Bakire Telecom Nunggak Utang US$ 32,6 Juta
https://kabar22.blogspot.com/2015/04/bakire-telecom-nunggak-utang-us-326-juta.html
JAKARTA, BLOKBERITA -- Emiten sewa
menara PT Solusi Tunas Pratama Tbk. (SUPR) memiliki piutang dagang
sebesar US$ 32,6 juta setara dengan Rp406 miliar dari PT Bakrie Telecom
Tbk. (BTEL) hingga akhir tahun lalu.
Juliawati Gunawan, Sekretaris
Perusahaan Solusi Tunas Pratama, mengatakan perseroan berhati-hati
meminimalkan ekspos kepada operator telekomunikasi yang kini mengalami
kesulitan keuangan.
"Sejak 31 Desember 2014, kami memiliki piutang dagang sebesar US$32,6 juta yang seharusnya sudah diterima dari Bakrie Telecom," ungkapnya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Selasa (7/4/2015).
Dia mengatakan, pendapatan dari Bakrie Telecom mencapai Rp162,83 miliar atau setara dengan US$13,1 juta sepanjang tahun lalu. Jumlah tersebut berkontribusi 15,2% dari total pendapatan perseroan sepanjang periode 2014.
Mengingat besaran dan piutang dagang yang sudah jatuh tempo dan seharusnya sudah diterima dari Bakrie Telecom, sambungnya, manajemen SUPR menetapkan beberapa besaran itu tidak dapat ditagih.
Untuk itu, pada 31 Desember 2014, perseroan mengakui impairment lost atau beban khusus tak berulang untuk mencatat aset dengan nilai buku yang telalu tinggi, yang sama dengan jumlah seluruh piutang dagang yang seharusnya sudah diterima dari Bakrie Telecom pada tanggal tersebut.
Tidak hanya itu, SUPR juga mencatat penurunan sekitar Rp383,56 miliar setara dengan US$30,8 juta dari nilai wajar di dalam investasi properti selama 2014. Hal itu terutama akibat penetapan perseroan dari pendapatan yang menyusut, yang seharusnya sudah diterima dari Bakrie Telecom tidak dapat ditagih.
Sejak 30 September 2014, katanya, perseroan telah mengecualikan penyewaan Bakrie Telecom dari perhitungan terhadap total penyewaan dan rasio sewa.
Rugi Besar
Emiten telekomunikasi milik Group Bakrie, PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEL) harus menelan pil pahit dengan mencetak rugi bersih Rp 2,87 triliun pada 2014, lebih tinggi 8,5% dari rugi tahun sebelumnya Rp2,64 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan yang diumumkan Selasa (7/4/2015), disebutkan rugi bersih per saham dasar juga melonjak menjadi Rp93,88 pada 2014 dari rugi tahun sebelumnya Rp86,5.
Pendapatan usaha emiten berkode saham BTEL tersebut melorot 40,3% menjadi Rp1,45 triliun pada tahun lalu dari setahun sebelumnya Rp2,43 triliun. Penurunan pendapatan jasa telekomunikasi menjadi kontributor terbesar yakni Rp1,26 triliun dari sebelumnya Rp2,19 triliun.
Pendapatan usaha bersih yang diraih BTEL mencapai Rp1,17 triliun pada tahun lalu, lebih rendah dari tahun sebelumnya Rp2,07 triliun. Beban usaha mencapai Rp2,12 triliun dari Rp2,06 triliun pada 2013.
Pemilik merek Esia tersebut membukukan rugi usaha pada 2014 sebesar Rp947,55 miliar dibandingkan dengan setahun sebelumnya yang masih laba Rp3,61 miliar.
Kendati demikian, rugi sebelum pajak BTEL menurun menjadi Rp2,26 triliun dari sebelumnya Rp2,98 triliun. Namun, rugi bersih BTEL membengkak menjadi Rp2,87 triliun dari sebelumnya Rp2,64 triliun.
