Tiban, Ritual Adat Warga di Banyuwangi untuk Minta Hujan


BANGOREJO, BLOKBERITA --  Kemarau berkepanjangan membuat warga Desa Kebondalem, Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi, menggelar tradisi ritual Tiban. Ritual untuk minta hujan ini, diikuti pria tua dan muda yang bertarung satu lawan satu membawa cambuk. Cambuk ini terbuat dari lilitan lidi daun aren yang dianyam dengan simpul keras berjajar hingga ujung.

"Ini adalah tradisi nenek moyang kami saat meminta hujan. Kita laksanakan selama sebulan penuh hingga turun hujan," ujar Atmojo, salah satu sesepuh desa setempat kepada detikcom, Senin (26/10/2015).

Dengan iringan musik tradisional, satu per satu warga memasuki arena pertandingan. Seorang warga yang masuk arena dengan mengacung-acungkan cambuk berarti memberi tantangan pada siapapun di sekitar lokasi pertandingan. Tak berselang lama, warga lain menyusul ke dalam arena dan siap melawan si penantang.

Keduanya langsung melepas pakaian dan mengambil cambuk masing-masing. Seperti ajang adu kejantanan lainya. Dalam tradisi tiban terdapat dua wasit yang akan mengawal pertandingan saling cambuk dua peserta. Namun dalam tradisi ini warga bebas mencambuk sesuka hati, kecuali bagian kepala dan sekitar kemaluan lawan.

"Cambuk kepala dilarang, itu pelanggaran dan warga yang sedang mabuk tidak diperbolehkan ikut menjadi peserta," terang Atmojo.

Dua peserta Tiban, masing-masing mendapat jatah tiga kali kesempatan mencambuk lawan secara berturut-turut bergiliran. Bagi peserta sasaran cambukan, bebas melakukan pertahanan. Tak jarang peserta yang belum lihai, babak belur, kulit terkelupas, hingga berdarah akibat terkena cambukan.

Meski terkesan tradisi yang ekstrim, ternyata ajang ini cukup digandrungi warga di Banyuwangi. Tak hanya para kawula muda saja, namun juga dari kalangan manula dan anak-anak. Bahkan, tak jarang warga dari luar daerah sengaja datang hanya untuk bisa ikut ambil bagian.

Sahid salah satunya. Pemuda asal Desa Jajag, Kecamatan Gambiran, atau terpaut jarak belasan kilometer dari lokasi tradisi ini sengaja datang hanya karena ingin tampil menjadi peserta.

"Senang saja bisa ikut tiban gini," ungkapnya sambil kembali mengenakan kaos lengan pendeknya.

Tradisi tiban ini terkesan unik, meskipun peserta saling serang, namun mereka justru berjoget. Rasa sakit terkena cambukan seperti tak hiraukan. Dan yang paling di acungkan jempol, tiap akhir pertandingan, selain bersalaman, peserta juga berpelukan.

"Tak ada dendam mas, ini kan memang tradisi, kita hanya melestarikan. Kalau dengar musik ini saya kepingin ikut tiban. Seperti kecanduan, badan sakit semua," kata Kunting, peserta lainnya.

Tradisi Tiban ini diikuti para petani. Dan akan terus digelar hingga hujan benar-benar turun. Jangan heran jika tradisi Tiban berlangsung hingga satu bulan lebih. Tiap pelaksanaan tradisi Tiban selalu di banjiri peserta. Tak hanya warga dari Desa Kebondalem, Kecamatan Bangorejo saja, tapi hampir dari seluruh penjuru Banyuwangi hadir sebagai peserta. (bazz/dtc)
View

Related

SASTRA DAN BUDAYA 2634906578288104978

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item