Silang Sengkarut Iuran Pensiun BPJS Ketenagakerjaan



JAKARTA, BLOKBERITA --  Belum adanya titik temu besaran iuran jaminan pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menjadi bola panas liar yang akan memusingkan pihak-pihak terkait. Karena antar instansi pemerintah dan regulator pemerintah belum ada titik temu ihwal penetapan iuran pensiun wajib BPJS sebesar 8% dari gaji pegawai.

Heru Juwanto, Direktur Pengawasan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menilai, penetapan iuran  pensiun wajib sebesar 8% belum putus. Alasannya, rapat yang  membahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)  tentang Iuran Jaminan Pensiun  dan memutuskan iuran pensiun wajib sebesar 8%, tak menyertakan persetujuan Kementerian Keuangan (Kemkeu). Rapat yang berlangsung 8 April 2015 itu hanya dihadiri  Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans), BPJS Ketenagakerjaan, Dewan Jaminan Sosial Nasional, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Padahal, menurut Heru, RPP Iuran Jaminan Pensiun  itu harus mengantongi persetujuan dari Kemenkeu sebelum diajukan ke presiden. Alhasil, " Selama Kemenkeu belum tanda tangan, RPP itu harus dibahas ulang," kata Heru, Kamis (16/4).

Dalam rapat tersebut diputuskan iuran pensiun sebesar 8%. Dengan rincian; 5% dibayar pemberi kerja dan 3% menjadi tanggungan pekerja.

Sementara menurut hitungan OJK besaran iuran pensiun yang pas adalah 4%. Jika dipaksakan 8%, jumlah dana pensiun swasta akan menyusut. " Bisa habis nanti," kata Heru.

Wahyu Widodo, Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial, Kemnakertrans, membenarkan perwakilan Kemkeu  memang absen dalam rapat terakhir. " Kalau tak hadir berarti sepakat," tandas Wahyu. Alhasil, ia menegaskan, iuran pensiun 8% sudah final.

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn Masassya, menilai  iuran pensiun sebesar 8%  tak akan mematikan dana pensiun swasta. Sebab yang ditawarkan oleh BPJS adalah manfaat dasar, sehingga tak  berkompetisi dengan swasta.

Isa Rachmatarwata, Staf Ahli Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal Kemkeu menyatakan, pihaknya mengusulkan iuran pensiun mulai dari 3%. Setiap dua tahun atau tiga tahun sekali iurannya bertambah sebesar 0,2% atau 0,3%.

Isa mengklaim bahwa rumusan Kemkeu ini sudah memperhitungkan jumlah manfaat pasti yang dijanjikan,  dan kondisi ekonomi dalam negeri. Tren demografi, kapasitas penyerapan investasi dalam negeri serta efisiensi alokasi dana oleh pemerintah dan swasta, juga masuk pertimbangan tersebut.
Meski iuran lebih rendah dari 8%, Isa berkeyakinan sudah mencukupi. Sebab, peserta program jaminan pensiun berhak atas manfaat pasti setelah membayar iuran minimal selama 15 tahun.

Dana Pensiun atau Tabungan ?

Pemberlakuan program Jaminan Pensiun (JP) di Indonesia pada 1 Juli 2015 sepertinya masih akan menemui kebuntuan. Pasalnya, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) JP yang saat ini tengah digodok antar departemen sudah memasuki tahap pembahasan final. Kendati demikian banyak hal yang saat ini masih menjadi sorotan dalam kebijakan tersebut, salah satunya soal manfaat pensiun.

Seperti diketahui, seharusnya program yang tertuang dalam Undang-Undang No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU-SJSN) yang akan diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, mampu melindungi pekerja (masyarakat) agar terhindar dari ketiadaan penghasilan atau konsumsi pada usia lanjut.

Sementara, berdasarkan Undang-undang SJSN, untuk memperoleh manfaat pensiun, pekerja harus telah mengikuti program Jaminan Pensiun atau membayar iuran ke BPJS Ketenagakerjaan sekurang-kurangnya 15 tahun. Itu artinya, sebelum 15 tahun tidak ada manfaat dana pensiun didapat peserta.

“ Kalau begitu kan tak ada bedanya dengan saving (Program Tabungan), bukan jaminan pensiun jadinya. Karena jika seseorang pensiun sementara belum menjadi peserta selama 15 tahun, uang mereka dikembalikan beserta dana pengembangan saja,” kata pendiri Nation and Character Building Institute, Juliaman Saragih dalam diskusi manfaat Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta, akhir pekan lalu.

Lebih lanjut Juliaman menegaskan sesungguhnya tidak ada urgensinya BPJS Ketenagakerjaan mengumpulkan dana jaminan pensiun yang sebegitu besar ini kalau ternyata tak ada manfaat jaminan pensiun yang diberikan kepada pesertanya nantinya.

“ Memangnya dalam satu dua tahun ini tidak ada yang pensiun ? Ada kan? Masak mereka membayar iuran tetapi tidak merasakan manfaatnya. Karena itu kan sama saja dengan mereka menabung di bank, dan ketika mengambil diberi bunga, tidak ada manfaat pensiun jadinya,” imbuhnya.

Problem selanjutnya adalah masalah besaran iuran yang akan ditetapkan. Masalah ini terus menjadi polemik, tetatapi nampaknya kemungkinan besar total iuran yang akan diberlakukan adalah sebesar 8% (5% pemberi kerja dan 3% pegawai). Karena apapun rancangan program Jaminan Pensiun yang ditetapkan pemerintah dinilainya pasti akan menemui permasalahan dalam hal pendanaan untuk menjaga agar program Jaminan Pensiun dapat berjalan dari tahun ke tahun.

Tetapi persoalan lain muncul, yakni pengusaha sudah ada yang mengikuti karyawannya dengan program pensiun sukarela. Itu artinya, program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan tidak linked dengan program lainnya.  “ Dan itu akan semakin memberatkan pengusaha atau perusahaan,” pungkasnya.

[ kontan / kmps / infobank / bbcom / mrheal ]

View

Related

NASIONAL 1437719809209283070

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item