Pro Brexit Menang Referendum, Masalah Baru Mengancam Inggris
https://kabar22.blogspot.com/2016/06/pro-brexit-menang-referendum-masalah.html
BLOKBERITA, LONDON -- Efek dahsyat kemenangan
pro-Brexit dalam referendum bersejarah di Inggris hari ini tidak hanya
mengancam ekonomi Inggris. Britania Raya juga terancam pecah setelah
mayoritas rakyat Inggris memilih keluar dari Uni Eropa.
Skotlandia yang menjadi bagian dari Britania Raya menyuarakan “kemerdekaan” baru setelah sekian lama jadi bagian dari Britania Raya bersama Inggris. Berbeda dengan Inggris, Skotlandia akan tetap bertahan di Uni Eropa.
Hal itu disampaikan Menteri Pertama Skotlandia, Nicola Sturgeon. Menurutnya, suara kemerdekaan Skotlandia sudah “di atas meja”.
” Skotlandia melihat masa depannya sebagai bagian dari Uni Eropa,” kata Sturgeon kepada Sky News setelah pemungutan suara referendum Brexit di Inggris, Jumat (24/6/2016).
Irlandia Utara, yang juga bagian dari Britania Raya, kini dihadapkan dengan prospek hambatan bea cukai untuk perdagangan dengan Uni Eropa. Namun, Irlandia Utara belum bersikap apakah akan pisah dari Britania Raya atau tidak setelah Inggris memilih hengkang dari Uni Eropa.
Wales yang juga bagian dari Britania Raya juga belum bersikap.
Menteri Luar Negeri Jerman, Frank-Walter Steinmeier, sebelumnya memperingatkan adanya disintegrasi di tubuh Uni Eropa. Peringatan itu terbukti dengan pilihan Inggris untuk keluar dari keanggotaan Uni Eropa.
Para analis juga telah memperingatkan hal serupa. ”Negara-negara kecil yang secara ekonomi makmur seperti Inggris adalah yang utama berisiko, Denmark dan juga Swedia juga berpotensi,” kata Carsten Nickels dari kelompok analis Teneo di Brussels.
Skotlandia yang menjadi bagian dari Britania Raya menyuarakan “kemerdekaan” baru setelah sekian lama jadi bagian dari Britania Raya bersama Inggris. Berbeda dengan Inggris, Skotlandia akan tetap bertahan di Uni Eropa.
Hal itu disampaikan Menteri Pertama Skotlandia, Nicola Sturgeon. Menurutnya, suara kemerdekaan Skotlandia sudah “di atas meja”.
” Skotlandia melihat masa depannya sebagai bagian dari Uni Eropa,” kata Sturgeon kepada Sky News setelah pemungutan suara referendum Brexit di Inggris, Jumat (24/6/2016).
Irlandia Utara, yang juga bagian dari Britania Raya, kini dihadapkan dengan prospek hambatan bea cukai untuk perdagangan dengan Uni Eropa. Namun, Irlandia Utara belum bersikap apakah akan pisah dari Britania Raya atau tidak setelah Inggris memilih hengkang dari Uni Eropa.
Wales yang juga bagian dari Britania Raya juga belum bersikap.
Menteri Luar Negeri Jerman, Frank-Walter Steinmeier, sebelumnya memperingatkan adanya disintegrasi di tubuh Uni Eropa. Peringatan itu terbukti dengan pilihan Inggris untuk keluar dari keanggotaan Uni Eropa.
Para analis juga telah memperingatkan hal serupa. ”Negara-negara kecil yang secara ekonomi makmur seperti Inggris adalah yang utama berisiko, Denmark dan juga Swedia juga berpotensi,” kata Carsten Nickels dari kelompok analis Teneo di Brussels.
Hubungan AS Inggris Retak
Sementara itu di California, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama
pernah mengancam tidak akan memprioritaskan Inggris dalam sektor
perdagangan jika Inggris memilih hengkang dari Uni Eropa alias Brexit.
Obama kini mengeluarkan pernyataan baru soal nasib hubungan AS dan Inggris setelah pro-Brexit menang dalam referendum.
