Menguak Misteri Penghuni Gunung Lawu
https://kabar22.blogspot.com/2016/05/menguak-misteri-penghuni-gunung-lawu.html
BLOKBERITA -- Berbicara tentang
misteri yang menyelimuti Gunung Lawu, seolah tidak ada habisnya. Selain
keberadaan kabut misterius yang senantiasa menaungi sisi barat gunung
ini, masih banyak hal yang terkait dengan misteri gunung yang berada di
perbatasan wilayah Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah ini. Dan salah
satunya adalah binatang-binatang yang diyakini sebagai binatang gaib
penunggu kawasan ini.
Misteri yang menyelimuti Gunung Lawu sendiri terjadi karena ada
keyakinan bahwa gunung ini adalah punjer atau titik pusat yang menjadi
penyeimbang energi di tanah Jawa.
Sehingga kemudian masyarakat meyakini bahwa gunung ini memancarkan
energi yang sangat besar, yang berperan dalam menetralisir energi
negatif di seluruh wilayah Pulau Jawa. Karena itulah, Gunung Lawu
selanjutnya dipilih sebagai tempat ritual khusus oleh para penguasa
tanah Jawa.
Mulai dari Prabu Airlangga, Prabu Brawijaya hingga para raja pecahan
Mataram saat ini, dikabarkan selalu memilih Gunung Lawu sebagai tempat
untuk mencari petunjuk secara gaib. Bahkan khusus untuk Prabu Brawijaya
V, yang merupakan Raja Majapahit terakhir, dirinya memutuskan untuk
menghabiskan masa hidupnya dengan menjadi pertapa di gunung ini.
Sedangkan raja-raja Mataram terutama Kasunanan Surakarta Hadiningrat,
secara rutin selalu mengadakan labuhan atau larung sesaji di puncak
gunung ini setiap tahun. Tujuannya adalah sebagai bentuk ucapan rasa
syukur terhadap Sang Penguasa Alam, termasuk penguasa gaib Gunung Lawu.
Gunung Lawu sendiri memiliki ketinggian 3265 meter di atas permukaan
laut. Gunung ini disebutkan memiliki tiga puncak yang sampai saat ini
diyakini penuh dengan misteri. Dan misteri dari puncak-puncak itu
terkait dengan keyakinan bahwa di sanalah para tokoh sakti jaman dulu
melakukan tapa brata hingga kemudian muksa.
Masih dipertahankannya kearifan budaya lokal di kawasan Gunung Lawu,
membuat berbagai peninggalan bersejarah di tempat ini tetap terjaga. Dan
hal itu diyakini semakin menguatkan pancaran energi dari Gunung Lawu.
Karena itulah ada keyakinan bahwa energi dari gunung ini adalah syarat
mutlak bagi para pemimpin di tanah Jawa.
Artinya bahwa siapapun yang ingin jadi pemimpin di Jawa atau bahkan
Indonesia, jangan sampai lupa untuk menjalankan ritual di Gunung Lawu.
Bahkan tetap bertahannya berbagai situs peninggalan bersejarah di gunung
ini juga diyakini tak lepas dari peran para penghuni gaibnya. Yang
salah satunya adalah binatang-binatang gaib penghuni kawasan ini. Sebab
para penjaga gaib inilah yang berperan dalam mempertahankan keutuhan
alam dan pancaran energi yang ada di kawasan Gunung Lawu.
ilustrasi Harimau Jawa |
Penjaga Gaib
Gunung Lawu memang dihuni berbagai jenis binatang. Mulai dari beragam
jenis burung, primata sampai mamalia besar dan kecil bisa dijumpai hidup
di kawasan Gunung Lawu. Namun dari sekian banyak jenis binatang itu,
masyarakat sekitar Gunung Lawu meyakini adanya tiga jenis binatang yang
dianggap sebagai binatang gaib. Yaitu macan Lawu, burung jalak Lawu
serta kiyongko, sejenis kelabang raksasa endemik Gunung Lawu.
