Rizal Ramli vs RJ Lino, Siapa yang Bersandiwara ?

https://kabar22.blogspot.com/2015/10/rizal-ramli-vs-rj-lino-siapa-yang.html
JAKARTA, BLOKBERITA — Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino
mengungkapkan, ada sandiwara di balik penghancuran beton penghalang rel
kereta api di Pelabuhan Tanjung Priok oleh Menteri Koordinator
Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli, sebulan lalu.
Sandiwara itu, kata dia, diceritakan sendiri oleh salah satu direktur Pelindo II yang hadir di tempat Rizal menghancurkan beton yang menutupi rel kereta barang itu.
"Jadi waktu dia (Rizal Ramli) datang ke sini (Pelabuhan Tanjung Priok), begitu dia mau bongkar itu salah satu direktur kita, Ibu Rita namanya, perempuan, itu maju ke depan, terus ditahan sama mantan Direktur Jenderal Bea dan Cukai itu, Agung Kuswandono," ujar Lino sembari menceritakan apa yang dialami Rita kepada Kompas.com, Jakarta, Selasa (16/9/2015).
Saat ini Agung Kuswandono menjabat Deputi II Bidang Sumber Daya dan Jasa di Kemenko Maritim dan Sumber Daya sekaligus Ketua Satgas Percepatan Dwelling Time. Lino melanjutkan ceritanya itu.
"Dia (Rita) bilang sama Pak Agung, 'Mas-mas bilang enggak usah dibongkar, biar nanti saya pakai alat biar bisa diangkat itu (betonnya)'. (Kemudian) Pak Agung bilang, 'Jangan-jangan, Pak Menteri mau show aja (di depan media)'. Sandiwara ini, makanya saya bilang harus dihentikan," kata Lino.
Menko Kemaritiman Rizal Ramli menggunakan mesin untuk membongkar
beton-beton yang menutupi rel di Pelabuhan Tanjung Priok, Kamis
(10/9/2015). Kompascom/Yoga Sukmana.
Dia
menjelaskan, beton yang menutupi rel kereta barang itu sebenarnya tak
perlu dibongkar lantaran Pelindo II sudah membuat lubang dan sedikit
rongga agar beton itu bisa diangkat. Beberapa beton di bagian rel
lainnya juga sudah diangkat menggunakan alat.
Menurut dia, rel kereta barang itu biasa digunakan bila ada gerbong kereta impor datang. Namun, kata Lino, kedatangan gerbong-gerbong itu terbilang jarang. Oleh karena itulah Pelindo II membuat lubang dan sedikit rongga agar beton tersebut bisa diangkat sehingga rel tersebut bisa digunakan.
Awalnya, bos Pelindo II itu mengaku memilih diam dengan perlakuan Rizal Ramli terhadap BUMN pelabuhan tersebut. Tetapi, di satu sisi Lino menyatakan bahwa pernyataan Rizal harus distop karena menurut dia banyak "ngawurnya". Lino khawatir masyarakat akan percaya terhadap pernyataan-pernyataan Rizal itu.
Sebelumnya, Rizal Ramli mengepret Pelindo II saat mengunjungi Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (10/9/2015). Pelindo II membeton rel kereta api sehingga pelabuhan tak bisa dimasuki kereta. Karena itu, mantan Menteri Koordinator Perekonomian pada era Presiden Abdurrahman Wahid itu membongkar beton-beton yang menutupi rel yang dibangun ketika masa penjajahan Belanda dulu.
Mesin penghancur berupa bor pun dia gunakan sendiri untuk menghancurkan beton tersebut. "Akibat ini, kereta barang tidak bisa masuk (ke pelabuhan)," ujar Rizal sebelum menggunakan bor penghancur beton tersebut.
Tolak Instruksi RR
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli (RR) memerintahkan jajaran di bawah koordinasinya untuk segera menerapkan denda Rp 5 juta per hari kepada pelaku usaha yang menginapkan kontainer lebih dari tiga hari di Pelabuhan Tanjung Priok. Namun, Direktur Utama Pelindo II RJ Lino menolak melaksanakan perintah Rizal Ramli tersebut. Alasannya, perintah itu dinilai memberatkan pelaku usaha di Pelabuhan Tanjung Priok.
