tidak benar. Bagaimana mungkin, wong pemerintah solid didukung rakyatnya. Jadi jika memang ada yang meninggal, itu karena perang dua kubu, namanya perang.
Kalau dulu perang itu antarprajurit, tak boleh menyerang rumah sakit dan lain-lain, rumah ibadah, sekolah. Nah sekarang
jihadis di Suriah yang fanatis dengan ISIS, Alqaeda, saling berperang.
Bukan hanya pemerintah. Itu yang harus diketahui. Saya langsung di sana,
melihat dengan mata saya, mengamati detik demi detik dan melaporkan ke
pemerintah RI.
Menurut Anda, mengapa muncul kesimpangsiuran informasi terkait Suriah?
Media
dikuasai Barat milik Yahudi, dikuasai oleh miliader Yahudi George
Soros, berarti agendanya harus sesuai kepentingan mereka. Aljazeera
milik Qatar, yang memusuhi Suriah, tak mungkin dia berpihak ke Assad.
Ini saya sampaikan apa adanya secara pribadi dan tidak memihak. Dan itu
memang tugas pemerintah, tidak boleh macam-macam, fokus perlindungan,
dan bantuan kemanusian.
Apakah bantuan kemanusiaan RI sudah mengalir untuk Suriah?
Alhamdulillah sudah
mengalir, setelah sekian lama, lewat Lembaga Koordinasi Bantuan
Kemanusiaan PBB (OCHA) yang tidak memihak. Tapi soal sampai tidaknya wallahua’lam, sudah 500 juta USD mengalir, belum ada satu bulan ini.
Kalau memang mau aman memang lewat
pemerintah. Anda sudah dengar, dari Palang Merah Internasional (ICRC)
enam orang hilang, sampai sekarang tidak ketemu. Conflict is conflict,
bantuan kemanusiaan perlu, tetapi persoalannya yang lama sejak 2012,
bantuan biasanya tidak sampai, di tengah perjalanan sudah diserobot oleh
pemberontak. Itu yang jadi persoalan. Jadi sensitif di luar negeri.
Begitu bantuan pertama masuk melalui
OCHA, saya sudah punya impian untuk mendorong bantuan kemanusiaan ke
Suriah. Kita sudah menghubungi Palang Merah mereka, tidak minta
macam-macam. Obat tidak terlalu diperlukan karena di sana murah, saya
cek up sebagai dubes hanya 100 dolar tidak habis, meliputi semua. Kalau
membantu yang diperlukan ambulans, kita sudah sampaikan. (bazz/rol)