Untuk macan Lawu atau harimau yang hidup di Gunung Lawu, termasuk jenis
macan tutul dan saat ini diduga populasinya masih cukup banyak. Karena
pada saat-saat tertentu, keberadaan binatang buas ini masih diketahui
oleh warga sekitar Gunung Lawu, melintas di kawasan ini. Bahkan di
beberapa tempat, binatang ini juga dikabarkan kerap memangsa ternak
milik warga.
Namun harimau yang satu ini bukanlah sosok yang dimaksud sebagai penjaga
gaib Gunung Lawu. Sebab, meski memang endemik Gunung Lawu, namun
binatang tersebut keberadaannya memang nyata. Sehingga terkadang masih
bisa dilacak keberadaannya.
Sedangkan sosok harimau gaib yang disebut-sebut sebagai penjaga Gunung
Lawu konon berjenis harimau Jawa dengan ciri kulit tubuh bermotif
loreng. Keberadaan harimau yang satu ini memang disebut-sebut telah
punah. Sehingga dalam beberapa peristiwa kemunculannya, hal itu
dipandang sebagai sebuah kejadian mistis.
Disebut demikian, karena dalam beberapa peristiwa yang dialami warga
sekitar Gunung Lawu, kemunculan harimau ini selalu diikuti dengan
hal-hal yang bersifat mistis. Di antaranya adalah kemunculannya dalam
kondisi menggendong mayat ataupun muncul di beberapa tempat keramat.
Untuk harimau yang satu ini, memang diyakini bukan binatang biasa.
Karena keberadaannya dikaitkan dengan sosok penguasa gaib Gunung Lawu,
yaitu Sunan Lawu. Bahkan karena begitu istimewanya binatang yang satu
ini, beberapa punden yang ada di kawasan Gunung Lawu, juga menempatkan
sosok harimau ini sebagai salah satu danyangan. Sehingga kemudian juga
diperlakukan secara khusus oleh para pelaku ritual yang datang ke tempat
itu.
Salah satu punden yang menempatkan sosok macan Lawu sebagai danyangan
adalah komplek punden Eyang Boncolono, yang berada di sekitar kawasan
Cemara Kandang. Di sini sosok harimau yang diwujudkan dalam sebuah
patung berukuran besar mendapat sebutan Eyang Singo Sinebahing Dilah.
Dan sebagai sosok yang dikeramatkan, punden ini selalu menjadi salah
satu jujugan para pelaku ritual, selain di cungkup Eyang Boncolono
sendiri.
Macan Lawu sendiri diyakini sudah ada sebelum sosok Sunan Lawu ada.
Sebab binatang ini diduga sebagai salah satu penjaga gaib kawasan Gunung
Lawu. Karena itulah, dia akan muncul saat ada orang-orang yang berniat
jahat.
Seperti konon saat pasukan Kerajaan Demak mengejar Prabu Brawijaya V yang mengungsi ke Gunung Lawu.
Jalak Lawu |
Jenis binatang yang kedua adalah burung jalak Lawu, yang kerap muncul
mengikuti para pendaki saat melakukan perjalanan menuju puncak Gunung
Lawu. Jalak Lawu sendiri sebenarnya sosok mahluk yang nyata. Artinya dia
memang benar-benar salah satu jenis burung endemik Gunung Lawu.
Bagi para pendaki yang menjelajah kawasan Gunung Lawu, keberadaan burung
yang masuk dalam keluarga Turdus Poliocephalus itu memang sangat
membantu. Sebab dia akan menunjukkan jalan ke arah puncak Gunung Lawu,
sehingga para pendaki tidak tersesat.
Dan hal yang sama konon juga dialami oleh Prabu Brawijaya saat
memutuskan menghabiskan masa hidup Gunung lawu. Begitu masuk kawasan
gunung ini, dia disambut oleh seekor buruk jalak gading sebutan lain
jalak Lawu.
