Apa Kabar Divestasi Saham Freeport ?
https://kabar22.blogspot.com/2016/01/apa-kabar-divestasi-saham-freeport.html
BLOKBERITA — Hari Kamis (14/1/2016), merupakan deadline divestasi saham Freeport sebesar sebesar 10,64% kepada pemerintah. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah mematangkan skema kerja sama dan pendanaan untuk membeli saham divestasi PT Freeport Indonesia itu.
Sekretaris Perusahaan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. Tri Hartono mengatakan perusahaan-perusahaan tambang pelat merah akan membentuk joint company yang ditargetkan rampung pada tahun ini. Hal itu sekaligus menjadi tindak lanjut atas dibentuknya komite konsolidasi empat BUMN tambang yang terdiri dari Antam, PT Tambang Batu Bara Bukit Asam (Persero) Tbk., PT Timah (Persero) Tbk., dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) pada akhir pekan lalu.
“Kalau Antam dan joint company ini diberikan kepercayaan oleh pemerintah, salah satu opsi pendanaannya dari perbankan dan yang siap men-support adalah Bank Mandiri,” katanya, Rabu (13/1/2016).
Dia juga menyatakan akan mencari alternatif pendanaan lain dan tidak menutup kemungkinan masuknya bank asing dalam pembiayaannya. Sayangnya, Tri masih enggan mengungkapkan porsi antara pendanaan internal dengan perbankan. Dia juga tida menyebutka berapa komitmen pinjaman yang bisa didapatkan dari salah satu bank BUMN tersebut.
“Kita belum tahu barapa nilai divestasi Freeport itu. Kalau saya sebut [besaran] pinjamannya juga sangat sensitif, yang jelas apabila ditunjuk oleh pemerintah kita akan melakukan due diligence,” tuturnya.
Sekretaris Perusahaan PTBA, Joko Pramono, menuturkan pihaknya juga siap jika ditugaskan untuk ikut membeli saham divestasi tersebut. “Kesiapan kami masing-masing akan dibahas lebih lanjut nanti di komite. Memang sampai sekarang belum sampai pada detail pendanaannya,” ujarnya kepada Bisnis/JIBI.
Sementara itu, Inalum disebut-sebut menjadi BUMN tambang yang paling kuat dari sisi keuangannya. Perusahaan tersebut tercatat tidak memiliki utang, sehingga ruang untuk mencari pinjaman relatif longgar.
Direktur Utama Inalum Winardi menyatakan pihaknya sudah siap ditugaskan untuk membeli saham Freeport. Selain itu, kendati memiliki struktur keuangan yang kuat, dia pun tidak menutup kemungkinan untuk mencari pinjaman kepada pihak lain.
Adapun pada akhir 2014, nilai 20,64% saham Freeport diperkirakan mencapai US$4 miliar. Artinya, nilai untuk 10,64% saham sekitar US$2 miliar dengan memperhitungkan nilai investasi yang sudah digelontorkan. Namun, nilai tersebut diperkirakan jauh berubah pada saat ini. Pasalnya, harga komoditas sepanjang 2015 anjlok cukup dalam.
Hingga sehari menjelang batas akhir penawaran saham divestasinya, Freeport Indonesia belum juga memberikan penawarannya kepada pemerintah. Direktur Jenderal Mineran dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan perusahaan asal Amerika Serikat itu harus menawarkan 10,64% sahamnya hari ini. Jika belum juga menawarkan, pihaknya akan segera melayangkan surat peringatan kedua.
“Kita tidak akan memberikan waktu perpanjangan untuk kedua kalinya. Makanya langsung diberikan peringatan kedua,” ujarnya.
Di lain pihak, juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama enggan berkomentar banyak terkait tenggat waktu divestasi tersebut. Bahkan, dirinya belum bisa memastikan apakah penawaran akan diajukan tepat waktu. “Masih kami diskusikan dengan internal perusahaan. Tunggu saja, ya,” katanya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Freeport harus mulai mendivestasikan sahamnya hingga 20% pada 14 Oktober 2015 dan 30% pada 14 Oktober 2019. Saat ini, saham pemerintah di Freeport baru sebesar 9,36%.
