Waspadalah ! 54 Orang Hilang di Jateng Terkait Gafatar
https://kabar22.blogspot.com/2016/01/waspadalah-54-orang-hilang-di-jateng.html
SEMARANG, BLOKBERITA -- Polda Jawa Tengah (Jateng) menyebut pihaknya
telah menerima 54 laporan orang hilang berkaitan dengan ormas Gerakan
Fajar Nusantara (Gafatar).
"Sampai sekarang, sudah 54 lapor (54 orang hilang), se Jawa Tengah," ungkap Kapolda Jawa Tengah, Inspektur Jenderal (polisi) Nur Ali, di Lobi Markas Polda Jawa Tengah, Jumat (15/1/2016).
Laporan yang masuk, diduga orang-orang hilang itu bergabung dengan Gafatar. Polisi terus mencari tahu tentang hal ini. Berbagai keterangan dengan penyelidikan terus dilakukan, termasuk dari pihak intelijen.
Mereka yang dilaporkan hilang, berangkat dari berbagai profesi. Mulai pekerja swasta, pegawai negeri, anak – anak hingga mahasiswa. "Kalau hilang ya kita cari," tambahnya.
Namun demikian, kata Nur Ali, pihaknya belum bisa mengambil tindakan apapun terutama penegakan hukum.
Sebab, Gafatar sendiri masih terus dikaji statusnya. "Saat ini, kepolisian masih mendalaminya dengan pemerintah daerah," lanjutnya.
Kepala Sub Direktorat IV Keamanan Negara (Kamneg) Direktorat Intelijen dan Keamanan (Dit Intelkam) Polda Jawa Tengah, AKBP Ahmad Sukandar, mengatakan pihaknya telah mengidentifikasi hilangnya puluhan warga di sejumlah daerah di Jawa Tengah itu terkait dengan Gafatar.
"Memang sudah ada informasi. Ada yang lapor resmi, ada yang belum," tambahnya.
Informasi itu berasal di antaranya dari Kota Semarang, Surakarta, Brebes, Banyumas, Banjarnegara, Wonogiri, Kudus, Jepara. Selain itu, juga Banyumas dan Purbalingga.
"Di Kota Semarang sudah resmi laporan (ke Polrestabes Semarang). Laporan ini malah lebih dulu dari berita Dokter Rica di Yogyakarta," lanjut dia.
Gafatar di Jawa Tengah, kata Sukandar, memang selalu menyampaikan pemberitahuan jika ada kegiatan. "Mulai muncul pertengahan 2014 lalu. Sempat terungkap ada masalah di Klaten, dari situ kami terus awasi," pungkasnya.
Orang Hilang di Bekasi
Di Bekasi demikian pula. Sejumlah anak hilang atau anggota keluarga hilang kini seperti sudah jadi hal biasa. Kejadiannya berlokasi di berbagai daerah. Lihat saja aneka pengumuman orang hilang yang terpasang dan menyebar ke masyarakat. Pengumumannya dari mulai pamfet tempel, media massa, hingga media sosial.
Beberapa hari lalu saja, ada sebuah pesan berantai di media sosial seperti ini: “Mohon doa dan bantuan ustadz dan ustadzah, anak teman saya (Bu Ria Aprianti guru SDIT Yapidh, Bekasi) yang bernama Akbar sudah dua malam tidak kembali ke rumah. Terakhir kontak hari Senin (11 Januari 2016) sekitar pukul 17.00 sampai sekarang lost contact.
Betapa hati seorang ibu, ayah, atau orang tua yang tak terpukul dan shock ketika mendapati buah hatinya tak kembali ke rumah dalam hingga berhari-hari. Di pikiran mereka pastilah berkecamuk memikirkan nasib anaknya: disakitikah? Diperkosakah? Dijual ke orang lainkah? Didoktrin ajaran sesatkah? Diperlakukan seperti apakah anak saya?
