Batu Kristal Ungu Seberat 3 Kwintal di Prambanan Diduga Berjenis Geode
https://kabar22.blogspot.com/2015/06/batu-kristal-ungu-seberat-3-kuintal-di.html
YOGYAKARTA, BLOKBERITA -- Batu
kristal berwarna ungu seberat tiga kwintal yang ditemukan Sayono, warga
Kampung Jatisari, Pedukuhan Nawung, Kelurahan Gayamharjo, Kecamatan
Prambanan, Sleman, DI Yogyakarta, Sabtu (30/5/2015) lalu, diduga batu
jenis geode.
" Jika dilihat dari proses pembentukannya, kemungkinan jenisnya batu yang ditemukan itu geode," ujar Bambang Prastistho, dosen Geologi UPN Veteran Yogyakarta, Kamis (4/6/2015).
Bambang menuturkan, proses pembentukannya hampir sama seperti terbentuknya stalaktit dan stalagmit di dalam goa. Jadi, berawal dari batu yang di dalamnya terdapat rongga. Lewat celah-celah kecil di dinding batu, air tanah yang mengandung silika masuk ke dalam rongga batu.
Setelah memenuhi rongga batu, air tanah yang mengandung silika itu menguap karena terkena panas dan menyisakan kristal-kristal yang tumbuh di dinding rongga batu. Hanya saja, di dalam goa membentuk runcing dan besar karena ada ruang yang cukup, sementara di dalam rongga batu ruangnya terbatas sehingga bentuknya seperti yang ditemukan oleh Sayono.
" Proses tumbuhnya menjadi kristal-kristal itu sangat lama, selama puluhan tahun, bahkan ribuan tahun," ucap dia.
Menurut dia, batuan seperti yang ditemukan oleh Sayono tergolong biasa. Batu jenis itu juga beberapa kali ditemukan warga di daerah Kabupaten Kulonprogo. " Ya, memang tidak mudah menemukannya. Kalau tidak dibuka, tidak akan kelihatan," tutur dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, warga Kampung Jatisari, Pedukuhan Nawung, Kelurahan Gayamharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman, DIY, digemparkan dengan ditemukannya batu kristal berwarna ungu seberat sekitar tiga kuintal tersebut.
Diamankan
Temuan bongkahan batu seberat tiga kuintal berbentuk kristal berwarna ungu di pinggir hutan Lemangbang, Gambirsawit, Prambanan Sleman menjadi perhatian masyarakat luas.
Demi mengantisipasi imbas negatif berupa pencarian besar-besaran hingga mengakibatkan rusaknya alam, pihak aparat desa melakukan pengawasan di lokasi penemuan.
" Perlu ada antisipasi, sebab informasi soal penemuan itu sudah tersebar luas," ujar Camat Prambanan Abu Bakar, Kamis (4/6/2015).
Abu Bakar mengaku telah melakukan koordinasi dengan Kepala Dusun, Kepala Desa dan bahkan warga masyarakat. Dalam koordinasi itu dibahas soal antisipasi pasca penemuan. Sebab bisa jadi, masyarakat akan berbondong-bondong melakukan pencarian batu sejenis di lokasi penemuan.
" Saya sudah berkoordinasi dengan kepala dusun, kepala desa maupun warga setempat. Akan diawasi, Jika nanti ada aktivitas pencarian dapat segera dilaporkan dan akan ditindaklanjuti," tegas dia.
Jika tidak diantisipasi, lanjutnya, pencarian besar-besaran itu akan berimbas pada rusaknya lahan dan lingkungan alam. Selain itu, Abu Bakar juga sudah berkomunikasi dengan Juwanto dan Sayono sebagai penemu, sekaligus pemilik lahan tempat batu itu berada.
Komunikasi ini dilakukan agar tidak terjadi konflik kedua pihak pasca berita penemuan batu itu tersebar luas. "Pemilik lahan tidak mempermasalahkannya batu itu dimiliki penemunya. Mereka sudah sama-sama tahu dan tidak ada masalah," tandasnya.
[ bmw / kmps ]
" Jika dilihat dari proses pembentukannya, kemungkinan jenisnya batu yang ditemukan itu geode," ujar Bambang Prastistho, dosen Geologi UPN Veteran Yogyakarta, Kamis (4/6/2015).
Bambang menuturkan, proses pembentukannya hampir sama seperti terbentuknya stalaktit dan stalagmit di dalam goa. Jadi, berawal dari batu yang di dalamnya terdapat rongga. Lewat celah-celah kecil di dinding batu, air tanah yang mengandung silika masuk ke dalam rongga batu.
Setelah memenuhi rongga batu, air tanah yang mengandung silika itu menguap karena terkena panas dan menyisakan kristal-kristal yang tumbuh di dinding rongga batu. Hanya saja, di dalam goa membentuk runcing dan besar karena ada ruang yang cukup, sementara di dalam rongga batu ruangnya terbatas sehingga bentuknya seperti yang ditemukan oleh Sayono.
" Proses tumbuhnya menjadi kristal-kristal itu sangat lama, selama puluhan tahun, bahkan ribuan tahun," ucap dia.
Menurut dia, batuan seperti yang ditemukan oleh Sayono tergolong biasa. Batu jenis itu juga beberapa kali ditemukan warga di daerah Kabupaten Kulonprogo. " Ya, memang tidak mudah menemukannya. Kalau tidak dibuka, tidak akan kelihatan," tutur dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, warga Kampung Jatisari, Pedukuhan Nawung, Kelurahan Gayamharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman, DIY, digemparkan dengan ditemukannya batu kristal berwarna ungu seberat sekitar tiga kuintal tersebut.
Diamankan
Temuan bongkahan batu seberat tiga kuintal berbentuk kristal berwarna ungu di pinggir hutan Lemangbang, Gambirsawit, Prambanan Sleman menjadi perhatian masyarakat luas.
Demi mengantisipasi imbas negatif berupa pencarian besar-besaran hingga mengakibatkan rusaknya alam, pihak aparat desa melakukan pengawasan di lokasi penemuan.
" Perlu ada antisipasi, sebab informasi soal penemuan itu sudah tersebar luas," ujar Camat Prambanan Abu Bakar, Kamis (4/6/2015).
Abu Bakar mengaku telah melakukan koordinasi dengan Kepala Dusun, Kepala Desa dan bahkan warga masyarakat. Dalam koordinasi itu dibahas soal antisipasi pasca penemuan. Sebab bisa jadi, masyarakat akan berbondong-bondong melakukan pencarian batu sejenis di lokasi penemuan.
" Saya sudah berkoordinasi dengan kepala dusun, kepala desa maupun warga setempat. Akan diawasi, Jika nanti ada aktivitas pencarian dapat segera dilaporkan dan akan ditindaklanjuti," tegas dia.
Jika tidak diantisipasi, lanjutnya, pencarian besar-besaran itu akan berimbas pada rusaknya lahan dan lingkungan alam. Selain itu, Abu Bakar juga sudah berkomunikasi dengan Juwanto dan Sayono sebagai penemu, sekaligus pemilik lahan tempat batu itu berada.
Komunikasi ini dilakukan agar tidak terjadi konflik kedua pihak pasca berita penemuan batu itu tersebar luas. "Pemilik lahan tidak mempermasalahkannya batu itu dimiliki penemunya. Mereka sudah sama-sama tahu dan tidak ada masalah," tandasnya.
[ bmw / kmps ]