DPR dan Puluhan Ribu Netizen Tolak Aturan JHT yang baru
https://kabar22.blogspot.com/2015/07/dpr-dan-puluhan-ribu-netizen-tolak.html
Beberapa waktu lalu, kata Dede, dia pernah bertanya apakah rancangan aturan yang dibuat BPJS tersebut sudah siap untuk segera ditandatangani oleh Presiden Indonesia Joko Widodo.
" Saat itu mereka menjawab masih ada beberapa hal yang mengganjal dan belum disepakati," kata Dede kepada pers, Kamis (2/7).
Dua hari sebelum aturan disahkan dan diumumkan pada 1 Juli 2015, Dede mengatakan dia kembali menghubungi BPJS untuk mengajukan pertanyaan yang sama. Jawaban yang diberikan oleh BPJS saat itu adalah rancangan sudah ada di tangan Jokowi.
Namun, Dede mengaku kaget saat melihat aturan yang keluar berisi tentang pencairan JHT baru bisa dilakukan setelah kepesertaan berlangsung selama 10 tahun. Itu pun tak bisa diambil sepenuhnya sebelum berusia 56 tahun.
" Kami kaget karena aturan itu berbeda dengan yang sudah disepakati sebelumnya bersama Komisi IX," kata Dede. Sayangnya Dede tak merinci apa saja perbedaan yang muncul di aturan tersebut.
Oleh sebab itu, Dede pun mengaku sudah mengagendakan agar Komisi IX DPR RI bisa melaksanakan rapat bersama pihak terkait, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dan juga BPJS.
" Kami agendakan Senin (6/7) karena Selasa (7/7) sudah masuk masa reses," kata Dede.
Sebelumnya, Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 yang diteken Presiden Joko Widodo pada awal Juli, disebutkan bahwa pencairan dana JHT hanya bisa dilakukan setelah kepesertaan berlangsung selama 10 tahun. Itu pun tak bisa diambil sepenuhnya sebelum berusia 56 tahun.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Elvyn G. Masassya menjelaskan kebijakan ini sesuai dengan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
" Selain itu kami juga harus mematuhi Peraturan Pemerintah (PP) yang baru keluar pada 30 Juni lalu. Jadi, ini peraturan pemerintah, bukan peraturan BPJS," kata Elvyn kepada CNN Indonesia, Kamis (2/7).
Elvyn berpendapat kebijakan baru lebih ideal daripada sebelumnya yang menetapkan pencairan JHT bisa dilakukan ketika seseorang telah bekerja selama lima tahun. Dengan jangka waktu sepuluh tahun, kata Elvyn, dana yang terkumpul akan lebih banyak dan sesuai untuk hari tua.
" Namanya juga Jaminan Hari Tua, jadi dananya memang diperuntukkan untuk hari tua. Masa kerja sepuluh tahun lebih ideal," katanya.
Puluhan Ribu Netizen Protes
Puluhan ribu netizen memprotes perubahan aturan pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) dari 5 tahun menjadi 10 tahun. Kurang dari 24 jam setelah petisi penolakan aturan itu di-posting di laman Change.org, lebih dari 37 ribu netizen menandatanganinya.
Petisi itu dibuat oleh Gilang Mahardika asal Yogyakarta. Ia menuliskannya dengan judul
“ Membatalkan Kebijakan Baru Pencairan Dana JHT 10 Tahun”. Dia menujukan petisi itu untuk BPJS Ketenagakerjaan, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri, dan Presiden Joko Widodo.
Gilang adalah wiraswastawan yang sebelumnya bekerja sebagai karyawan sebuah perusahaan selama 5 tahun. Dia mantap berwiraswasta lantaran yakin bakal mendapat tambahan modal dari pencairan JHT yang iurannya sudah dibayarkan selama 5 tahun.
“ Bulan Mei 2015 saya sudah resmi berhenti bekerja, saya mengajukan pencairan JHT saya pada bulan Juni 2015 yang ternyata ditolak karena perusahaan terakhir tempat saya bekerja belum menutup akun BPJS TK saya,” katanya, seperti dikutip dari Change.org.
Gilang kemudian meminta perusahaan untuk menutup akun BPJS. Setelah itu dia mendapat kepastian dari seorang petugas BPJS bahwa duitnya bisa dicairkan pada awal Juli 2015.
Tapi apa lacur, Gilang tak bisa mencairkan duit JHT pada waktunya. “Saya tidak sendiri, banyak peserta BPJS TK lain yang saat itu juga berniat mencairkan dana JHT-nya hanya bisa gigit jari,” katanya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 yang diteken Presiden Joko Widodo pada awal Juli, disebutkan bahwa pencairan dana JHT hanya bisa dilakukan setelah kepesertaan berlangsung selama 10 tahun. Itu pun tak bisa diambil sepenuhnya sebelum berusia 56 tahun.
Sejumlah penandatangan petisi menyesalkan perubahan aturan itu kurang disosialisasikan. “Adalah hak peserta BPJS untuk mengatur keuangannya sendiri, perubahan yang begitu cepat dan tanpa sosialisasi yang baik akan membuat banyak plan yang sudah dibuat nasabah jadi berantakan,” kata Rangga Immanuel dari Jakarta.
“ Duit-duit kita kok mau di ambil susah banget,” kata Ratna Kusuma, penandatangan petisi lainnya.
“ Gaji saya dipotong setiap bulan, mengapa tidak boleh saya ambil. Seharusnya BPJS memudahkan karyawan yg mau jadi pengusaha dengan modal yang selama ini disimpan sedikit demi sedikit,” kata Syakur Abdul.
[ bmw / cnni ]