Dalam peraturan yang sama disebutkan juga bahwa penawaran divestasi saham kepada pemerintah dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 90 hari kalender setelah 5 tahun sejak beroperasi. Artinya, Freeport memiliki waktu hingga 14 Januari 2016.
3 Syarat Untuk Freeport
Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli baru-baru ini mengeluarkan jurus 'rajawali ngepret' untuk Freeport. Rizal menyebut ada 3 syarat yang harus dipenuhi oleh Freeport jika perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu ingin menggali emas dan tembaga lebih lama lagi di Indonesia.
Ketiga syarat itu adalah kenaikan royalti sampai 7%, pengolahan limbah tailing dengan benar supaya tidak merusak lingkungan sekitar, dan divestasi saham. Bagaimana tanggapan PT Freeport Indonesia (FI) atas 3 syarat yang diajukan Rizal Ramli ini?
VP Corporate Communications Freeport Indonesia, Riza Pratama, menyatakan bahwa pihaknya bersedia merundingkan kenaikan royalti dengan pemerintah Indonesia demi memperoleh perpanjangan kontrak di tambang Grasberg, Papua. Namun, besaran kenaikan royalti harus dinegosiasikan dulu.
" Kenaikan royalti adalah bagian dari perundingan dengan pemerintah Indonesia guna memperoleh perpanjangan izin operasi dan kepastian hukum dan fiskal selama beroperasi," kata Riza kepada pers di Jakarta, Kamis (15/10/2015).
Terkait persoalan limbah, Riza membantah pernyataan Rizal Ramli bahwa Freeport sembarangan membuang limbah. Riza menegaskan bahwa Freeport telah mengendalikan limbah dari tambang Grasberg sesuai dengan ketentual AMDAL dari pemerintah Indonesia. Pengelolaan limbah Freeport pun dicek setiap tahun oleh pemerintah Indonesia dan hasilnya selalu memuaskan.
" Pengelolaan lingkungan PT Freeport Indonesia didasarkan kepada AMDAL yang disetujui pemerintah di tahun 1997 dan aturan tambahan lainnya setelah itu. Instansi Pemerintah melakukan inspeksi secara berkala dan sejauh ini Freeport Indonesia selalu comply dengan izin dan aturan yang berlaku," tandasnya.
Lalu terkait desakan Rizal agar Freeport McMoRan Inc segera melepaskan sebagian kepemilikannya di Freeport Indonesia, Riza menjelaskan bahwa pihaknya tidak menunda-nunda divestasi sebagaimana dituding Rizal.
Freeport McMoRan Inc, perusahaan induk Freeport Indonesia, sudah bersedia melakukan divestasi sahamnya di PT Freeport Indonesia. Namun, divestasi belum berjalan karena masih menunggu payung hukum dan mekanisme yang jelas dari pemerintah Indonesia.
" Divestasi menunggu landasan hukum dan mekanisme yang jelas dari pemerintah," tutup Riza.
Sebagai informasi, Menko Rizal mengajukan 3 syarat jika Freeport ingin mendapat perpanjangan kontrak. Pertama, Rizal meminta kenaikan royalti untuk emas dan tembaga yang diproduksi Freeport dari tambang Grasberg di Papua.
Royalti sebesar 1% untuk emas dinilainya terlalu kecil, idealnya paling tidak 6%. Begitu juga royakti tembaga, perlu ditambah.
"Kita mau Freeport bayar royalti 6-7% dari sebelumnya 1%," kata Rizal.
Kedua, Rizal menuntut Freeport mengolah limbah dari tambang Grasberg dengan baik supaya tidak mencemari lingkungan.
"Bereskan limbah tailing. Di Teluk Meksiko, BP (British Petroleum) menumpahkan minyak, pemerintah Amerika Serikat hukum denda dia US$ 30 miliar. Tapi di Indonesia perusahaan asing seenak-enaknya karena pejabat bisa dilobi, semua bisa diatur," tuturnya.
Ketiga, Rizal mendesak Freeport McMoRan Inc segera melakukan divestasi saham PT Freeport Indonesia alias pelepasan sebagian kepemilikannya supaya BUMN bisa ikut memiliki PT Freeport Indonesia.
