Ketua MPR : Haluan Negara Perlu untuk Benahi Etika Berbangsa dan Bernegara
https://kabar22.blogspot.com/2016/02/ketua-mpr-haluan-negara-perlu-untuk.html
BLOKBERITA -- Setelah 18 tahun reformasi dengan dilakukannya perubahan UUD 1945, dengan atau tanpa disadari Indonesia telah memiliki sistem berbangsa dan bernegara yang baru sama sekali.
" Dulu kita berpedoman kepada sila keempat yang mengutamakan permusyawaratan dan perwakilan. MPR masih sebagai Lembaga Tertinggi Negara. Tapi sekarang, semua lembaga itu sama, tidak ada yang lebih tinggi," ujar Zulkifli saat menjadi salah satu pembicara dalam Seminar Penguatan Etika Berbangsa dan Bernegara di Fakultas Hukum UI, Kamis, 25 Februari 2016.
Kata Zulkifli, sekarang ini semua merasa paling penting. Bupati mengatakan yang paling berkuasa yang merasa langsung berhubungan dengan rakyat. Gubernur juga mengatakan paling penting karena merasa telah dipilih masyarakat se-provinsinya. Presiden begitu juga, merasa paling penting karena dipilih semua masyarakat. Begitu juga halnya dengan DPR, DPD, MPR, MK, KY, MA, semua merasa paling penting. "Jadi etika berbangsa dan bernegara setelah amandemen itu situasinya seperti ini. Belum soal etika, masing-masing lembaga punya definisi sendiri-sendiri," tuturnya.
Itulah sebabnya, menurut Zulkifli, perlu adanya pembenahan terhadap situasi itu. Ia setuju dengan apa yang dikatakan Jimly Asshiddiqie dalam sebuah diskusi yang menyampaikan perlunya dibentuk sebuah lembaga etik yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu untuk mengatasi situasi saat ini.
Dalam rencana amandemen UUD ini, memang menurut Zulkifli, ada beberapa pandangan dari berbagai kelompok masyarakat. Menurut dia, ada yang menginginkan perlu segera dilakukan amandemen, tapi ada juga yang mengatakan tidak perlu.
Tapi, kata Zulkifli, harus ada perbaikan dalam hal etika berbangsa dan bernegara di negeri ini. Menurut dia, banyak ketimpangan yang terjadi saat ini, dimana telah pudarnya roh kebangsaan, termasuk rasa persaudaraan dan kepekaan sosial. "Orang semua bertarung bebas. Kedaulatan sekarang ini bukan lagi di tangan rakyat tapi di tangan para sponsor," ucapnya. (bin/tempo)
" Dulu kita berpedoman kepada sila keempat yang mengutamakan permusyawaratan dan perwakilan. MPR masih sebagai Lembaga Tertinggi Negara. Tapi sekarang, semua lembaga itu sama, tidak ada yang lebih tinggi," ujar Zulkifli saat menjadi salah satu pembicara dalam Seminar Penguatan Etika Berbangsa dan Bernegara di Fakultas Hukum UI, Kamis, 25 Februari 2016.
Kata Zulkifli, sekarang ini semua merasa paling penting. Bupati mengatakan yang paling berkuasa yang merasa langsung berhubungan dengan rakyat. Gubernur juga mengatakan paling penting karena merasa telah dipilih masyarakat se-provinsinya. Presiden begitu juga, merasa paling penting karena dipilih semua masyarakat. Begitu juga halnya dengan DPR, DPD, MPR, MK, KY, MA, semua merasa paling penting. "Jadi etika berbangsa dan bernegara setelah amandemen itu situasinya seperti ini. Belum soal etika, masing-masing lembaga punya definisi sendiri-sendiri," tuturnya.
Itulah sebabnya, menurut Zulkifli, perlu adanya pembenahan terhadap situasi itu. Ia setuju dengan apa yang dikatakan Jimly Asshiddiqie dalam sebuah diskusi yang menyampaikan perlunya dibentuk sebuah lembaga etik yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu untuk mengatasi situasi saat ini.
Dalam rencana amandemen UUD ini, memang menurut Zulkifli, ada beberapa pandangan dari berbagai kelompok masyarakat. Menurut dia, ada yang menginginkan perlu segera dilakukan amandemen, tapi ada juga yang mengatakan tidak perlu.
Tapi, kata Zulkifli, harus ada perbaikan dalam hal etika berbangsa dan bernegara di negeri ini. Menurut dia, banyak ketimpangan yang terjadi saat ini, dimana telah pudarnya roh kebangsaan, termasuk rasa persaudaraan dan kepekaan sosial. "Orang semua bertarung bebas. Kedaulatan sekarang ini bukan lagi di tangan rakyat tapi di tangan para sponsor," ucapnya. (bin/tempo)