Hingga 31 Desember 2014, total aset Bakrie Telecom melorot menjadi Rp7,58 triliun dari sebelumnya Rp9,12 triliun. Liabilitas BTEL mencapai Rp11,46 triliun dari Rp10,13 triliun dan defisiensi modal bersih sebesar Rp3,87 triliun dari Rp1 triliun.
[ bisniscom / bbcom / mur ]
"Sejak 31 Desember 2014, kami memiliki piutang dagang sebesar US$32,6 juta yang seharusnya sudah diterima dari Bakrie Telecom," ungkapnya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Selasa (7/4/2015).
Dia mengatakan, pendapatan dari Bakrie Telecom mencapai Rp162,83 miliar atau setara dengan US$13,1 juta sepanjang tahun lalu. Jumlah tersebut berkontribusi 15,2% dari total pendapatan perseroan sepanjang periode 2014.
Mengingat besaran dan piutang dagang yang sudah jatuh tempo dan seharusnya sudah diterima dari Bakrie Telecom, sambungnya, manajemen SUPR menetapkan beberapa besaran itu tidak dapat ditagih.
Untuk itu, pada 31 Desember 2014, perseroan mengakui impairment lost atau beban khusus tak berulang untuk mencatat aset dengan nilai buku yang telalu tinggi, yang sama dengan jumlah seluruh piutang dagang yang seharusnya sudah diterima dari Bakrie Telecom pada tanggal tersebut.
Tidak hanya itu, SUPR juga mencatat penurunan sekitar Rp383,56 miliar setara dengan US$30,8 juta dari nilai wajar di dalam investasi properti selama 2014. Hal itu terutama akibat penetapan perseroan dari pendapatan yang menyusut, yang seharusnya sudah diterima dari Bakrie Telecom tidak dapat ditagih.
Sejak 30 September 2014, katanya, perseroan telah mengecualikan penyewaan Bakrie Telecom dari perhitungan terhadap total penyewaan dan rasio sewa.
Rugi Besar
Emiten telekomunikasi milik Group Bakrie, PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEL) harus menelan pil pahit dengan mencetak rugi bersih Rp 2,87 triliun pada 2014, lebih tinggi 8,5% dari rugi tahun sebelumnya Rp2,64 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan yang diumumkan Selasa (7/4/2015), disebutkan rugi bersih per saham dasar juga melonjak menjadi Rp93,88 pada 2014 dari rugi tahun sebelumnya Rp86,5.
Pendapatan usaha emiten berkode saham BTEL tersebut melorot 40,3% menjadi Rp1,45 triliun pada tahun lalu dari setahun sebelumnya Rp2,43 triliun. Penurunan pendapatan jasa telekomunikasi menjadi kontributor terbesar yakni Rp1,26 triliun dari sebelumnya Rp2,19 triliun.
Pendapatan usaha bersih yang diraih BTEL mencapai Rp1,17 triliun pada tahun lalu, lebih rendah dari tahun sebelumnya Rp2,07 triliun. Beban usaha mencapai Rp2,12 triliun dari Rp2,06 triliun pada 2013.
Pemilik merek Esia tersebut membukukan rugi usaha pada 2014 sebesar Rp947,55 miliar dibandingkan dengan setahun sebelumnya yang masih laba Rp3,61 miliar.
Kendati demikian, rugi sebelum pajak BTEL menurun menjadi Rp2,26 triliun dari sebelumnya Rp2,98 triliun. Namun, rugi bersih BTEL membengkak menjadi Rp2,87 triliun dari sebelumnya Rp2,64 triliun.
Hingga 31 Desember 2014, total aset Bakrie Telecom melorot menjadi Rp7,58 triliun dari sebelumnya Rp9,12 triliun. Liabilitas BTEL mencapai Rp11,46 triliun dari Rp10,13 triliun dan defisiensi modal bersih sebesar Rp3,87 triliun dari Rp1 triliun.
[ bisniscom / bbcom / mur ]