Politik Megawati Dinilai Menyimpang dari Paham Bung Karno
https://kabar22.blogspot.com/2015/04/politik-megawati-dinilai-menyimpang.html
JAKARTA, BLOKBERITA -- Pernyataan Ketua PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo adalah petugas partai dalam pidato pembukaan Kongres IV PDI-P di Bali, Kamis (9/4) lalu, dipandang bertentangan dengan paham demokrasi presidensial yang diterapkan di Indonesia.
Dalam sistem demokrasi presidensial, Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan memiliki kuasa yang lebih dibandingkan dengan kekuasaan parlemen atau partai di dalamnya.
Jika Presiden Joko Widodo dipandang sebagai petugas partai, maka ada kesan kekuasaan yang ia miliki jauh lebih kecil dibanding kuasa partai politik dan parlemen.
" Kalau sekarang Ibu Megawati bilang Jokowi dan Menterinya adalah pegawai partai itu sebenarnya adalah konstruksi (politik) yang bertolak belakang dengan paham demokrasi yang dimiliki Bung Karno semasa ia hidup," ujar peneliti dari CSIS Phillips Vermonte, di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (11/4).
Phillips mencontohkan, semasa hidupnya, Soekarno pernah membubarkan partai politik di Indonesia pada 1959 silam. Pembubaran partai politik kala itu dilakukan karena situasi politik yang tercipta setelah Pemilu 1955 cenderung tidak sesuai dengan nilai demokrasi presidensial yang digunakan Indonesia.
" Kenapa Bung Karno tidak cocok dengan hasil pemilu saat itu (tahun 1955)? Karena logika yang terbangun saat itu adalah demokrasi parlementer yang menekankan kuasa pada partai, sementara Presiden lemah. Makanya pada 1959 Bung Karno membawa indonesia pada sistem Demokrasi Terpimpin," kata Phillips.
Sebelumnya diketahui beberapa kali Megawati selaku Ketua PDIP menegaskan kepada publik bahwa Joko Widodo masih menjadi petugas partai walaupun dia telah menjadi Presiden sejak akhir 2014 lalu. Terakhir, Megawati menyampaikan kembali hal tersebut dalam pidato pembukaannya di Kongres IV PDIP, beberapa hari lalu.
[ Cnn / hm ]