"Saya tolak, dengan terpaksa tidak bisa saya terapkan (di Pelabuhan Tanjung Priok)," ujar Lino kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (13/10/2015).
Lebih lanjut, Lino menjelaskan, pengenaan denda Rp 5 juta tersebut bukanlah solusi atas persoalan waktu inap barang di Pelabuhan Tanjung Priok. Selama ini, kata dia, persoalan masa inap atau dwell time yang paling parah ada di tahap pre-costume clearence, yaitu tahap pemberian perizinan barang. Tanggung jawab sepenuhnya ada di kementerian atau lembaga negara yang berwenang.
Menurut Lino, kebijakan denda oleh Rizal Ramli justru menyasar para pelaku usaha bukan kementerian dan lembaga yang dinilai lelet dalam memproses izin barang. Padahal, kata dia, pelaku usaha tak bisa mengontrol tahapan pemberian izin itu.
Artinya, dengan denda Rp 5 juta itu, pelaku usaha, menurut Lino, menjadi korban akibat pelayanan yang tak baik. Belum lagi, kata dia, bila kontainer-kontainer harus keluar, biaya para pelaku usaha akan membengkak karena harus mencari tempat penyimpanan lain. "Saya tolak. Saya bikin surat resmi ke Menteri BUMN tembusan ke Menko Maritim, ke Menko Perekonomian, ke Wakil Presiden, isinya saya menolak (perintah Rizal Ramli). Saya enggak mungkin laksanakan ini. Jangan karena kesalahan pemerintah, kita membebani customer," kata Lino.
Selain itu, Lino juga menolak perintah Rizal untuk menetralkan standar bongkar muat first come, first serve. Sebelumnya, ada indikasi, kapal yang datang belakangan bisa dilayani lebih dahulu.
Menurut Lino, tak mungkin perintah itu dilaksanakan karena di Pelabuhan Tanjung Priok ada beberapa terminal kontainer yang sudah memiliki pelanggan masing-masing. Setiap kapal yang datang sudah memiliki terminal bongkar muat masing-masing. Jadwalnya pun sudah tersedia. Bila sesuai jadwal, kata Lino, pasti kapal itu tidak perlu menunggu untuk bongkar muat dan akan langsung dilayani.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli mengirimkan surat kepada Kementerian Perhubungan untuk segara membuat aturan terkait dua perintah yang ditolak oleh Lino tersebut. Rizal menilai, apabila dua poin itu dilaksanakan, kegiatan bongkar muat akan lebih efisien.
Sandiwara itu, kata dia, diceritakan sendiri oleh salah satu direktur Pelindo II yang hadir di tempat Rizal menghancurkan beton yang menutupi rel kereta barang itu.
"Jadi waktu dia (Rizal Ramli) datang ke sini (Pelabuhan Tanjung Priok), begitu dia mau bongkar itu salah satu direktur kita, Ibu Rita namanya, perempuan, itu maju ke depan, terus ditahan sama mantan Direktur Jenderal Bea dan Cukai itu, Agung Kuswandono," ujar Lino sembari menceritakan apa yang dialami Rita kepada Kompas.com, Jakarta, Selasa (16/9/2015).
Saat ini Agung Kuswandono menjabat Deputi II Bidang Sumber Daya dan Jasa di Kemenko Maritim dan Sumber Daya sekaligus Ketua Satgas Percepatan Dwelling Time. Lino melanjutkan ceritanya itu.
"Dia (Rita) bilang sama Pak Agung, 'Mas-mas bilang enggak usah dibongkar, biar nanti saya pakai alat biar bisa diangkat itu (betonnya)'. (Kemudian) Pak Agung bilang, 'Jangan-jangan, Pak Menteri mau show aja (di depan media)'. Sandiwara ini, makanya saya bilang harus dihentikan," kata Lino.
Menurut dia, rel kereta barang itu biasa digunakan bila ada gerbong kereta impor datang. Namun, kata Lino, kedatangan gerbong-gerbong itu terbilang jarang. Oleh karena itulah Pelindo II membuat lubang dan sedikit rongga agar beton tersebut bisa diangkat sehingga rel tersebut bisa digunakan.