Burung ini lantas berubah wujud menjadi seorang manusia yang mengaku
bernama Wangsa Menggala, dan selanjutnya mengantarkan Prabu Brawijaya
menuju puncak Gunung Lawu.
Cerita inilah yang kemudian membuat sosok burung jalak Lawu mendapatkan
pandangan yang istimewa bagi masyarakat di sekitar Gunung Lawu. Yang
mana tidak ada orang yang berani mengusik kehidupan burung ini. Sehingga
membuat burung ini tidak pernah takut dengan kehadiran manusia di
dekatnya.
Perilaku unik burung jalak Lawu yang nyaris tidak pernah takut dnegan
keberadaan manusia di sekitarnya ini, juga semakin menguatkan keyakinan
bahwa burung ini bukanlah burung biasa. Masyarakat semakin meyakini
kalau burung tersebut memang jelmaan sosok penjaga gaib Gunung Lawu.
Yang akan menuntun siapa saja yang berniat baik, menuju ke puncak Gunung
Lawu.
“Salah satu syarat agar selamat saat naik ke Gunung Lawu adalah hati
yang bersih. Sebab kalau tidak, maka bukan tidak mungkin akan dapat
musibah yang salah satunya tersesat. Dan bagi mereka yang memang berniat
baik, biasanya akan dipandu oleh jalak Lawu, sehingga tidak tersesat.
Makanya tidak ada orang yang berani mengganggu keberadaan burung itu,”
jelas Joko Polet, ketua Karanganyar Emergency kepada hariankota.com
belum lama ini.
“Kalau ada orang yang berani mengganggu atau bahkan membunuh burung ini
(jalak Lawu), maka bisa dipastikan dia akan tersesat, meskipun
sebenarnya sudah hapal jalan di kawasan Gunung Lawu. Namun bagi mereka
yang sudah kerap datang ke Gunung Lawu, pasti akan mematuhi peraturan
tidak tertulis yang berlaku di kawasan ini, yang salah satunya tidak
mengusik keberadaan burung jalak Lawu,” sambung Joko Polet.
kiyongko |
Selain harimau dan burung jalak Lawu, di Gunung Lawu juga ada satu jenis
binatang lagi yang diyakini sebagai sosok penjaga gaib kawasan ini,
yaitu kiyongko. Kiyongko sendiri adalah salah satu keluarga serangga
dari jenis kelabang. Namun berbeda dengan kelabang pada umumnya, tubuh
kiyongko jauh lebih besar dan bisa mencapai panjang hingga lebih dari 30
cm.
Hal lain yang membedakan dengan kelabang pada umumnya, adalah bentuk
tubuh kiyongko yang cenderung membulat, beda dengan tubuh kelabang yang
pipih. Ruas tubuh kiyongko juga tidak terlalu banyak, sehingga jumlah
kakinya terlihat lebih sedikit, meskipun ukurannya lebih besar.
Kiyongko juga diyakini memiliki bisa yang sangat kuat. Bahkan di
ujung-ujung kakinya juga terdapat bisa yang bisa membuat lumpuh
mangsanya. Dan hal lain yang menjadi perbedaan paling mencolok antara
kiyongko dan kelabang adalah kemampuannya berdiri dan meloncat seperti
seekor ular. Yang mana hal itu bisa memudahkannya dalam menangkap
mangsa.
Keyakinan bahwa kiyongko adalah salah satu binatang gaib penjaga Gunung
Lawu tak lepas dari legenda yang berkembang di kawasan ini. Yang konon
menceritakan bahwa dahulu di lereng Gunung Lawu pernah hidup sosok
pertapa sakti yang bernama Ki Ageng Sabuk Janur.
Pada suatu ketika desa tempat tinggal Ki Ageng Sabuk Janur tiba-tiba
mengalami kekeringan. Sumur serta sungai mengering, tanaman banyak yang
mati dan upaya warga untuk mencari sumber air juga tidak berhasil. Hal
ini akhirnya mendorong Ki Ageng Sabuk Janur untuk turun tangan.
