Harry Azhar Klarifikasi ke Presiden Terkait "Panama Papers"

https://kabar22.blogspot.com/2016/04/harry-azhar-klarifikasi-ke-presiden.html
JAKARTA, BLOKBERITA — Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis mengklarifikasi tentang namanya yang tercantum dalam dokumen "Panama Papers"' kepada Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Kamis (14/4/2016).
" Ya, tadi beliau menyampaikan dan Presiden mendengarkan itu, mengklarifikasi," ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis siang.
Pramono tidak mau berkomentar lebih jauh soal asal aset yang dimiliki Harry di luar negeri itu. Pramono hanya mengatakan bahwa hanya Harry Azhar yang mengetahuinya.
"Mengenai bagaimana dan apa, tentu Ketua BPK sendiri yang tahu. Tetapi, yang jelas, beliau sudah menyampaikannya, mengklarifikasi kepada Presiden," ujar Pramono.
Menerima klarifikasi itu, lanjut dia, Jokowi hanya mendengarkan. Presiden juga tidak menyimpulkan apakah yang dijelaskan Harry adalah benar atau tidak.
Nama Harry yang berada di dalam Dokumen Panama Papers pertama kali diungkap Koran Tempo, Rabu (13/4/2016). Dalam koran itu, disebutkan bahwa Harry merupakan pemilik salah satu perusahaan offshore, Sheng Yue International Limited.
Sheng Yue International Limited diduga adalah perusahaan yang didirikan di negara suaka pajak dengan tujuan menghindari pembayaran pajak dari wajib pajak kepada negara asalnya.
BPK Protes
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan dugaan terlibatnya pimpinan mereka, Harry Azhar Azis, dalam upaya menghindari pajak seperti yang tercantum dalam "Panama Papers" tidak terkait dengan lembaga. Karena itu, pihak BPK menyatakan tidak akan ikut campur dengan masalah tersebut.
"Lagi pula perlu ditanya juga benar enggak kasusnya, seperti apa kasusnya? Apa setiap orang yang ada di Panama Papers bersalah?" kata Kepala Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, dan Pengembangan Keuangan Negara BPK RI Bachtiar Arif di kantornya, Rabu (13/4/2016).
Bachtiar menyatakan, kalaupun nantinya data Panama Papars yang mencantumkan nama Harry terbukti benar, BPK tidak akan terlibat dalam proses audit harta kekayaan Harry karena ia menilai hal itu bukan kewenangan BPK.
"Pemeriksaan BPK itu pemeriksaan untuk tanggung jawab pengelolaan keuangan negara. Apa (Panama Papers) itu keuangan negara? Bukan," ujar dia. (Baca: Menkeu: 79 Persen Nama-nama di Panama Papers Cocok dengan Data DJP)
Dalam pemberitaan Koran Tempo pada hari ini disebutkan bahwa Harry merupakan pemilik salah satu perusahaan offshore, Sheng Yue International Limited. Sheng Yue International Limited diduga adalah perusahaan yang didirikan di negara bebas pajak dengan tujuan menghindari pembayaran pajak dari wajib pajak kepada negara asalnya.
79% Ccocok dengan DJP
Kementerian Keuangan telah memastikan akan mempelajari daftar nama-nama orang Indonesia yang ada di Panama Papers untuk penegakan hukum.
Sebagaimana diketahui, tahun ini merupakan tahun penegakkan hukum bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
Yang menarik, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menyebutkan, dari nama-nama yang ada di Panama Papers, sebanyak 79 persen diantaranya cocok atau sama dengan data DJP yang berisikan nama-nama orang Indonesia yang diduga memiliki rekening di dua negara luar negeri.
"Kami sudah melakukan pencocokan data Panama Papers, dan nama WNI yang kami yakini punya rekening di luar negeri. Kami menemukan kesamaannya 79 persen. Jadi di Panama Papers diyakini ada WNI yang punya rekening di luar negeri," kata Bambang dalam rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Senin (11/4/2016).
Bambang menuturkan, DJP akan mengejar nama-nama yang ada di daftar tersebut. Meski diakui Bambang, bisa jadi beberapa nama yang memiliki akun di luar negeri sudah membayar kewajiban pajaknya.
"Tetapi yang kita kejar bukan hanya pajaknya, tapi adalah kenapa aset tersebut tidak dilaporkan," kata Bambang.
Oleh karena minimnya data-data untuk mengakses pajak, Kemenkeu berharap agar DPR mau mengecualikan kerahasiaan bank untuk kepentingan perpajakan. Bukan hanya pengecualian, akan tetapi kemudahan dalam mengakses.
Alasan lain, kata Bambang, belum semua negara mau bertukar informasi perbankan dengan Indonesia, dengan alasan resiprokal, seperti Singapura. Sementara automatic exchange of information (AEoI) baru mulai seluruhnya 2018.