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) belakangan ini menjadi pusat pemberitaan terkait hilangnya sejumlah orang. Mereka menghilang dan pihak keluarganya tak mengetahui keberadaan anggotanya itu. Menurut sumber dari Polda DIY, tak kurang dari 33 orang hilang dilaporkan oleh keluarganya.
Salah satunya adalah seorang dokter bernama Rica Tri Handayani yang oleh keluarga (suami—red.) dinyatakan hilang pada 30 Desember 2015, dan baru diketemukan kembali 11 hari kemudian setelah pemberitaan dirinya lewat berbagai media massif.
Dokter Rica yang membawa seorang anak balitanya itu diduga kabur atau menghilang dari keluarganya karena diduga telah terdoktrin oleh ajaran sekte Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Sekte yang memiliki jargon kasih sayang dan kemanusiaan ini diduga memiliki ajaran yang menyimpang dari nilai-nilai agama dan ikatan keluarga.
Dokter Rica dan korban lain yang diduga telah berhasil didoktrin tersebut berangkat dari Yogyakarta melalui Bandara Internasional Adi Sutjipto dan hendak bertolak ke Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Penerbangan dari Adi Sutjipto melalui kota Pontianak. Dari kota ini Rica dan rombongan menempuh perjalanan darat ke Mampawah. Di daerah ini mereka menginap selama dua hari dan selanjutnya menuju Pangkalan Bun.
Di media massa dan media sosial, hilangnya dokter Rica menjadi trending topic. Pemberitaan ini terendus ke rombongan tersebut, sehingga mereka berpindah dari tempat penginapan ke penginapan lainnya.
Makin hari kian tak nyaman dengan pemberitaan tersebut, akhirnya pimpinan rombongan memutuskan untuk memulangkan dokter Rica. Dan pada saat dia berada di Bandara Iskandar, Pangkalan Bun, aparat polisi berhasil menyelamatkannya.
Keluarga dokter Rica sangat bahagia mendapatkan orang kesayangannya kembali ke pangkuannya. Hanya saja mereka masih penasaran mengenai bagaimana prosesnya hingga orang dekat yang dicintainya itu meninggalkan rumah tanpa pamit dan meninggalkan pesan ?
Sekte-sekte kepercayaan atau sekte aliran tertentu memang kerap menanamkan doktrin yang berkebalikan dengan keyakinan yang selama ini dianutnya. Misalnya keyakinan tentang agama dan kebiasaan lazimnya. Caranya dari yang lunak hingga paksaan. Dan pada saat calon korban di markas sekte ini, mereka menggunakan teknik doktrinisasi dengan model hipnotis.
Seorang ibu yang nyaris kehilangan anaknya bertutur melalui media sosial, “Anak perempuan saya hampir menjadi korban sebuah organisasi sesat. Kata anak saya, modusnya diajak sesama teman untuk pengajian, tetapi ajakan ini seperti ada unsur setengah paksaan. Berkali-kali anak saya menjawab tidak mau karena sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya. Tetapi berkali-kali pula ajakan itu terus dilakukan tanpa henti.
Karena merasa risih, sekali tempo anak saya menuruti ajakan ‘pengajian’ itu. Apa yang terjadi? Banyak sekali keanehan yang terjadi dalam ‘pengajian’ itu. Anak saya bilang, peristiwa dalam ‘pengajian’ itu lebih tepat kalau dikatakan sebagai indoktrinasi dan pemahaman-pemahaman dasar aliran itu. Dan yang membuat anak saya masih dapat bepikir normal adalah menolak saat disuruh minum cairan dalam jamuan pengajian itu,” ujarnya.
Ia menduga kuat cairan minuman itu yang membuat calon anggota yang direkrut gagal pulang dan berhasil dicuci otaknya, sehingga menjadi anggota sekte tersebut. Selanjutnya dengan kesadaran sendiri dia rela berpisah dari keluarganya di rumah.