Presiden Obama mengatakan bahwa AS mencoba mengurangi dampak penderitaan rakyat Inggris setelah memilih hengkang dari Uni Erropa. Menurutnya, “hubungan khusus” atau persekutuan AS dan Inggris akan tetap bertahan.
”Sementara hubungan Inggris dengan Uni Eropa akan berubah, satu hal yang tidak akan berubah adalah hubungan khusus antara kedua negara kita. Itu akan bertahan," katanya dalam sebuah acara di Stanford University, mengacu pada hubungan khusus AS dan Inggris.
“Uni Eropa akan tetap menjadi salah satu mitra yang sangat diperlukan kami,” lanjut Obama pada hari Jumat waktu AS, seperti dikutip Reuters, Sabtu (25/6/2016).
Obama mengaku sudah berbicara dengan Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Kanselir Jerman Angela Merkel setelah hasil menakjubkan dari referendum bersejarah Inggris.
Kemenangan pro-Brexit dalam referendum itu merupakan pukulan terbesar untuk proyek kesatuan Eropa sejak Perang Dunia II.
Obama kini mengeluarkan pernyataan baru soal nasib hubungan AS dan Inggris setelah pro-Brexit menang dalam referendum.
Presiden Obama mengatakan bahwa AS mencoba mengurangi dampak penderitaan rakyat Inggris setelah memilih hengkang dari Uni Erropa. Menurutnya, “hubungan khusus” atau persekutuan AS dan Inggris akan tetap bertahan.
”Sementara hubungan Inggris dengan Uni Eropa akan berubah, satu hal yang tidak akan berubah adalah hubungan khusus antara kedua negara kita. Itu akan bertahan," katanya dalam sebuah acara di Stanford University, mengacu pada hubungan khusus AS dan Inggris.
“Uni Eropa akan tetap menjadi salah satu mitra yang sangat diperlukan kami,” lanjut Obama pada hari Jumat waktu AS, seperti dikutip Reuters, Sabtu (25/6/2016).
Obama mengaku sudah berbicara dengan Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Kanselir Jerman Angela Merkel setelah hasil menakjubkan dari referendum bersejarah Inggris.
Kemenangan pro-Brexit dalam referendum itu merupakan pukulan terbesar untuk proyek kesatuan Eropa sejak Perang Dunia II.
PM Cameron Mundur
Perdana Menteri Inggris David Cameron mundur dari jabatannya setelah
Inggris memutuskan untuk meninggalkan Uni Eropa. Cameron mengatakan
bahwa hasil referendum ini merupakan kehendak rakyat yang harus
dilaksanakan.
"Saya bukanlah orang yang tepat untuk menjadi kapten yang mampu mengarahkan negara kita ke tujuan berikutnya," ucap Cameron pada Jumat, 24 Juni 2016, di luar Downing Street Nomor 10.
Cameron juga mengatakan akan berusaha untuk menenangkan kondisi Inggris saat ini hingga beberapa bulan mendatang. Hasil referendum menyebabkan nilai pound sterling menurun dan memicu berbagai pihak meminta Cameron mengundurkan diri.
Cameron akan meletakkan jabatannya pada Oktober 2016. Boris Johnson diprediksi menjadi kandidat yang akan menggantikan David Cameron sebagai Perdana Menteri Britania Raya. Johnson, politikus Partai Konservatif, menjadi tokoh terdepan yang mendorong Inggris keluar dari Uni Eropa.
"Saya bukanlah orang yang tepat untuk menjadi kapten yang mampu mengarahkan negara kita ke tujuan berikutnya," ucap Cameron pada Jumat, 24 Juni 2016, di luar Downing Street Nomor 10.
Cameron juga mengatakan akan berusaha untuk menenangkan kondisi Inggris saat ini hingga beberapa bulan mendatang. Hasil referendum menyebabkan nilai pound sterling menurun dan memicu berbagai pihak meminta Cameron mengundurkan diri.
Cameron akan meletakkan jabatannya pada Oktober 2016. Boris Johnson diprediksi menjadi kandidat yang akan menggantikan David Cameron sebagai Perdana Menteri Britania Raya. Johnson, politikus Partai Konservatif, menjadi tokoh terdepan yang mendorong Inggris keluar dari Uni Eropa.
[ mrhill / sindo / tempo ]