Awalnya, bos Pelindo II itu mengaku memilih diam dengan perlakuan Rizal Ramli terhadap BUMN pelabuhan tersebut. Tetapi, di satu sisi Lino menyatakan bahwa pernyataan Rizal harus distop karena menurut dia banyak "ngawurnya". Lino khawatir masyarakat akan percaya terhadap pernyataan-pernyataan Rizal itu.
Sebelumnya, Rizal Ramli mengepret Pelindo II saat mengunjungi Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (10/9/2015). Pelindo II membeton rel kereta api sehingga pelabuhan tak bisa dimasuki kereta. Karena itu, mantan Menteri Koordinator Perekonomian pada era Presiden Abdurrahman Wahid itu membongkar beton-beton yang menutupi rel yang dibangun ketika masa penjajahan Belanda dulu.
Mesin penghancur berupa bor pun dia gunakan sendiri untuk menghancurkan beton tersebut. "Akibat ini, kereta barang tidak bisa masuk (ke pelabuhan)," ujar Rizal sebelum menggunakan bor penghancur beton tersebut.
Tolak Instruksi RR
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli (RR) memerintahkan jajaran di bawah koordinasinya untuk segera menerapkan denda Rp 5 juta per hari kepada pelaku usaha yang menginapkan kontainer lebih dari tiga hari di Pelabuhan Tanjung Priok. Namun, Direktur Utama Pelindo II RJ Lino menolak melaksanakan perintah Rizal Ramli tersebut. Alasannya, perintah itu dinilai memberatkan pelaku usaha di Pelabuhan Tanjung Priok.
"Saya tolak, dengan terpaksa tidak bisa saya terapkan (di Pelabuhan Tanjung Priok)," ujar Lino kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (13/10/2015).
Lebih lanjut, Lino menjelaskan, pengenaan denda Rp 5 juta tersebut bukanlah solusi atas persoalan waktu inap barang di Pelabuhan Tanjung Priok. Selama ini, kata dia, persoalan masa inap atau dwell time yang paling parah ada di tahap pre-costume clearence, yaitu tahap pemberian perizinan barang. Tanggung jawab sepenuhnya ada di kementerian atau lembaga negara yang berwenang.
Menurut Lino, kebijakan denda oleh Rizal Ramli justru menyasar para pelaku usaha bukan kementerian dan lembaga yang dinilai lelet dalam memproses izin barang. Padahal, kata dia, pelaku usaha tak bisa mengontrol tahapan pemberian izin itu.
Artinya, dengan denda Rp 5 juta itu, pelaku usaha, menurut Lino, menjadi korban akibat pelayanan yang tak baik. Belum lagi, kata dia, bila kontainer-kontainer harus keluar, biaya para pelaku usaha akan membengkak karena harus mencari tempat penyimpanan lain. "Saya tolak. Saya bikin surat resmi ke Menteri BUMN tembusan ke Menko Maritim, ke Menko Perekonomian, ke Wakil Presiden, isinya saya menolak (perintah Rizal Ramli). Saya enggak mungkin laksanakan ini. Jangan karena kesalahan pemerintah, kita membebani customer," kata Lino.
Selain itu, Lino juga menolak perintah Rizal untuk menetralkan standar bongkar muat first come, first serve. Sebelumnya, ada indikasi, kapal yang datang belakangan bisa dilayani lebih dahulu.
Menurut Lino, tak mungkin perintah itu dilaksanakan karena di Pelabuhan Tanjung Priok ada beberapa terminal kontainer yang sudah memiliki pelanggan masing-masing. Setiap kapal yang datang sudah memiliki terminal bongkar muat masing-masing. Jadwalnya pun sudah tersedia. Bila sesuai jadwal, kata Lino, pasti kapal itu tidak perlu menunggu untuk bongkar muat dan akan langsung dilayani.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli mengirimkan surat kepada Kementerian Perhubungan untuk segara membuat aturan terkait dua perintah yang ditolak oleh Lino tersebut. Rizal menilai, apabila dua poin itu dilaksanakan, kegiatan bongkar muat akan lebih efisien.