“ Masih beruntung anak saya menolak minuman itu dengan alasan sedang berpuasa dan dengan keberanian yang dipaksakan, anak saya pura-pura ijin kencing ke belakang lalu melarikan diri dan kabur,” katanya bersyukur. (bin/sindo/cm)
"Sampai sekarang, sudah 54 lapor (54 orang hilang), se Jawa Tengah," ungkap Kapolda Jawa Tengah, Inspektur Jenderal (polisi) Nur Ali, di Lobi Markas Polda Jawa Tengah, Jumat (15/1/2016).
Laporan yang masuk, diduga orang-orang hilang itu bergabung dengan Gafatar. Polisi terus mencari tahu tentang hal ini. Berbagai keterangan dengan penyelidikan terus dilakukan, termasuk dari pihak intelijen.
Mereka yang dilaporkan hilang, berangkat dari berbagai profesi. Mulai pekerja swasta, pegawai negeri, anak – anak hingga mahasiswa. "Kalau hilang ya kita cari," tambahnya.
Namun demikian, kata Nur Ali, pihaknya belum bisa mengambil tindakan apapun terutama penegakan hukum.
Sebab, Gafatar sendiri masih terus dikaji statusnya. "Saat ini, kepolisian masih mendalaminya dengan pemerintah daerah," lanjutnya.
Kepala Sub Direktorat IV Keamanan Negara (Kamneg) Direktorat Intelijen dan Keamanan (Dit Intelkam) Polda Jawa Tengah, AKBP Ahmad Sukandar, mengatakan pihaknya telah mengidentifikasi hilangnya puluhan warga di sejumlah daerah di Jawa Tengah itu terkait dengan Gafatar.
"Memang sudah ada informasi. Ada yang lapor resmi, ada yang belum," tambahnya.
Informasi itu berasal di antaranya dari Kota Semarang, Surakarta, Brebes, Banyumas, Banjarnegara, Wonogiri, Kudus, Jepara. Selain itu, juga Banyumas dan Purbalingga.
"Di Kota Semarang sudah resmi laporan (ke Polrestabes Semarang). Laporan ini malah lebih dulu dari berita Dokter Rica di Yogyakarta," lanjut dia.
Gafatar di Jawa Tengah, kata Sukandar, memang selalu menyampaikan pemberitahuan jika ada kegiatan. "Mulai muncul pertengahan 2014 lalu. Sempat terungkap ada masalah di Klaten, dari situ kami terus awasi," pungkasnya.
Orang Hilang di Bekasi
Di Bekasi demikian pula. Sejumlah anak hilang atau anggota keluarga hilang kini seperti sudah jadi hal biasa. Kejadiannya berlokasi di berbagai daerah. Lihat saja aneka pengumuman orang hilang yang terpasang dan menyebar ke masyarakat. Pengumumannya dari mulai pamfet tempel, media massa, hingga media sosial.
Beberapa hari lalu saja, ada sebuah pesan berantai di media sosial seperti ini: “Mohon doa dan bantuan ustadz dan ustadzah, anak teman saya (Bu Ria Aprianti guru SDIT Yapidh, Bekasi) yang bernama Akbar sudah dua malam tidak kembali ke rumah. Terakhir kontak hari Senin (11 Januari 2016) sekitar pukul 17.00 sampai sekarang lost contact.
Betapa hati seorang ibu, ayah, atau orang tua yang tak terpukul dan shock ketika mendapati buah hatinya tak kembali ke rumah dalam hingga berhari-hari. Di pikiran mereka pastilah berkecamuk memikirkan nasib anaknya: disakitikah? Diperkosakah? Dijual ke orang lainkah? Didoktrin ajaran sesatkah? Diperlakukan seperti apakah anak saya?
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) belakangan ini menjadi pusat pemberitaan terkait hilangnya sejumlah orang. Mereka menghilang dan pihak keluarganya tak mengetahui keberadaan anggotanya itu. Menurut sumber dari Polda DIY, tak kurang dari 33 orang hilang dilaporkan oleh keluarganya.