Dari penyelidikan yang dilakukannya, ternyata sumber air yang selama ini
mengairi pemukiman warga tertutup sebongkah batu berukuran sangat
besar. Dan di bawah batu itu melilit seekor kelabang raksasa yang
menjaganya.
Kelabang berukuran sebesar batang pohon kelapa itupun langsung menyerang
Ki Ageng Sabuk Janur, saat disuruh meninggalkan batu tempat tinggalnya.
Pertempuran dahsyat pun terjadi di antara keduanya hingga berhari-hari.
Hal ini terjadi karena selain berukuran sangat besar, kelabang itu
diceritakan sangat kuat dan sakti. Sehingga Ki Ageng Sabuk Janur sampai
kewalahan menghadapinya.
Namun akhirnya dengan senjata andalannya berupa cemeti atau cambuk dari
janur (daun kelapa), Ki Ageng Sabuk Janur berhasil mengalahkan kelabang
tersebut. Binatang itupun selanjutnya memindahkan batu besar yang
menutupi sumber air, serta menjadi pengikut Ki Ageng Sabuk Janur.
Oleh Ki Ageng Sabuk Janur, kelabang yang oleh masyarakat setempat
disebut Kiyongko itu diperintahkan menjaga kawasan Gunung Lawu, terutama
di wilayah perairannya.
Kisah legenda pertempuran Ki Ageng Sabuk Janur dengan kiyongko juga
diwujudkan dalam bentuk kesenian tari yang menjadi salah satu kesenian
andalan wilayah Kecamatan Ngargoyoso.
Dan kesenian yang dimainkan secara kolosal inipun kerap ditampilkan
dalam berbagai ajang kebudayaan baik di tingkat lokal maupun nasional.
Sampai saat ini binatang kiyongko masih kerap terlihat di sekitar
bongkahan-bongkahan batu yang ada di sepanjang jalur sungai yang ada di
kawasan Gunung Lawu. Namun demikian, sosok binatang ini diyakini sangat
bernuansa mistis. Sebab bila sengaja dicari, keberadaannya tidak akan
pernah bisa ditemukan. Meski sebelumnya terlihat di suatu tempat.
“Kemunculan kiyongko cenderung bernuansa mistis. Sebab dia hanya muncul
sekehendak htinya sendiri. Bahkan saat kita berusaha mencarinya di suatu
tempat yang selama ini kita yakini sebagai tempat tinggalnya, maka
sampai kapanpun kita tidak akan pernah menemukannya,” ungkap Joko Polet.
Pria 60 tahunan yang akrab disapa Pak Po ini juga mengatakan bahwa
kemunculan kiyongko pada dasarnya sebagai sebuah bentuk peringatan
terhadap para pengunjung Gunung Lawu agar tidak merusak lingkungan,
terutama kawasan sumber air. Dengan demikian maka kelestarian lingkungan
di kawasan gunung ini senantiasa terjaga dengan baik.
“ Kalau di sekitar sungai sampai ada kiyongko yang keluar, berarti
kawasan di mana kiyongko itu muncul adalah kawasan yang harus dijaga.
Sehingga jangan sampai kita melakukan hal-hal yang bersifat merusak di
tempat itu. Sebab kiyongko ini akan siap menyerang. Dan kalau sampai
meyerang, bisa dipastikan nyawa taruhannya. Karena bisa kiyongko ini
sangat kuat,” sambung Pak Po.
Karena itulah sebagai orang yang hampir tiap saat keluar masuk kawasan
Gunung Lawu, Pak Po mengingatkan agar senantiasa menjaga perilaku saat
hendak berpetualang di Gunung Lawu. Hendaknya senantiasa menjaga
lingkungan, agar terhindar dari kemungkinan buruk. Yang muncul akibat
serangan mahluk-mahluk gaib, penjaga Gunung Lawu. (gram/hariankota)