"Karena kalau kita hanya kejar WNI yang dari data dua negara, ada kemungkinan besar yang tidak di dua negara ini tidak menjadi sasaran kita," pungkas Bambang. (mrbin/kmps)
" Ya, tadi beliau menyampaikan dan Presiden mendengarkan itu, mengklarifikasi," ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis siang.
Pramono tidak mau berkomentar lebih jauh soal asal aset yang dimiliki Harry di luar negeri itu. Pramono hanya mengatakan bahwa hanya Harry Azhar yang mengetahuinya.
"Mengenai bagaimana dan apa, tentu Ketua BPK sendiri yang tahu. Tetapi, yang jelas, beliau sudah menyampaikannya, mengklarifikasi kepada Presiden," ujar Pramono.
Menerima klarifikasi itu, lanjut dia, Jokowi hanya mendengarkan. Presiden juga tidak menyimpulkan apakah yang dijelaskan Harry adalah benar atau tidak.
Nama Harry yang berada di dalam Dokumen Panama Papers pertama kali diungkap Koran Tempo, Rabu (13/4/2016). Dalam koran itu, disebutkan bahwa Harry merupakan pemilik salah satu perusahaan offshore, Sheng Yue International Limited.
Sheng Yue International Limited diduga adalah perusahaan yang didirikan di negara suaka pajak dengan tujuan menghindari pembayaran pajak dari wajib pajak kepada negara asalnya.
BPK Protes
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan dugaan terlibatnya pimpinan mereka, Harry Azhar Azis, dalam upaya menghindari pajak seperti yang tercantum dalam "Panama Papers" tidak terkait dengan lembaga. Karena itu, pihak BPK menyatakan tidak akan ikut campur dengan masalah tersebut.
"Lagi pula perlu ditanya juga benar enggak kasusnya, seperti apa kasusnya? Apa setiap orang yang ada di Panama Papers bersalah?" kata Kepala Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, dan Pengembangan Keuangan Negara BPK RI Bachtiar Arif di kantornya, Rabu (13/4/2016).
Bachtiar menyatakan, kalaupun nantinya data Panama Papars yang mencantumkan nama Harry terbukti benar, BPK tidak akan terlibat dalam proses audit harta kekayaan Harry karena ia menilai hal itu bukan kewenangan BPK.
"Pemeriksaan BPK itu pemeriksaan untuk tanggung jawab pengelolaan keuangan negara. Apa (Panama Papers) itu keuangan negara? Bukan," ujar dia. (Baca: Menkeu: 79 Persen Nama-nama di Panama Papers Cocok dengan Data DJP)
Dalam pemberitaan Koran Tempo pada hari ini disebutkan bahwa Harry merupakan pemilik salah satu perusahaan offshore, Sheng Yue International Limited. Sheng Yue International Limited diduga adalah perusahaan yang didirikan di negara bebas pajak dengan tujuan menghindari pembayaran pajak dari wajib pajak kepada negara asalnya.
79% Ccocok dengan DJP
Kementerian Keuangan telah memastikan akan mempelajari daftar nama-nama orang Indonesia yang ada di Panama Papers untuk penegakan hukum.
Sebagaimana diketahui, tahun ini merupakan tahun penegakkan hukum bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
Yang menarik, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menyebutkan, dari nama-nama yang ada di Panama Papers, sebanyak 79 persen diantaranya cocok atau sama dengan data DJP yang berisikan nama-nama orang Indonesia yang diduga memiliki rekening di dua negara luar negeri.
"Kami sudah melakukan pencocokan data Panama Papers, dan nama WNI yang kami yakini punya rekening di luar negeri. Kami menemukan kesamaannya 79 persen. Jadi di Panama Papers diyakini ada WNI yang punya rekening di luar negeri," kata Bambang dalam rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Senin (11/4/2016).
Bambang menuturkan, DJP akan mengejar nama-nama yang ada di daftar tersebut. Meski diakui Bambang, bisa jadi beberapa nama yang memiliki akun di luar negeri sudah membayar kewajiban pajaknya.
"Tetapi yang kita kejar bukan hanya pajaknya, tapi adalah kenapa aset tersebut tidak dilaporkan," kata Bambang.
Oleh karena minimnya data-data untuk mengakses pajak, Kemenkeu berharap agar DPR mau mengecualikan kerahasiaan bank untuk kepentingan perpajakan. Bukan hanya pengecualian, akan tetapi kemudahan dalam mengakses.
Alasan lain, kata Bambang, belum semua negara mau bertukar informasi perbankan dengan Indonesia, dengan alasan resiprokal, seperti Singapura. Sementara automatic exchange of information (AEoI) baru mulai seluruhnya 2018.
"Karena kalau kita hanya kejar WNI yang dari data dua negara, ada kemungkinan besar yang tidak di dua negara ini tidak menjadi sasaran kita," pungkas Bambang. (mrbin/kmps)