Faizal Basri Bongkar Pembelanjaan Hutang Luar Negeri RI
https://kabar22.blogspot.com/2018/04/faizal-basri-bongkar-pembelanjaan.html
BLOKBERITA, JAKARTA -- Pemerintah diharapkan dapat mengoptimalisasi belanja negara seiring dengan nilai utang yang naik signifikan.
Ekonom senior Indef Faisal Basri mengatakan, utang yang naik secara signifikan seharusnya tercermin dalam belanja modal pemerintah, tetapi belanja tersebut malah termasuk belanja yang kenaikannnya tidak terlalu signifikan.
Berdasarkan bahan paparannya, porsi belanja pegawai pada 2014 adalah 20,25%, dan pada 2017 meningkat pesat menjadi 26,25%, Belanja barang pada 2014 yang awalnya hanya 14,67%, juga meningkat pesat menjadi 21,7% pada 2017.
Belanja pembiayaan bunga utang pada 2014 yang hanya 11,09% naik menjadi 16,81% pada 2017, yang mana disebabkan oleh penarikan utang yang masif pula.
Sementara itu, peningkatan belanja modal pemerintah pusat terbilang landai, yakni dari 12,24% pada 2014 menjadi 15,25% pada 2017.
Sebagai informasi, belanja modal merupakan belanja pemerintah pusat yang mana salah satunya termasuk belanja untuk pembangunan infrastruktur.
" Jadi penggunaan utang luar negeri pemerintah yang selama ini hanya dinarasikan untuk menggenjot pembangunan infrastruktur, padahal, utang itu paling banyak untuk belanja pegawai," kata Faisal, dalam acara diskusi Iluni UI, di Jakarta, Senin (3/4/2018).
Sebaliknya, dia mengatakan, sebenarnya pemerintah tidak memerlukan utang untuk membiayai proyek infrastruktur karena dalam praktiknya BUMN ditugaskan untuk mencari pembiayaannya sendiri.
" Contohya PT Hutama Karya membangun jalan tol Trans Sumatera, anggarannya Rp80 triliun, pemerintah cuma kasih Rp5,6 triliun dan sisanya cari sendiri, berdarah-darah mereka itu. Selain itu, bayangkan LRT yang menghabiskan dana Rp31 triliun PT Adhi Karya ditugaskan kerja 18 bulan tanpa kontrak dan cuma dikasih Rp1,6 triliun, berdarah-darah cash flow-nya hancur," ungkapnya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, sampai akhir Februari 2018, utang pemerintah mencapai Rp4.034,8 triliun, atau naik dari Rp3.515 triliun pada 2016 dan Rp3.165 triliun pada 2015. (bazz/bisnicom)
Ekonom senior Indef Faisal Basri mengatakan, utang yang naik secara signifikan seharusnya tercermin dalam belanja modal pemerintah, tetapi belanja tersebut malah termasuk belanja yang kenaikannnya tidak terlalu signifikan.
Berdasarkan bahan paparannya, porsi belanja pegawai pada 2014 adalah 20,25%, dan pada 2017 meningkat pesat menjadi 26,25%, Belanja barang pada 2014 yang awalnya hanya 14,67%, juga meningkat pesat menjadi 21,7% pada 2017.
Belanja pembiayaan bunga utang pada 2014 yang hanya 11,09% naik menjadi 16,81% pada 2017, yang mana disebabkan oleh penarikan utang yang masif pula.
Sementara itu, peningkatan belanja modal pemerintah pusat terbilang landai, yakni dari 12,24% pada 2014 menjadi 15,25% pada 2017.
Sebagai informasi, belanja modal merupakan belanja pemerintah pusat yang mana salah satunya termasuk belanja untuk pembangunan infrastruktur.
" Jadi penggunaan utang luar negeri pemerintah yang selama ini hanya dinarasikan untuk menggenjot pembangunan infrastruktur, padahal, utang itu paling banyak untuk belanja pegawai," kata Faisal, dalam acara diskusi Iluni UI, di Jakarta, Senin (3/4/2018).
Sebaliknya, dia mengatakan, sebenarnya pemerintah tidak memerlukan utang untuk membiayai proyek infrastruktur karena dalam praktiknya BUMN ditugaskan untuk mencari pembiayaannya sendiri.
" Contohya PT Hutama Karya membangun jalan tol Trans Sumatera, anggarannya Rp80 triliun, pemerintah cuma kasih Rp5,6 triliun dan sisanya cari sendiri, berdarah-darah mereka itu. Selain itu, bayangkan LRT yang menghabiskan dana Rp31 triliun PT Adhi Karya ditugaskan kerja 18 bulan tanpa kontrak dan cuma dikasih Rp1,6 triliun, berdarah-darah cash flow-nya hancur," ungkapnya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, sampai akhir Februari 2018, utang pemerintah mencapai Rp4.034,8 triliun, atau naik dari Rp3.515 triliun pada 2016 dan Rp3.165 triliun pada 2015. (bazz/bisnicom)