Mbah Sunik Tinggal Sendirian di Gubuk yang Hampir Roboh di Kabupaten Kendal
https://kabar22.blogspot.com/2017/02/mbah-sunik-tinggal-sendirian-di-gubuk.html
BLOKBERITA, KENDAL -- Rumah mbah Sunik (76) mungkin lebih tepat disebut gubuk, di RT 03/02 desa Cepiring Kecamatan Cepiring Kendal Jawa Tengah, tidak sulit dicari. Sebab jaraknya dari Pantura Cepiring Kendal hanya sekitar 1 kilometer.
Mbah Sunik, termasuk orang yang banyak dikenal orang. Pasalnya, kabar perempuan tua yang hidup sendirian itu sudah ramai di media sosial Facebook. Seperti ketika wartawan kompas.com mencari alamatnya.
" Oh, mbah Sunik, tinggal di sana, Mas. Lurus, nanti ada jalan kecil dan masuk. Rumahnya ada di pojok sendiri," kata seorang ibu yang ditanya oleh Kompas.com, Sabtu (4/2/2017).
Benar saja, ketika memasuki jalan kecil yang licin, mbah Sunik, sudah terlihat duduk melamun di kursi bambu depan rumahnya yang hampir roboh. Sesekali, mbah memegang kerudungnya.
Perempuan tua yang hidup sendirian ini, langsung tersenyum ketika mengetahui kedatangan Kompas.com.
" Cari saya, ya? Sini, tapi berdiri ya. Karena tidak ada tempat duduk," kata mbah Sunik.
Sunik mengaku, merasa senang kalau kedatangan orang di rumahnya. Sebab biasanya, orang itu memberinya uang dan kadang makanan.
" Saya sudah dari semalam belum makan. Untuk menghilangkan lapar, saya duduk di depan rumah sambil menatap alang-alang," ujarnya.
Rumah Sunik yang berukuran 4×6 meter ini terbuat dari papan. Kondisi rumah yang berlantai tanah tersebut sangat memprihatinkan. Selain sudah reot, bagian belakangnya sudah roboh, dan depannya miring.
Di bagian samping kiri dan belakang rumah adalah rawa. Kalau hujan turun deras, air rawa itu masuk ke dalam rumah.
Sementara di depan rumahnya ada tanah kosong milik orang. Tanah itu ditumbuhi tanaman liar.
Di dalam rumah Sunik ada satu kamar berukuran 1,5 X2 meter. Kamar itu, biasa digunakan untuk tidur si empunya. Tidak ada dapur, kamar mandi, atau WC.
Kalau mau buang hajat, nenek yang pendengarannya sudah tidak normal itu, tinggal jongkok di belakang. Demikian juga kalau mandi. Kadang ia memanfaatkan air rawa tersebut.
" Kamar saya kalau hujan bocor. Tapi saya sudah menyiapkan 2 payung. Jadi kalau hujan, payung itu, aku taruh di samping bagian kepala saya dan kaki," aku mbah Sunik.
Sunik mempunyai anak satu yang tinggal di Gunung Pati Semarang. Namun, menurut pengakuan Sunik, anaknya secara ekonomi tidak mampu. Tinggalnya masih kontrak, dan kerjanya serabutan.
" Anak saya mempunyai 4 anak. Tapi istrinya sudah meninggal dunia," kata mbah Sunik.
Oleh sebab itu, mbah Sunik tidak mau merepotkan anaknya. Walaupun, seringkali anaknya mengajak dia untuk tinggal bersama di rumah kontrakannya.
" Biarlah saya tinggal di sini saja. Tanah yang saya tinggali ini, adalah warisan orang tua saya," ujarnya.
Sering Sakit
Sunik sering sakit kedinginan. Namun sakit itu, sebentar hilang kalau ia jalan-jalan.
" Saya punya keponakan, dia duda. Kerjanya jaga malam di pasar Cepiring. Kalau siang, kadang ia ke sini menengok saya," jelasnya.
Sunik pasrah dengan hidup yang dijalaninya saat ini. Sebab, baginya hidup adalah mampir ngombe (mampir minum ). Sementara rezeki, jodoh dan maut, adalah rahasia Allah.
" Siapa yang mau hidup begini," ucapnya.