Salah satunya adalah seorang dokter bernama Rica Tri Handayani yang oleh keluarga (suami—red.) dinyatakan hilang pada 30 Desember 2015, dan baru diketemukan kembali 11 hari kemudian setelah pemberitaan dirinya lewat berbagai media massif.
Dokter Rica yang membawa seorang anak balitanya itu diduga kabur atau menghilang dari keluarganya karena diduga telah terdoktrin oleh ajaran sekte Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Sekte yang memiliki jargon kasih sayang dan kemanusiaan ini diduga memiliki ajaran yang menyimpang dari nilai-nilai agama dan ikatan keluarga.
Dokter Rica dan korban lain yang diduga telah berhasil didoktrin tersebut berangkat dari Yogyakarta melalui Bandara Internasional Adi Sutjipto dan hendak bertolak ke Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Penerbangan dari Adi Sutjipto melalui kota Pontianak. Dari kota ini Rica dan rombongan menempuh perjalanan darat ke Mampawah. Di daerah ini mereka menginap selama dua hari dan selanjutnya menuju Pangkalan Bun.
Di media massa dan media sosial, hilangnya dokter Rica menjadi trending topic. Pemberitaan ini terendus ke rombongan tersebut, sehingga mereka berpindah dari tempat penginapan ke penginapan lainnya.
Makin hari kian tak nyaman dengan pemberitaan tersebut, akhirnya pimpinan rombongan memutuskan untuk memulangkan dokter Rica. Dan pada saat dia berada di Bandara Iskandar, Pangkalan Bun, aparat polisi berhasil menyelamatkannya.
Keluarga dokter Rica sangat bahagia mendapatkan orang kesayangannya kembali ke pangkuannya. Hanya saja mereka masih penasaran mengenai bagaimana prosesnya hingga orang dekat yang dicintainya itu meninggalkan rumah tanpa pamit dan meninggalkan pesan ?
Sekte-sekte kepercayaan atau sekte aliran tertentu memang kerap menanamkan doktrin yang berkebalikan dengan keyakinan yang selama ini dianutnya. Misalnya keyakinan tentang agama dan kebiasaan lazimnya. Caranya dari yang lunak hingga paksaan. Dan pada saat calon korban di markas sekte ini, mereka menggunakan teknik doktrinisasi dengan model hipnotis.
Seorang ibu yang nyaris kehilangan anaknya bertutur melalui media sosial, “Anak perempuan saya hampir menjadi korban sebuah organisasi sesat. Kata anak saya, modusnya diajak sesama teman untuk pengajian, tetapi ajakan ini seperti ada unsur setengah paksaan. Berkali-kali anak saya menjawab tidak mau karena sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya. Tetapi berkali-kali pula ajakan itu terus dilakukan tanpa henti.
Karena merasa risih, sekali tempo anak saya menuruti ajakan ‘pengajian’ itu. Apa yang terjadi? Banyak sekali keanehan yang terjadi dalam ‘pengajian’ itu. Anak saya bilang, peristiwa dalam ‘pengajian’ itu lebih tepat kalau dikatakan sebagai indoktrinasi dan pemahaman-pemahaman dasar aliran itu. Dan yang membuat anak saya masih dapat bepikir normal adalah menolak saat disuruh minum cairan dalam jamuan pengajian itu,” ujarnya.
Ia menduga kuat cairan minuman itu yang membuat calon anggota yang direkrut gagal pulang dan berhasil dicuci otaknya, sehingga menjadi anggota sekte tersebut. Selanjutnya dengan kesadaran sendiri dia rela berpisah dari keluarganya di rumah.
“ Masih beruntung anak saya menolak minuman itu dengan alasan sedang berpuasa dan dengan keberanian yang dipaksakan, anak saya pura-pura ijin kencing ke belakang lalu melarikan diri dan kabur,” katanya bersyukur. (bin/sindo/cm)