"Freeport mencla-mencle soal divestasi. Newmont saja sudah divestasi. Jadi percepat proses divestasi supaya BUMN kita bisa masuk," tandasnya. (bin/dtc/kmps)
Sekretaris Perusahaan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. Tri Hartono mengatakan perusahaan-perusahaan tambang pelat merah akan membentuk joint company yang ditargetkan rampung pada tahun ini. Hal itu sekaligus menjadi tindak lanjut atas dibentuknya komite konsolidasi empat BUMN tambang yang terdiri dari Antam, PT Tambang Batu Bara Bukit Asam (Persero) Tbk., PT Timah (Persero) Tbk., dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) pada akhir pekan lalu.
“Kalau Antam dan joint company ini diberikan kepercayaan oleh pemerintah, salah satu opsi pendanaannya dari perbankan dan yang siap men-support adalah Bank Mandiri,” katanya, Rabu (13/1/2016).
Dia juga menyatakan akan mencari alternatif pendanaan lain dan tidak menutup kemungkinan masuknya bank asing dalam pembiayaannya. Sayangnya, Tri masih enggan mengungkapkan porsi antara pendanaan internal dengan perbankan. Dia juga tida menyebutka berapa komitmen pinjaman yang bisa didapatkan dari salah satu bank BUMN tersebut.
“Kita belum tahu barapa nilai divestasi Freeport itu. Kalau saya sebut [besaran] pinjamannya juga sangat sensitif, yang jelas apabila ditunjuk oleh pemerintah kita akan melakukan due diligence,” tuturnya.
Sekretaris Perusahaan PTBA, Joko Pramono, menuturkan pihaknya juga siap jika ditugaskan untuk ikut membeli saham divestasi tersebut. “Kesiapan kami masing-masing akan dibahas lebih lanjut nanti di komite. Memang sampai sekarang belum sampai pada detail pendanaannya,” ujarnya kepada Bisnis/JIBI.
Sementara itu, Inalum disebut-sebut menjadi BUMN tambang yang paling kuat dari sisi keuangannya. Perusahaan tersebut tercatat tidak memiliki utang, sehingga ruang untuk mencari pinjaman relatif longgar.
Direktur Utama Inalum Winardi menyatakan pihaknya sudah siap ditugaskan untuk membeli saham Freeport. Selain itu, kendati memiliki struktur keuangan yang kuat, dia pun tidak menutup kemungkinan untuk mencari pinjaman kepada pihak lain.
Adapun pada akhir 2014, nilai 20,64% saham Freeport diperkirakan mencapai US$4 miliar. Artinya, nilai untuk 10,64% saham sekitar US$2 miliar dengan memperhitungkan nilai investasi yang sudah digelontorkan. Namun, nilai tersebut diperkirakan jauh berubah pada saat ini. Pasalnya, harga komoditas sepanjang 2015 anjlok cukup dalam.
Hingga sehari menjelang batas akhir penawaran saham divestasinya, Freeport Indonesia belum juga memberikan penawarannya kepada pemerintah. Direktur Jenderal Mineran dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan perusahaan asal Amerika Serikat itu harus menawarkan 10,64% sahamnya hari ini. Jika belum juga menawarkan, pihaknya akan segera melayangkan surat peringatan kedua.
“Kita tidak akan memberikan waktu perpanjangan untuk kedua kalinya. Makanya langsung diberikan peringatan kedua,” ujarnya.
Di lain pihak, juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama enggan berkomentar banyak terkait tenggat waktu divestasi tersebut. Bahkan, dirinya belum bisa memastikan apakah penawaran akan diajukan tepat waktu. “Masih kami diskusikan dengan internal perusahaan. Tunggu saja, ya,” katanya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Freeport harus mulai mendivestasikan sahamnya hingga 20% pada 14 Oktober 2015 dan 30% pada 14 Oktober 2019. Saat ini, saham pemerintah di Freeport baru sebesar 9,36%.
Dalam peraturan yang sama disebutkan juga bahwa penawaran divestasi saham kepada pemerintah dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 90 hari kalender setelah 5 tahun sejak beroperasi. Artinya, Freeport memiliki waktu hingga 14 Januari 2016.
3 Syarat Untuk Freeport
Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli baru-baru ini mengeluarkan jurus 'rajawali ngepret' untuk Freeport. Rizal menyebut ada 3 syarat yang harus dipenuhi oleh Freeport jika perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu ingin menggali emas dan tembaga lebih lama lagi di Indonesia.
Ketiga syarat itu adalah kenaikan royalti sampai 7%, pengolahan limbah tailing dengan benar supaya tidak merusak lingkungan sekitar, dan divestasi saham. Bagaimana tanggapan PT Freeport Indonesia (FI) atas 3 syarat yang diajukan Rizal Ramli ini?
VP Corporate Communications Freeport Indonesia, Riza Pratama, menyatakan bahwa pihaknya bersedia merundingkan kenaikan royalti dengan pemerintah Indonesia demi memperoleh perpanjangan kontrak di tambang Grasberg, Papua. Namun, besaran kenaikan royalti harus dinegosiasikan dulu.
" Kenaikan royalti adalah bagian dari perundingan dengan pemerintah Indonesia guna memperoleh perpanjangan izin operasi dan kepastian hukum dan fiskal selama beroperasi," kata Riza kepada pers di Jakarta, Kamis (15/10/2015).
Terkait persoalan limbah, Riza membantah pernyataan Rizal Ramli bahwa Freeport sembarangan membuang limbah. Riza menegaskan bahwa Freeport telah mengendalikan limbah dari tambang Grasberg sesuai dengan ketentual AMDAL dari pemerintah Indonesia. Pengelolaan limbah Freeport pun dicek setiap tahun oleh pemerintah Indonesia dan hasilnya selalu memuaskan.
" Pengelolaan lingkungan PT Freeport Indonesia didasarkan kepada AMDAL yang disetujui pemerintah di tahun 1997 dan aturan tambahan lainnya setelah itu. Instansi Pemerintah melakukan inspeksi secara berkala dan sejauh ini Freeport Indonesia selalu comply dengan izin dan aturan yang berlaku," tandasnya.
Lalu terkait desakan Rizal agar Freeport McMoRan Inc segera melepaskan sebagian kepemilikannya di Freeport Indonesia, Riza menjelaskan bahwa pihaknya tidak menunda-nunda divestasi sebagaimana dituding Rizal.
Freeport McMoRan Inc, perusahaan induk Freeport Indonesia, sudah bersedia melakukan divestasi sahamnya di PT Freeport Indonesia. Namun, divestasi belum berjalan karena masih menunggu payung hukum dan mekanisme yang jelas dari pemerintah Indonesia.
" Divestasi menunggu landasan hukum dan mekanisme yang jelas dari pemerintah," tutup Riza.
Sebagai informasi, Menko Rizal mengajukan 3 syarat jika Freeport ingin mendapat perpanjangan kontrak. Pertama, Rizal meminta kenaikan royalti untuk emas dan tembaga yang diproduksi Freeport dari tambang Grasberg di Papua.
Royalti sebesar 1% untuk emas dinilainya terlalu kecil, idealnya paling tidak 6%. Begitu juga royakti tembaga, perlu ditambah.
"Kita mau Freeport bayar royalti 6-7% dari sebelumnya 1%," kata Rizal.
Kedua, Rizal menuntut Freeport mengolah limbah dari tambang Grasberg dengan baik supaya tidak mencemari lingkungan.
"Bereskan limbah tailing. Di Teluk Meksiko, BP (British Petroleum) menumpahkan minyak, pemerintah Amerika Serikat hukum denda dia US$ 30 miliar. Tapi di Indonesia perusahaan asing seenak-enaknya karena pejabat bisa dilobi, semua bisa diatur," tuturnya.
Ketiga, Rizal mendesak Freeport McMoRan Inc segera melakukan divestasi saham PT Freeport Indonesia alias pelepasan sebagian kepemilikannya supaya BUMN bisa ikut memiliki PT Freeport Indonesia.
"Freeport mencla-mencle soal divestasi. Newmont saja sudah divestasi. Jadi percepat proses divestasi supaya BUMN kita bisa masuk," tandasnya. (bin/dtc/kmps)