Penderitaan mbah Sunik, didengar oleh salah satu tokoh masyarakat Patebon Kendal, Agus Umar. Kemudian ia menghubungi salah satu perusahaan yang ada di Kaliwungu. Umar meminta kepada perusahaan itu, supaya bisa membantu merehab rumah nenek Sunik.
" Perusahaan itu punya dana sosial. Bosnya sudah menyanggupi," kata Umar. (bmw/kmpscom)
Mbah Sunik, termasuk orang yang banyak dikenal orang. Pasalnya, kabar perempuan tua yang hidup sendirian itu sudah ramai di media sosial Facebook. Seperti ketika wartawan kompas.com mencari alamatnya.
" Oh, mbah Sunik, tinggal di sana, Mas. Lurus, nanti ada jalan kecil dan masuk. Rumahnya ada di pojok sendiri," kata seorang ibu yang ditanya oleh Kompas.com, Sabtu (4/2/2017).
Benar saja, ketika memasuki jalan kecil yang licin, mbah Sunik, sudah terlihat duduk melamun di kursi bambu depan rumahnya yang hampir roboh. Sesekali, mbah memegang kerudungnya.
Perempuan tua yang hidup sendirian ini, langsung tersenyum ketika mengetahui kedatangan Kompas.com.
" Cari saya, ya? Sini, tapi berdiri ya. Karena tidak ada tempat duduk," kata mbah Sunik.
Sunik mengaku, merasa senang kalau kedatangan orang di rumahnya. Sebab biasanya, orang itu memberinya uang dan kadang makanan.
" Saya sudah dari semalam belum makan. Untuk menghilangkan lapar, saya duduk di depan rumah sambil menatap alang-alang," ujarnya.
Rumah Sunik yang berukuran 4×6 meter ini terbuat dari papan. Kondisi rumah yang berlantai tanah tersebut sangat memprihatinkan. Selain sudah reot, bagian belakangnya sudah roboh, dan depannya miring.
Di bagian samping kiri dan belakang rumah adalah rawa. Kalau hujan turun deras, air rawa itu masuk ke dalam rumah.
Sementara di depan rumahnya ada tanah kosong milik orang. Tanah itu ditumbuhi tanaman liar.
Di dalam rumah Sunik ada satu kamar berukuran 1,5 X2 meter. Kamar itu, biasa digunakan untuk tidur si empunya. Tidak ada dapur, kamar mandi, atau WC.
Kalau mau buang hajat, nenek yang pendengarannya sudah tidak normal itu, tinggal jongkok di belakang. Demikian juga kalau mandi. Kadang ia memanfaatkan air rawa tersebut.
" Kamar saya kalau hujan bocor. Tapi saya sudah menyiapkan 2 payung. Jadi kalau hujan, payung itu, aku taruh di samping bagian kepala saya dan kaki," aku mbah Sunik.
Sunik mempunyai anak satu yang tinggal di Gunung Pati Semarang. Namun, menurut pengakuan Sunik, anaknya secara ekonomi tidak mampu. Tinggalnya masih kontrak, dan kerjanya serabutan.
" Anak saya mempunyai 4 anak. Tapi istrinya sudah meninggal dunia," kata mbah Sunik.
Oleh sebab itu, mbah Sunik tidak mau merepotkan anaknya. Walaupun, seringkali anaknya mengajak dia untuk tinggal bersama di rumah kontrakannya.
" Biarlah saya tinggal di sini saja. Tanah yang saya tinggali ini, adalah warisan orang tua saya," ujarnya.
Sering Sakit
Sunik sering sakit kedinginan. Namun sakit itu, sebentar hilang kalau ia jalan-jalan.
" Saya punya keponakan, dia duda. Kerjanya jaga malam di pasar Cepiring. Kalau siang, kadang ia ke sini menengok saya," jelasnya.
Sunik pasrah dengan hidup yang dijalaninya saat ini. Sebab, baginya hidup adalah mampir ngombe (mampir minum ). Sementara rezeki, jodoh dan maut, adalah rahasia Allah.
" Siapa yang mau hidup begini," ucapnya.
Penderitaan mbah Sunik, didengar oleh salah satu tokoh masyarakat Patebon Kendal, Agus Umar. Kemudian ia menghubungi salah satu perusahaan yang ada di Kaliwungu. Umar meminta kepada perusahaan itu, supaya bisa membantu merehab rumah nenek Sunik.
" Perusahaan itu punya dana sosial. Bosnya sudah menyanggupi," kata Umar. (bmw/kmpscom)