Astagaa..! Koruptor akan Bebas Pidana Kalau Kembalikan Uang Korupsi ke Negara?
https://kabar22.blogspot.com/2018/03/astagaa-koruptor-akan-bebas-pidana.html
BLOKBERITA, JAKARTA -- Kesepakatan Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja. "Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu, kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (2/3/2017). Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4 Undang-undang Tipikor. Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.
Namun, Abdul mengungkapkan bahwa pengembalian kerugian negara bisa berpengaruh terhadap besar atau kecilnya hukuman yang diputuskan oleh hakim dalam persidangan. Bila kasus Tipikor dihentikan atas dasar kesepakatan itu, maka kata Abdul, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mengambil alih kasus tersebut. "KPK sebagai lembaga suvervisi penanganan kasus Tipikor punya kewenangan mengambil alih jika dalam penanganan korupsi oleh lembaga lain mengandung korupsi," kata dia. Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengkritik kesepakatan Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) karena bertentangan dengan UU Tipikor. Rabu (28/2/2018) lalu, Kemendagri, Kejagung, Polri, dan APIP menandatangani kesepakatan bersama dalam penanganan aduan korupsi di daerah.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, perkara korupsi oknum pejabat pemerintahan daerah bisa diberhentikan bila pejabat tersebut mengembalikan uang korupsinya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, kesepakatan itu tidak ditujukan untuk melindungi tindak pidana korupsi atau membatasi aparat hukum dalam melakukan penegakan hukum dalam kasus korupsi. "Pendekatannya adalah mengedepankan hukum administrasi sehingga penanganan pidana merupakan ultimum remedium (upaya akhir) dalam penanganan permasalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah," kata Tjahjo dalam keterangan resminya.
[bazz/kmps]
Namun, Abdul mengungkapkan bahwa pengembalian kerugian negara bisa berpengaruh terhadap besar atau kecilnya hukuman yang diputuskan oleh hakim dalam persidangan. Bila kasus Tipikor dihentikan atas dasar kesepakatan itu, maka kata Abdul, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mengambil alih kasus tersebut. "KPK sebagai lembaga suvervisi penanganan kasus Tipikor punya kewenangan mengambil alih jika dalam penanganan korupsi oleh lembaga lain mengandung korupsi," kata dia. Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengkritik kesepakatan Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) karena bertentangan dengan UU Tipikor. Rabu (28/2/2018) lalu, Kemendagri, Kejagung, Polri, dan APIP menandatangani kesepakatan bersama dalam penanganan aduan korupsi di daerah.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, perkara korupsi oknum pejabat pemerintahan daerah bisa diberhentikan bila pejabat tersebut mengembalikan uang korupsinya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, kesepakatan itu tidak ditujukan untuk melindungi tindak pidana korupsi atau membatasi aparat hukum dalam melakukan penegakan hukum dalam kasus korupsi. "Pendekatannya adalah mengedepankan hukum administrasi sehingga penanganan pidana merupakan ultimum remedium (upaya akhir) dalam penanganan permasalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah," kata Tjahjo dalam keterangan resminya.
[bazz/kmps]
PAS.com - Kesepakatan
Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat
Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi
pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan,
kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi
sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja.
"Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu,
kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat
(2/3/2017).
Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya
dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4
Undang-undang Tipikor.
Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian
negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
PAS.com - Kesepakatan
Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat
Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi
pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan,
kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi
sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja.
"Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu,
kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat
(2/3/2017).
Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya
dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4
Undang-undang Tipikor.
Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian
negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
PAS.com - Kesepakatan
Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat
Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi
pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan,
kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi
sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja.
"Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu,
kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat
(2/3/2017).
Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya
dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4
Undang-undang Tipikor.
Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian
negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
.com - Kesepakatan
Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat
Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi
pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan,
kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi
sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja.
"Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu,
kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat
(2/3/2017).
Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya
dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4
Undang-undang Tipikor.
Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian
negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
.com - Kesepakatan
Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat
Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi
pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan,
kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi
sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja.
"Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu,
kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat
(2/3/2017).
Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya
dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4
Undang-undang Tipikor.
Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian
negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
.com - Kesepakatan
Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat
Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi
pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan,
kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi
sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja.
"Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu,
kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat
(2/3/2017).
Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya
dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4
Undang-undang Tipikor.
Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian
negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
, KOMPAS.com -
Kesepakatan Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan
Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara
korupsi pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik
keras.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan,
kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi
sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja.
"Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu,
kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat
(2/3/2017).
Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya
dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4
Undang-undang Tipikor.
Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian
negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.
Baca juga : Asal Kembalikan Uang, Pejabat Daerah Terindikasi Korupsi
Bisa Tak Dipidana
Namun, Abdul mengungkapkan bahwa pengembalian kerugian negara bisa
berpengaruh terhadap besar atau kecilnya hukuman yang diputuskan oleh
hakim dalam persidangan.
Bila kasus Tipikor dihentikan atas dasar kesepakatan itu, maka kata
Abdul, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mengambil alih kasus
tersebut.
"KPK sebagai lembaga suvervisi penanganan kasus Tipikor punya kewenangan
mengambil alih jika dalam penanganan korupsi oleh lembaga lain
mengandung korupsi," kata dia.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengkritik kesepakatan
Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri dan
Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) karena bertentangan dengan UU
Tipikor.
Rabu (28/2/2018) lalu, Kemendagri, Kejagung, Polri, dan APIP
menandatangani kesepakatan bersama dalam penanganan aduan korupsi di
daerah.
Baca juga : Kembalikan Uang Tak Dipidana, Bentuk Toleransi kepada
Korupsi
Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, perkara
korupsi oknum pejabat pemerintahan daerah bisa diberhentikan bila
pejabat tersebut mengembalikan uang korupsinya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan,
kesepakatan itu tidak ditujukan untuk melindungi tindak pidana korupsi
atau membatasi aparat hukum dalam melakukan penegakan hukum dalam kasus
korupsi.
"Pendekatannya adalah mengedepankan hukum administrasi sehingga
penanganan pidana merupakan ultimum remedium (upaya akhir) dalam
penanganan permasalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah," kata
Tjahjo dalam keterangan resminya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
, KOMPAS.com -
Kesepakatan Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan
Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara
korupsi pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik
keras.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan,
kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi
sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja.
"Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu,
kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat
(2/3/2017).
Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya
dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4
Undang-undang Tipikor.
Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian
negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.
Baca juga : Asal Kembalikan Uang, Pejabat Daerah Terindikasi Korupsi
Bisa Tak Dipidana
Namun, Abdul mengungkapkan bahwa pengembalian kerugian negara bisa
berpengaruh terhadap besar atau kecilnya hukuman yang diputuskan oleh
hakim dalam persidangan.
Bila kasus Tipikor dihentikan atas dasar kesepakatan itu, maka kata
Abdul, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mengambil alih kasus
tersebut.
"KPK sebagai lembaga suvervisi penanganan kasus Tipikor punya kewenangan
mengambil alih jika dalam penanganan korupsi oleh lembaga lain
mengandung korupsi," kata dia.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengkritik kesepakatan
Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri dan
Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) karena bertentangan dengan UU
Tipikor.
Rabu (28/2/2018) lalu, Kemendagri, Kejagung, Polri, dan APIP
menandatangani kesepakatan bersama dalam penanganan aduan korupsi di
daerah.
Baca juga : Kembalikan Uang Tak Dipidana, Bentuk Toleransi kepada
Korupsi
Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, perkara
korupsi oknum pejabat pemerintahan daerah bisa diberhentikan bila
pejabat tersebut mengembalikan uang korupsinya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan,
kesepakatan itu tidak ditujukan untuk melindungi tindak pidana korupsi
atau membatasi aparat hukum dalam melakukan penegakan hukum dalam kasus
korupsi.
"Pendekatannya adalah mengedepankan hukum administrasi sehingga
penanganan pidana merupakan ultimum remedium (upaya akhir) dalam
penanganan permasalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah," kata
Tjahjo dalam keterangan resminya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril